Melihat cahaya itu, tubuhku seperti mendapat tenaga baru. Kupercepat langkah menuju sumber cahaya.
Saat kubawa Xiao Ran sampai ke sumber cahaya, ternyata itu mulut gua. Dari dalam, kulihat keluar melalui mulut gua—di luar gelap gulita, cahaya yang masuk ternyata putih kabur!
Meski bukan siang hari, bisa menemukan jalan keluar membuat hatiku bersemangat. Sialan! Akhirnya keluar dari bawah tanah!
Setelah membawa Xiao Ran dan An Rushuang keluar dari gua ini dengan merangkak, pertama-tama saya mencari area tanah yang relatif bersih dan membersihkan bebatuan berserakan di sekitarnya. Kemudian An Rushuang terbang jauh untuk mengambil jerami kering yang dihamparkan di tanah. Barulah saya menurunkan Xiao Ran dari punggungku dan membaringkannya di atas jerami agar tubuhnya tidak kedinginan.
Melihat wajah Xiao Ran yang mulai memerah kembali dan napasnya yang teratur saat terbaring di tanah, akhirnya saya bisa lega. Nyawanya sepertinya sudah selamat.
Langit akhirnya menunjukkan belas kasihan. Mengingat itu, saya menghela napas berat lalu duduk di tumpukan jerami di samping Xiao Ran sambil merasakan pegal di sekujur tubuh. Membawanya dalam perjalanan ini benar-benar melelahkan.
"Shisan?" Tiba-tiba An Rushuang memanggilku di samping.
"Ya?" Saya mengangkat kepala dan menyahut.
"Kamu lapar? Aku... aku akan mencarikan makanan untukmu." An Rushuang menatapku.
Mendengar perkataannya, saya segera menggelengkan kepala:
"Tidak, aku belum lapar. Ngomong-ngomong Rushuang, aku... ada yang ingin kutanyakan."
"Apa itu?" An Rushuang mendekatiku dengan wajah penasaran dan bertanya.
"Hanya... hanya..." Saat ini melihat An Rushuang, aku malah malu untuk bertanya. Di dalam pikiranku ada dua suara yang terus bertengkar, membuatku gelisah. Satu suara berkata: "An Rushuang sekarang ada di hadapanmu, saatnya memverifikasi kebenaran ucapan hantu yin itu. Kamu harus bertanya langsung padanya, apa hubungan sebenarnya antara dirinya dengan hantu berumur ribuan tahun itu?"
Suara lainnya mengatakan: "Jangan tanya! An Rushuang sudah banyak berkorban untukmu, demi menyelamatkanmu beberapa kali nyaris rohnya tercerai-berai, level spiritualnya hilang semua. Zuo Shisan, kalau di saat seperti ini kamu masih meragukannya, pantaskah kau disebut pria? Masih punya nurani? Masih punya sedikit kelapangan hati yang seharusnya dimiliki seorang pria?!"
Aku akui, dalam beberapa hal, terkadang aku bersikap kekanakan. Seperti dalam urusan istriku An Rushuang, cintaku padanya sangat mendalam. Segala hal tentangnya bisa membuatku gelisah. Kalau tidak memastikan kebenaran masalah ini, di hati seolah selalu ada simpul yang tak bisa terurai.
Mungkin ini karena terlalu mencintai, juga karena mudanya usiaku yang sulit menganggap remeh omongan orang. Dan aku memang belum pernah begitu khawatir untuk seorang wanita... Mengapa begini? Mungkin bukan karena kekanak-kanakan atau ingin tahu jawabannya, tapi karena takut kehilangan!
Takut suatu hari An Rushuang benar-benar pergi menjauh dariku!
"Shisan, apa kau ingin menanyakan hubunganku dengan hantu yin ribuan tahun itu? Oh... Aku tahu, kau sedang cemburu!" An Rushuang memang cerdas, seperti cacing dalam perutku, selalu bisa menebak isi hatiku!
Tiba-tiba ditanya seperti itu oleh An Rushuang, aku malah merasa malu. Memandanginya tanpa tahu harus menjawab apa.
An Rushuang kemudian berkata dengan tenang: "Sebenarnya aku sama sekali tidak mengenal hantu yin itu. Sebelum mengenalmu, aku bahkan belum pernah bertemu dengannya."
"Kalian belum pernah bertemu?" Perkataan An Rushuang yang mengejutkan ini disampaikan dengan ekspresi serius, bukan candaan. Jika benar begitu, berarti semua perkataan hantu yin itu sebelumnya hanyalah omong kosong!
"Shisan, katakan padaku, apa saja yang diucapkan hantu yin itu sebelumnya?" An Rushuang duduk merapat di sampingku.
Setelah mendengarnya, kutatap wajahnya: "Kau benar-benar ingin tahu?"
"Ya, aku ingin dengar kebenaran." Jawab An Rushuang.
"Baik, hantu yin itu bilang kau sengaja dikirimnya untuk menjagaku. Dia juga bilang kau bukan hanya kenal dengannya, tapi juga..."
"Juga apa?" An Rushuang menyelak.
"Dia bilang bahkan ingat letak tanda lahir di punggungmu...!" Aku mengucapkan semuanya tanpa jeda.
“An Rushuang mendengar ucapanku ini, awalnya terdiam sejenak, lalu menatapku dengan mata penuh keheranan bertanya: "Shisan, kamu... kamu bilang apa barusan? Dia bilang bahkan ingat tahi lalat di punggungku?"
“Ya...” Aku mengangguk.
Mendengar ini, An Rushuang menggigit bibirnya pelan dengan gigi, seolah mengambil keputusan, lalu mengulurkan tangan menarikku bangkit dari tanah dan langsung berjalan menuju suatu arah.
“Rushuang, kamu mau bawa aku ke mana?” Aku yang ditariknya bertanya bingung sambil mengikuti dari belakang.
“Ssst~... Jangan tanya dulu.” An Rushuang membuat isyarat diam padaku, menuntunku berjalan menuju gundukan tanah di depan.
Saat tiba di balik gundukan, An Rushuang menoleh memandangku: “Shisan, berdiri di sini jangan bergerak.” Setelah berkata demikian, ia berjalan maju sendiri dan berhenti beberapa meter dariku. Tiba-tiba terjadi pemandangan yang tak kuduga - An Rushuang membelakangiku dan mulai melepas pakaiannya!
Melihat gerakannya, aku langsung paham. An Rushuang ingin membuktikan dengan tindakan nyata bahwa semua omongan hantu yin itu hanya kebohongan belaka.
Sejujurnya dalam hatiku juga ingin melihat punggung An Rushuang. Tapi tindakannya yang rela menanggalkan pakaian demi membuktikan kesuciannya justru membuat hatiku tersayat. Kurasakan sikapku terlalu bersikap kekanakan. Bagaimanapun juga, seharusnya aku memilih percaya pada An Rushuang tanpa membuatnya merasa diperlakukan tidak adil sedikitpun.
"Jadi kalau dipikir-pikir, aku buru-buru berteriak ke An Rushuang: 'Rushuang, jangan buka baju lagi, aku percaya kamu, benar-benar percaya.'"
An Rushuang tidak menghentikan gerakannya setelah mendengar ucapanku, malah berkata: "Shisan, percaya atau tidak itu urusanmu. Membuktikan diri bersih atau tidak itu urusanku. Kedua hal ini dasarnya berbeda. Lagipula aku tahu kamu peduli padaku. Aku tak mau orang yang peduli padaku menyimpan kecurigaan di hati..." Begitu ucapannya selesai, pakaian di tubuhnya meluncur ke tanah. Kulitnya yang mulus seperti giok lemak domba pun terbuka.
Kulihat kulit punggung An Rushuang sejernih es giok, putih tak bercacat dari atas ke bawah. Apalagi tahi lalat? Jelas-jelas hantu keparat itu sengaja memprovokasiku dengan membawa-bawa nama An Rushuang, mulutnya penuh kebohongan!!
Tapi... punggung An Rushuang memang cantik luar biasa. Mataku tak bisa berpaling. Bentuk tubuhnya sempurna, meski hanya punggung yang terbuka, cukup membuatku yang masih perjaku ini darahnya mendidih, jantung berdebar kencang, napas jadi tersengal...
"Shisan, sudah selesai melihat?" Tiba-tiba An Rushuang bertanya padaku.
"Ah... ah~ Aku... aku sudah selesai..." Terdengar namaku dipanggil, barulah kusadarkan rohku yang melayang di dekatnya. Kutatap dia sambil gagap-gagap menjawab.
Setelah mendengar ucapanku, An Rushuang tersenyum kecil, mengambil pakaiannya dari tanah dengan kedua tangan, lalu memakainya perlahan.
"Rushuang, maafkan aku... Aku seharusnya mempercayaimu." Saat ini kulihat An Rushuang yang sedang membalikkan badan, wajahnya agak kemerahan. Pipiku sendiri mulai terasa panas, aku gagap memandangnya.
An Rushuang justru berkata lembut padaku: "Shisan, tak perlu minta maaf. Sikapmu justru membuatku semakin tenang, karena itu aku juga ingin memberimu ketenangan yang sama."
"Mengapa sikapku seperti itu bisa membuatmu tenang?" Aku bertanya sambil memandangnya dengan bingung.
An Rushuang merapikan sehelai pita rambutnya, tersenyum tanpa langsung menjawab. "Shisan, ayo kita kembali? Xiao Ran butuh perawatan, kita tak boleh pergi terlalu lama."
"Ya, baik." Aku mengangguk, lalu berjalan pulang bersama An Rushuang.
Di perjalanan, An Rushuang berkata: "Shisan, dunia ini rapuh seperti sarang semut, hubungan manusia mengambang bagai perahu kecil. Kuharap kau bisa membentangkan langit untukku - tak perlu luas, cukup sebagai tempatku berpijak, jauh dari sarang semut itu, jauh dari perahu yang terombang-ambing..."
Mendengar kalimat ini, aku yang selalu ranking kedua dari bawah ini langsung membeku. Dengan malu kutatap An Rushuang: "Rushuang, maksudmu 'dunia rapuh seperti sarang semut, hubungan manusia mengambang bagai perahu' apa ya?"
