Setelah keluar dari balik pilar, aku menempelkan Fu Yang di titik vital dada untuk meningkatkan energi Yang. Ular naga yang tadinya mengejar di tanah tiba-tata berhenti, matanya mengamati dengan waspada langkahku yang justru mendekat.
Wajar saja dia waspada. Tadinya aku lari pontang-panting seperti anjing sambil membawa Qiu Shasha, sekarang malah berani mendatanginya. Pasti ada yang aneh di pikirannya.
Binatang ini di saat tertentu memiliki kecerdasan, tidak selalu menjadi hal yang baik.
Seiring langkahku mendekati ular naga raksasa itu, hatiku mulai tegang. Meski sudah bertekad mempertaruhkan nyawa, saat benar-benar menghadapinya, mustahil sama sekali tidak takut. Udara dipenuhi bau darah kental dan aroma gosong, sementara sepasang mata merah menyala sang ular naga terus menatapku tajam...
Akhirnya, tubuh raksasanya mulai melengkung perlahan ke arahku - pertanda ia akan menyerang!
Sialan! Hari ini aku benar-benar bakal bertarung habis-habisan denganmu! Dalam hati aku mengumpat sambil melantunkan mantra Lóng Hŭ Qī Shè Yìn dari Aliran Longhu dengan cepat:
"Qi tak tercerai walau shen tak redup, Dalam keheningan Yang Satu terlahir. Lóng Hŭ Qī Shè Yìn! She!!" Begitu mantra terucap, cahaya kuning samar langsung menyala di tangan kananku.
Melihat ini, tak lagi ragu. Tubuhku bergerak, menerjang ke depan dengan cepat ke arah ular naga itu.
Ular naga itu seolah merasakan sesuatu, tubuhnya mengelak ke belakang sebentar hendak menghindar. Tapi tiba-tiba berubah pikiran, mengaum rendah lalu membuka mulut berdarah penuh taring tajam untuk menggigitku!
Melihat serangannya yang ganas, aku buru-buru berguling di tempat untuk menghindar dengan sangat payah, lalu melesat maju menuju bawah tubuh ular naga itu. Dengan mengerahkan seluruh tenaga, aku mengayunkan tangan kanan ke arah tubuh ular bersisik hitam kecoklatan itu!
Sambil berteriak kencang:
"Jíjí rú lǜ lìng!!" untuk meningkatkan aura diri, tangan kanan yang memancar cahaya kuning pucat menghantam tubuh ular. Makhluk itu langsung mengeluarkan raungan seram, sementara tanganku seketika terasa dingin membeku. Melihat sekilas, ternyata pukulanku tadi telah menembus langsung tubuh besar ular naga itu, tangan kananku seluruhnya tertancap dalam daging dingin tanpa suhu.
Bersamaan itu, tubuh ular naga gemetar hebat seolah menahan sakit luar biasa. Dengan jeritan menyayat hati, kepalanya sebesar baskom langsung menerjangku. Mulut berdarah penuh gigi runcing itu mengeluarkan bau busuk menyengat saat menyambarku.
Cepat-cepat kucabut tangan kanan dari tubuh ular itu, tubuhku berputar cepat menghindar. Tepat saat berhasil menghindar dari gigitan berdarah ular naga itu, terdengar suara panik pria gemuk dari kejauhan:
"Shixiong, awas di belakangmu!!"
Baru saja suara pria gemuk itu menghilang, aku langsung merasakan hembusan angin kencang dari belakang. Belum sempat menghindar, sesuatu langsung menghantam punggungku. Seketika kekuatan dahsyat menerjang tulang punggungku, diikuti suara retakan "kreek, kreek..." Tulang belakangku. Tubuhku terlempar jauh akibat rasa sakit yang menusuk!
"Braak!!" Saat tubuhku menghantam lantai batu giok Lantian yang berjarak belasan meter, badanku tergelincir beberapa meter lagi sebelum akhirnya berhenti. Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks yang kugenggam terlepas dari tanganku.
"Shixiong, shixiong, kamu tidak apa-apa?!!" Di saat yang sama, pria gemuk itu berlari ke arahku sambil memegang senapan dengan wajah panik. Dia berjongkok dan menarik lenganku untuk membantuku bangkit.
Baru saja dibantu berdiri, kepalaku langsung pusing. Tenggorokanku terasa manis, tak kuasa menahan lagi. Mulutku terbuka dan menyemburkan darah segar ke depan.
"Goblog, shixiong, kondisimu gimana?!" Pria gemuk itu melirik kearah ular naga sambil bertanya kepadaku dengan gugup setelah melihat genangan darah di lantai.
Kutarik nafas dalam-dalam, berusaha menenangkan organ-organ dalam yang bergejolak. Saat hendak berbicara pada pria gemuk itu, darah segar lagi-lagi menyembur tak terkendali dari mulutku!
"Sesaat setelah perut dan punggungku dilanda kram tajam, hampir membuatku pingsan di tempat."
"Bangsat! Tenaga ular naga itu benar-benar gila! Aku baru saja dihajar ekornya, nyaris mati!"
"Shisan... Jangan nekat, larilah ke arah lubang hitam di depan..." Qiu Shasha yang bersandar di pilar batu melihat ke arahku dan pria gemuk, suaranya lemah tapi cukup jelas terdengar.
Aku tidak menjawab Qiu Shasha. Dengan sekuat tenaga, kuminta pria gemuk itu menopangku perlahan bangkit dari tanah, lalu berbalik menghadapi ular naga itu lagi.
Saat menoleh, baru kusadari mengapa ular naga itu tidak langsung menyerang - ia sedang menyemprotkan darah dari mulutnya untuk memadamkan sisa-sisa api yang masih menyala di tubuhnya.
Melihat ini, tiba-tiba aku teringat An Rushuang.
Mengapa dia tidak keluar dari giok saat ini?
Bukan ingin dia menyelamatkanku atau membantu melawan ular naga itu. Justru di hati terdalamku, aku tidak ingin dia muncul sekarang.
Biasanya dalam situasi hidup-mati seperti ini, dengan sifatnya An Rushuang pasti akan keluar dari giok. Tapi kali ini tidak, bahkan giok itu sama sekali tidak bereaksi...
"Apakah... Apakah dia mengalami sesuatu?"
Begitu memikirkan ini, hatiku langsung berat. Entah mengapa, setiap hal yang berkaitan dengan An Rushuang selalu membuatku sensitif dan mulai berpikir macam-macam.
"Rushuang, Rushuang... Apakah kamu di sini?..." Dengan panik aku mengeluarkan liontin giok dari balik baju yang tergantung di leherku, menggenggamnya erat sambil berteriak.
Tapi hasilnya justru membuat hatiku setengah beku. An Rushuang tidak menjawab, dan giok itu pun tidak terasa panas. Ada apa sebenarnya ini?
Jangan-jangan An Rushuang celaka di dalam giok? Atau mungkin dia sama sekali tidak ada di dalam giok? Kalau tidak di giok, kemana dia pergi? Mengapa tidak memberitahuku sebelumnya?
Karena kekhawatiranku yang begitu besar pada An Rushuang, semakin kupikirkan semakin kacau pikiranku. Tiba-tiba suara pria gemuk itu memutus alur pikiranku:
"Shixiong, kasih jawaban dong! Kalau tidak bisa, aku akan gendong Nona Qiu. Ayo cepat kabur!" Pria gemuk itu menyangga tubuhku sambil bertanya.
Aku menggigit bibir bawahku kuat-kuat, berusaha menekan kekhawatiran tentang An Rushuang sambil menggelengkan kepala pada pria gemuk itu. Merasa aliran darah dalam tubuh sudah stabil, kudorong tubuhnya dan berlari menghampiri ular naga itu.
"Shixiong, dasar kamu tidak mau hidup lagi! Masih mau maju?!... Tunggu aku!" Teriakan pria gemuk itu menyusul dari belakang.
Aku tidak menghiraukan pria gemuk. Saat ini hanya ada satu pikiran di benakku: bertarung habis-habisan!! Karena aku sangat sadar, di saat seperti ini kami pasti tidak bisa kabur. Satu-satunya cara untuk bertahan hidup adalah membunuh ular naga di depan mata ini!
Apapun kemungkinan berhasilnya, meski hanya 0.0 sekian persen, aku harus mencoba. Ini bukan tindakan bodoh, melainkan jalan satu-satunya sekaligus harga diri terakhir seseorang yang sedang menghadapi ajal.
Sambil memikirkan ini, tangan kananku membentuk mudra Jurus Lóng Hŭ Qī Shè Yìn kedua. Kukumandangkan mantra dengan lantang: "Hun tak terpecahkan, energi terkumpul padat. Yin-Yang seimbang menyala terang. Lóng Hŭ Qī Shè Yìn! She!!"
Setelah mantra selesai, kurasakan sisa energi Yang dalam tubuhku mengalir deras ke tangan kanan yang sedang membentuk mudra. Sinar kuning memancar dari telapak tangan, energi Yang terpancar keluar!
Melihat ini, aku berteriak keras:
"Dasar! Si kulit hitam! Hari ini paman akan tunjukkan padamu arti keberanian sejati, pertempuran sampai tetes darah penghabisan!!"
"Juga paman keduamu!!" Teriakan pria gemuk menggema dari belakangku...
