Terjebak dalam sinar kuning yang dipancarkan《Xuan Huang Di Jing》, bayangan hitam itu menggeliat-geliat mencoba melepaskan diri. Namun sinar kuning itu mengurungnya dengan erat, sama sekali tak memberi celah untuk kabur.
"Melihat ini, hatiku langsung dipenuhi sukacita. Bagaimanapun juga, syukurlah dia tidak berhasil kabur!"
"Seiring sinar kuning yang dipancarkan 《Xuan Huang Di Jing》 semakin intensif, bayangan hitam di dalamnya semakin melemah, berangsur-angsur menghilang dari dalam cahaya kuning..."
"Ketika bayangan hitam itu benar-benar lenyap dalam sinar kuning 《Xuan Huang Di Jing》, suara mayat pria itu kembali bergema di aula besar ini:"
""Zuo Shisan, aku pasti akan membuatmu menyesal, pasti akan membuatmu menyesal..."
""Dasar kelinci semangka! Mati pun tidak tenang, jangan panggil Zuo Shisan, panggil Ayah!!"" Aku berteriak ke arah tempat bayangan hitam tadi menghilang.
Tidak lupa kacungkan jari tengahku ke arahnya.
"Setelah teriakanku, gema bergema di aula besar, namun suara mayat pria itu tidak terdengar lagi. Mungkin pecahan rohnya telah benar-benar dibasmi oleh 《Xuan Huang Di Jing》."
"Sampai detik ini, aku masih belum mengerti: Hantu yin apa yang merasuki mayat ini? Dari mana asalnya? Hanya dengan pecahan roh saja sudah sekuat ini, bagaimana jika segelnya terbuka dan dia benar-benar kabur? Mungkinkah... mungkinkah dia hantu yin yang selama ribuan tahun tersegel di bawah tanah seperti yang disebut Master Gui? Jika benar, siapakah dia semasa hidupnya?"
"Sepertinya sebelumnya kudengar dia menyebut diri 'Zhen' (kaisar). Apakah dia seorang kaisar dari dinasti tertentu semasa hidup?"
Semakin aku pikirkan, kepalaku semakin pusing. Belum sempat aku menemukan kejelasan, kitab《Xuan Huang Di Jing》yang melayang di udara itu—setelah membasmi hantu yin hitam—kembali berputar 360° mengelilingi aula besar, lalu terbang ke arahku. Saat halamannya menutup, sinar kuningnya berangsur memudar sebelum kitab itu perlahan melayang turun.
Perlahan kuulurkan tangan. Kupegang《Xuan Huang Di Jing》yang sinar kuningnya telah padam. Tapi persis saat jemari kananku menyentuh kitab itu, sinar kuning di lenganku menghilang. Seketika rasa sakit yang hebat menyergap!
Seiring waktu, rasa sakit itu kian menjadi-jadi!
Sakit ini berasal dari tulang sumsum, disertai sensasi terhimpit seperti dikoreti pisau. Tak tertahankan! Tangan kiriku mencengkeram erat lengan kanan sementara mulutku terus memekik keras.
Namun bahkan dengan ini, rasa sakit di lengan kananku tak berkurang sedikitpun. Malah makin menjadi. Aku tak tahan lagi—kuhempaskan tangan kanan itu ke lantai giok sekuat tenaga.
Seluruh lengan terasa seperti digerogoti puluhan pisau yang mengikis tulang. Tak ada cara apapun yang bisa meredakan rasa sakit ini, bahkan seujung rambut pun!!
Rasa sakit ini sebenarnya tak tertahankan bagi orang biasa, tidak berlebihan jika dikatakan: beri aku pisau sekarang, tanpa ragu akan kupotong lenganku sendiri! Saat aku berguling-guling di tanah tak sanggup menahan, tiba-tiba terlihat pilar batu di samping. Kutekan gigi dan bangkit, dalam pikiran muncul keinginan untuk menghantamkan diri ke pilar itu.
Demi mengakhiri siksaan tak berkesudahan ini, sekalian mengakhiri segalanya!
Tepat saat aku hendak berlari untuk bunuh diri, tiba-tiba muncul bayangan di benakku: Guru Qingfeng dengan ekspresi serius menyerahkan sarung tangan ke tanganku!
Mungkin ini berguna!!
Seketika itu juga, dengan satu tangan kuraih tas ransel dan mengeluarkan sarung tangan putih itu, langsung kukenakan di tangan kanan.
Seketika rasa sejuk menyebar dari tangan kanan ke seluruh tubuh. Sakit menggerogoti tulang yang tak tertahankan itu perlahan mereda, hingga akhirnya hilang sama sekali...
Huh~~ akhirnya tidak sakit lagi. Barusan hampir tewas disiksa. Tapi kenapa tiba-tiba tangan kananku sakit begitu? Dan kenapa hilang setelah pakai sarung tangan ini?
Jangan-jangan Master Qingfeng sudah meramalkan sarung tangan ini akan berguna dalam perjalananku? Makanya diberikannya sebelum berangkat. Untuk saat ini hanya itu penjelasannya.
Setelah memikirkan ini, aku mengangkat lengan kananku dan melihatnya. Tersirat bahwa talisman putih yang sebelumnya tidak kupahami masih ada di sana, menempel di lenganku seperti tato. Meski samar, jika dilihat seksama masih bisa terlihat jelas. Aku mengulurkan tangan dan menggosoknya perlahan, tidak ada rasa tidak nyaman sama sekali.
Melihat ini, aku kembali menunduk dan melihat ke arah dadaku sendiri. Benar saja, pola Taiji itu juga semakin memudar sebelum akhirnya tercetak di dadaku. Ini, ada masalah apa dengan segala hal ini?
Aku masih belum sepenuhnya mengerti. Sudahlah, jika belum paham lebih baik tak dipikirkan dulu. Tunggu sampai bisa keluar hidup-hidup dari sini, cari Qiu Shasha dan tanya apakah dia tahu sesuatu. Atau mungkin setelah aku pulang, tanya langsung pada Master Qingfeng yang merupakan Shifu-ku. Karena beliau bisa memberiku sarung tangan khusus ini, pasti sedikit banyak mengetahui rahasianya.
Setelah memiliki rencana dan keputusan, hatiku sedikit lebih tenang. Membungkukkan badan, kuambil kitab 《Xuan Huang Di Jing》 yang tergeletak di tanah. Kuteluskan lembut sampulnya, lalu dengan hati-hati kumasukkan ke dalam tas ransel yang selalu kubawa. Alasan aku sangat menghargai kitab 《Xuan Huang Di Jing》 ini, pertama karena ini adalah harta karun yang sudah dua kali menyelamatkan nyawaku. Kedua, kitab ini adalah hasil salinan tangan An Rushuang yang menahan rasa sakit luar biasa untuk menuliskan setiap karakternya untukku...
Begitu nama An Rushuang terlintas di pikiran, hatiku tiba-tiba berdenyut-denyut tak karuan... Rasa sakit mulai menggerogoti... Bagaimana dia bisa mengenal hantu yin berusia ribuan tahun itu? Sebenarnya apa hubungan di antara mereka? Setiap kata yang diucapkan hantu yin itu bagai pisau tajam yang terus mengiris-iris hatiku setiap kali aku mengingatnya, menyiksaku tiada henti!
An Rushuang, di manakah engkau sekarang? Aku ingin mendengar langsung darimu bahwa semua ini hanyalah omong kosongnya... Aku... sungguh-sungguh merindukanmu...
"Huu~~...!" Setelah menarik napas dalam-dalam, kuhambuskan udara perlahan. Kucoba keras untuk tidak memikirkan An Rushuang dulu. Prioritas utama sekarang adalah kabur dari aula terkunci ini.
Sambil berpikir begitu, mataku beralih ke arah Xiao Ran. Seperti dugaan, energi Yang putih di tubuhnya sudah sirna sama sekali. Titik vitalnya telah hancur. Kecuali ada keajaiban, mustahil dia bisa selamat.
Memandangi Xiao Ran yang terbaring tak bergerak di lantai, khela nafas berat. Kuhampiri jasadnya. Bagaimanapun, sebelumnya aku salah paham padanya. Qiu Shasha memang jeli menilai karakter - Xiao Ran adalah tipe yang takkan pernah mengkhianati Aliran Longhu.
Tapi yang masih membuatku bingung: Saat berdialog dengan bola mata merah itu, kenapa dia mengaku mencintai Qiu Shasha? Baru sekarang dia mengungkapkan isi hatinya yang sebenarnya. Jangan-jangan cintanya pada Qiu Shasha hanya kedok, sementara hatinya sebenarnya tertambat pada Master Lu?
Aku sama sekali tidak meragukan perkataan Xiao Ran sebelumnya kepadaku. Pertama, dia memang seorang pria paruh baya sejati. Kedua, tak ada orang yang akan berbohong sebelum ajalnya tiba.
Tapi meski Master Lu terlihat muda, usianya sudah 45 tahun. Apakah Xiao Ran tidak tahu? Tidak mungkin. Bahkan aku saja tahu usia Master Lu, apalagi Xiao Ran yang sudah lama memperhatikannya.
Mungkin inilah cinta sejati. "Cinta" terkadang sangat aneh. Jika seseorang benar-benar jatuh cinta, usia, latar belakang, jarak—semua terlupakan. Hatinya hanya terisi oleh sang kekasih.
Sambil berpikir, aku berjalan mendekati Xiao Ran. Setelah sampai di dekatnya, aku berjongkok dan perlahan membantunya bangun dari tanah. Pertama kuraih tangan untuk menguji napasnya... Tak ada. Dengan nekad kucoba lagi detak jantungnya... Juga tak ada.
Sisa harapan terakhirku langsung tenggelam. Lagi-lagi orang yang tidak seharusnya mati telah pergi...
Memandang wajah tegas Xiao Ran yang pucat tak berdarah. Alisnya berkerut ketat sebelum mati—pasti dia sangat menderita. Tanpa sengaja kulihat jejak air mata samar di sudut matanya. Apakah Xiao Ran menangis?
Melihat ini, aku tiba-tiba tersentuh olehnya. Mungkin dia pergi dengan penuh ketidakrelaan. Pasti, karena masih ada orang yang dia rindukan di dunia ini. Bagaimana mungkin dia bisa pergi dengan rela? Namun meski begitu, Xiao Ran tetap memilih untuk tinggal dan bertaruh nyawa melawan pecahan roh hantu yin berusia ribuan tahun itu, sambil menyuruh kami melarikan diri.
Keberanian dan tekad seperti yang dia miliki benar-benar membuatku merasa tidak ada bandingannya...
