Pria gemuk di sampingku sepertinya menyadari perubahan raut wajahku. Dengan suara khawatir dia bertanya: "Shixiong, ada apa denganmu?"
Mendengar pertanyaannya, aku segera menyadarkan diri. Kukumpulkan semangat yang mulai runtuh ini sambil menggelengkan kepala pelan:
"Ti-Tidak apa... Ayo, kita periksa Qiu Shasha." Sambil berkata demikian, aku memungut Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks dari tanah dan menyimpannya ke dalam tas. Kemudian aku dan Lao Niu berjalan mendekati tempat Qiu Shasha berada.
"Nona Qiu, kau baik-baik saja? Mengapa wajahmu pucat sekali? Seram melihatnya," kata pria gemuk itu pada Qiu Shasha.
Qiu Shasha menggelengkan kepala pelan setelah mendengar pertanyaannya:
“Jangan khawatir, aku tidak apa-apa……” Kemudian dia melirikku seolah melihat sesuatu di tubuhku, lalu bertanya dengan panik: “Shisan, kenapa lenganmu seperti ini? Kok bisa keluar darah sebanyak ini?!”
Mendengar perkataan Qiu Shasha, aku segera melihat ke bahuku. Seketika kusadari pecahan giok tajam yang sebelumnya tertancap di bahuku masih menempel di dagingku.
Tadi sibuk mempertaruhkan nyawa melawan ular naga itu, sampai aku lupa soal ini.
Melihat situasi ini, aku segera berkata pada pria gemuk di sampingku: “Hei gemuk, tanganku kaku. Bantu aku mencabut pecahan giok sialan ini!”
Pria gemuk itu tanpa ragu langsung mendekat. Satu tangannya menekan bahuku, tangan lain mencengkram pecahan giok itu. Dengan sekali tarikan, benda itu tercabut dari bahuku.
Rasa sakit menusuk menjalar dari bahu. Lebih sakit saat dicabut daripada saat tertusuk. Aku tak bisa menahan erangan rendah.
“Shisan, sakit sekali?” Qiu Shasha menatapku dengan mata penuh kecemasan.
Aku menggigit gigi:
“Gak apa, nggak terlalu sakit.”
Qiu Shasha hanya diam. Dia berpegangan pada pilar batu di belakangnya, berusaha bangkit dari posisi duduknya.
"Melihat ini, aku segera maju menopangnya dan bertanya, \"Qiu Shasha, apa yang kamu lakukan ini?\""
"Di dalam tasku ada kotak P3K, aku akan ambil untuk membalut lukamu." Qiu Shasha memandangiku dengan tatapan keras disertai rasa iba.
Melihat ekspresinya, aku segera menghalanginya. Pria gemuk juga ikut bicara, "Kudengar Nona Qiu, kamu tetap di sini saja, jangan kemana-mana. Aku yang akan ambil kotak obat itu." Pria gemuk itu langsung berlari ke tempat kami menyimpan tas sebelumnya.
Aku kembali menopang Qiu Shasha dan membantunya duduk bersandar pada pilar batu.
Tak lama kemudian, pria gemuk itu mengeluarkan kotak P3K dari tas dan meletakkannya di depan kami. Setelah membuka kotak, dia pertama-tama mengoleskan disinfektan pada lukaku di bahu, lalu memberikan obat henti darah dan antiradang, terakhir membalutnya dengan perban.
Setelah luka diobati, kucoba menggerakkan lengan. Rasanya tidak terlalu parah, rupanya meskipun kepingan giok itu menusuk dalam, untung tidak mengenai tulang.
"Shisan, Pria Gemuk, kita harus segera pergi dari sini..." Qiu Shasha buru-buru berkata pada kami setelah pria gemuk selesai membalut lukaku.
Mendengar perkataan Qiu Shasha, pria gemuk itu bertanya dengan bingung:
“Kenapa? Ular naga tadi sudah dibunuh, aula ini penuh harta karun. Kalau kita keluar dengan tangan kosong, bahkan aku Hu Pangzi sendiri akan memandang rendah diriku!”
Qiu Shasha mengerutkan kening mendengar ucapan pria gemuk itu, buru-buru berkata: “Hei Pangzi, ini saatnya genting! Masih memikirkan harta di aula? Bagi kita bertiga, bisa keluar hidup-hidup saja sudah merupakan keberuntungan besar!!” Nada bicara Qiu Shasha terdengar kesal, mungkin karena emosi oleh ucapan Pangzi.
Sebenarnya Pangzi tidak bermaksud jahat, hanya cara bicaranya terlalu blak-blakan. Setiap kata yang keluar dari mulutnya tidak pernah melalui penyaringan otak, benar-benar spontan tanpa filter.
Jika dipuji disebut ‘tidak bisa berbelit’, jika dicela disebut ‘kekakuan berpikir’!
Pangzi sama sekali tidak menggubris perkataan Qiu Shasha:
“Nona Qiu, situasi kita tidak separah itu kan? Asalkan kita mau...” Ucapan Pangzi terpotong oleh suara gedebuk keras yang tiba-tiba bergema di sekitar aula.
Mendengar suara itu, jantungku berdebar kencang. Segera kuangkat kepala memandang ke sekeliling.
Seketika kusadari semua pintu masuk - termasuk empat mulut gua hitam di timur, selatan, barat, dan utara - telah tertutup oleh pintu batu yang turun, memblokir semua jalan keluar dari aula!
"Saat ini, kita seperti kura-kura dalam tempayan yang terjebak, sama sekali tidak punya jalan mundur. Benar saja, Xiao Ran itu benar-benar menuntun kita ke jalan buntu! Sekarang kita benar-benar terkunci di aula istana bawah tanah ini!"
"Gila neneknya!! Ini... ini bagaimana?! Tutup pintu memukul anjing ya?!" Pria gemuk itu melompat dari tanah saat melihat pintu batu menutup semua jalan keluar.
"Hey si gemuk, minggirlah! Siapa anjing?!" Mendengar perumpamaan tidak masuk akalnya, darahku langsung mendidih. Tapi setelah dipikir, aku tersenyum pasrah. Aku sendiri baru saja mengibaratkan kita sebagai "kura-kura" yang tak kalah memalukan...
"Hancur, hancur! Sekarang kita benar-benar terjebak. Pasti mati terkubur di sini. Shixiong, Nona Qiu, katanya orang mati bisa makan di alam baka? Ada ikan dan daging tidak?" Pria gemuk itu terduduk lesu di tanah sambil bertanya pada kami.
Qiu Shasha tersentak oleh pertanyaan itu. Senyum tipis mengembang di bibirnya: "Santai saja, di tanah kematian enam yin ini, bahkan jika kita mati sekalipun, hantu yin tidak bisa kabur dari aula ini ke alam baka untuk bereinkarnasi. Kita akan terjebak selamanya di sini, tidak bisa bereinkarnasi untuk selama-lamanya!"
"Goblog, dasar paman sialan! Kejam banget?!" Pria gemuk itu jelas ketakutan setelah mendengar ucapan Qiu Shasha.
Qiu Shasha justru menunjukkan senyum getir, menggelengkan kepala, dan tak berbicara lagi.
Pria gemuk di samping mengumpat beberapa kali kepada keparat Xiao Ran, masih belum puas lalu menoleh ke Qiu Shasha: "Nona Qiu, dulu aku dan shixiong sudah bilang Xiao Ran itu pengkhianat, tapi kau lebih percaya serigala tak tahu balas budi itu. Lihat sekarang kita terjebak di Lokasi Enam Kematian Yin, tergantung di sini tanpa kesempatan bereinkarnasi..."
"Sudah, dasar! Bisa mati kalau diam sebentar?" Aku memotong omongannya. Membahas masa lalu hanya akan memperkeruh suasana.
Meski memotong, aku tak menyalahkannya. Siapa yang tak sayang nyawa?
"Baiklah, aku tak punya hak bicara lagi. Kalian saja yang ngobrol, aku merokok diam-diam." Pria gemuk itu mengeluarkan rokok dan menyalakannya.
"Shisan, pria gemuk... Maafkan aku. Aku terlalu percaya padanya..." Qiu Shasha tiba-tiba meminta maaf kepada kami.
Pria gemuk itu mendengar ucapan itu, sebatang rokok dihisapnya lalu langsung batuk-batuk!
Sementara aku mengorek kuping sendiri, meragukan apakah pendengaranku salah barusan. Qiu Shasha si putri manja yang arogan, semena-mena, dan tak kenal kompromi ini benar-benar meminta maaf pada kami?!
"Qiu Shasha, kamu... kamu bilang apa barusan?" Aku menatap Qiu Shasha bertanya.
"Kubilang maaf, selama ini salahku. Karena ulahku, kalian berdua terjebak di sini..." Qiu Shasha kini mengangkat kepala, matanya bertatapan denganku, berbicara dengan ekspresi serius penuh kesungguhan.
Pria gemuk itu berdiri sambil menggigit rokok, wajahnya penuh ketidakpercayaan: "Ya ampun, Shixiong, matahari terbit dari selatan kali ya? Kupingku belum tuli kan? Nona Qiu ini benar meminta maaf pada kita?!"
