Hanya mendengar kata itu saja, seluruh tubuhku langsung gemetar. Lu Yu ternyata hendak menggunakan "Jiu Feng Po Hui Gang"!!
"Fajar!" Kata kedua meluncur dari mulut Lu Yu...
"Hancur!"
"Najis!"
"Jalan!"
"Angker!"
"Esensi!"
"Musnah!"
"Mati!"
Setelah sembilan kata terucap, aku bisa melihat jelas energi Yang di tubuh Lu Yu tiba-tiba melonjak drastis. Kedua tangannya dengan lihai membentuk serangkaian mudra sambil berseru: "Jiu Feng Po Hui Gang! Chi!!!" Begitu perintah keluar, sembilan kertas jimat berpendar kuning mulai melayang dari tubuhnya dan melesat cepat ke arah Xiao Ran!!
Sembilan kertas jimat itu terbang menuju sembilan titik berbeda di tubuh Xiao Ran tanpa menyisakan celah sedikitpun.
Melihat ini, Xiao Ran menyipitkan kedua matanya sambil gesit mundur selangkah. Ia menggigit jarinya sendiri lalu mengoleskan darah ke Cermin Bagua di tangannya. Cahaya kuning dari cermin itu semakin terang sebelum dilemparkannya ke arah kertas-kertas jimat.
Sinar kuning dari cermin langsung menghadang kertas-kertas jimat yang melayang di udara. Namun tak sampai beberapa detik, retakan mulai muncul di permukaan Cermin Bagua itu hingga akhirnya pecah berkeping-keping dengan suara gemerincing.
"Tapi Xiao Ran malah memanfaatkan kesempatan ini untuk menghindar ke samping. Sembilan kertas jimat itu menghantam tanah tempat Xiao Ran berdiri tadi, memercikkan beberapa percikan api!"
Melihat Xiao Ran berhasil menghindar, Lu Yu mendengus. Tubuhnya bergerak cepat kembali menyerang Xiao Ran. Dengan dua lompatan, dia sudah berada di depan Xiao Ran. Tangannya menyambar seperti pisau, menyerang wajah Xiao Ran.
Xiao Ran segera menangkis dengan gesit. Serangan berikutnya datang bertubi-tubi, Xiao Ran terus menghindar.
Aku memperhatikan Xiao Ran yang terus-menerus bertahan tanpa membalas serangan Lu Yu. Jantungku berdebar gelisah. Aku memutuskan untuk langsung menyerang Lin Sen. Entah apakah Lu Yu saat ini dikendalikan oleh Lin Sen atau tidak, setidaknya harus kucoba.
Begitu tekadku bulat, kakiku langsung melesat menuju Lin Sen. Lin Sen yang melihatku menyunggingkan senyum aneh, lalu berbalik badan dan berlari masuk ke area gelap di belakangnya.
"Shisan, jangan kejar musuh yang sudah terpojok!!" Suara peringatan Qiu Shasha menggema di belakangku.
Meski mendengar teriakan Qiu Shasha, langkahku tak juga berhenti. Pertama, aku tak mau membiarkan si keparat Lin Sen kabur di depan mataku. Kedua, aku penasaran ingin tahu trik apa lagi yang akan dimainkannya.
"Ada satu alasan lagi yang paling penting, yaitu aku ingin menggunakan 'perangkap' yang dipasang Lin Sen untuk menguji perubahan tiba-tiba yang terjadi pada tubuhku sebelumnya. Mengapa pria paruh baya yang bisa menggambar jimat itu menusuk-nusuk tubuhnya sendiri dengan pisau belati sampai penuh lubang berdarah, namun sihir yang digunakannya sama sekali tidak melukaiku? Apa sebenarnya penyebabnya ini?"
"Apakah karena pola Taiji di dadaku? Atau karena 'Energi Zhen Tanpa Batas' yang baru saja kupelajari?"
Mengikuti Lin Sen dan berlari tidak jauh, dia tiba-tiba berhenti lalu menoleh padaku: "Zuo Shisan, tahukah kamu sudah berapa lama aku menunggu hari ini?"
Mendengar perkataannya, aku tidak langsung menjawab. Pertama-tama kuperiksa sekeliling dengan cermat, dan benar saja - di belakang Lin Sen ada energi Yin yang kadang muncul kadang hilang. Jika tidak diperhatikan baik-baik, mudah terlewat.
Ada penyergapan.
"Zuo Shisan! Jangan pura-pura tuli! Malam ini di sini akan menjadi kuburanmu!!" Lin Sen berteriak sambil mengeluarkan dua lembar kertas jimat hitam yang ditempelkan di titik vital dada dan dahinya.
Saat kertas jimat itu menempel di tubuhnya, kulihat jelas energi Yin yang tadi di belakangnya mulai meresap masuk ke dalam tubuhnya.
Arwah Yin merasuki tubuh?!
Melihat ini, aku tak lagi ragu. Kuangkat Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks lalu menggoreskan luka kecil di lenganku, mengoleskan darah ke pisau belati itu. Tapi segel pada senjata itu masih belum terbuka...
"Bangsat! Apakah jatah segel bulan ini sudah habis?? Aku benar-benar sial, di saat genting ini pisau Naga Lilin dan Burung Feniks sudah mencapai batas pemakaian. Dengan pasrah, kusimpan pisau itu lalu membentuk mudra dengan satu tangan sambil berseru keras: 'Qi tak tercerai, shen tak redup. Dalam keheningan lahir Yang Satu. Lóng Hŭ Qī Shè Yìn! She!!'" Setelah mantra selesai, tangan kananku tiba-tiba menyala dengan cahaya kuning pekat.
Kulempar pandang lagi ke arah Lin Sen. Kulihat tubuhnya dikelilingi energi Yin, matanya merah darah, kulitnya mulai dipenuhi garis-garis merah seperti cacing merayap di sekujur badannya. Pemandangan itu membuatku mual!
Saat aku bersiap menyerang, Lin Sen tiba-tiba menengadah. Sepasang mata merahnya menatapku sambil mengucapkan sesuatu dalam bahasa asing yang tak kupahami:
"Zuo 13, anata ga shitteiru watashi wa dare desu ka?"
Kucermati, sepertinya itu bahasa Jepang.
"Bicara pakai bahasa manusia, dasar!!" teriakku pada Lin Sen.
Mendengar hardikanku, Lin Sen langsung berganti menggunakan bahasa Mandarin kaku: "Zuo Shisan, tahukah kamu siapa aku?"
"Bukannya si keparat 'Xiangtian' itu?!" jawabku dingin pada sosok yang merasuki Lin Sen. "Aku ini kan tidak otak rusak. Kalau sampai tidak tahu, mending pulang ke Kuil Qingzhu memberi makan ayam saja!"
Xiangtian mendengar jawabanku hanya menyeringai dingin:
"Zuo Shisan, tahukah kamu di mana An Rushuang sekarang?"
Ketika aku mendengar tiga kata "An Rushuang" dari mulut Xiangtian, bagian paling rapuh di kedalaman hatiku langsung tersentuh. Seluruh kesadaranku langsung kacau, kata-kata pun meluncur tak terkendali:
"Dia di mana sekarang?!" Begitu pertanyaan itu keluar, aku langsung menyesal. Tempat An Rushuang sebenarnya tak perlu dijawab si keparat ini, di hatiku sendiri aku tahu pasti dia sedang menanggung dosa dan menderita di alam baka untukku. Maka, aku memutuskan apapun yang akan diarang Xiangtian selanjutnya, tak akan kupercayai.
Xiangtian melirik, berkata dingin: "Istri hantumu An Rushuang, sekarang sedang di tempat tuanku..."
Mendengar perkataan Xiangtian, tiba-tiba muncul ide brilian di kepalaku. Aku segera pura-pura terpukul, menunjukkan ekspresi kacau-balau seolah termakan kebohongannya...
Melihat keadaanku, Xiangtian menyeringai dingin. Kedua matanya menyala dengan kilatan jahat. Tubuhnya bergerak cepat menerjang ke arahku!
Dasar p****n! Justru kutunggu kedatanganmu!!
Dari sudut mataku kulihat gerakannya. Segera kuhayunkan tangan kanan yang bermantra "Lóng Hŭ Qī Shè Yìn", menghantam tubuh Xiangtian sekuat tenaga...
Xiangtian terkejut, berteriak ingin menghindar tapi terlambat. Tangan kananku mendarat keras di tulang rusuk kirinya!
Dengan jeritan menderita, si kura-kura tua keparat Jepang itu terlempar jauh akibat pukulanku!
"Manfaatkan kelemahanmu, ambil nyawamu!" Ini adalah pelajaran berharga yang kudapat setelah melewati banyak pencucian hidup dan mati. Jadi saat melihat Xiangtian terpental akibat pukulanku, tanpa ragu sedikit pun aku langsung mengejarnya.
Begitu Xiangtian baru saja bangkit dari tanah, aku sudah berlari menghampirinya. Kembali kukibaskan tangan kanan sekuat tenaga menghantam tulang rusuk kirinya dengan pukulan maut!
Kali ini Xiangtian segera menyilangkan kedua lengannya untuk melindungi dadanya, namun sekali lagi tubuhnya terlempar jauh oleh pukulanku!
Melihat Xiangtian terpental lagi, aku sadar meski jurus pertama Lóng Hŭ Qī Shè Yìn bisa melukainya, selama tidak mengenai titik vital tubuhnya, mustahil memberikan pukulan mematikan. Karena itu aku tak terus mengejar, malah berdiri di tempat membentuk mudra jurus kedua sambil berteriak: "Hun tak terpecahkan, esensi terkumpul. Gelap-terang seimbang dua Yang. Lóng Hŭ Qī Shè Yìn! She!!" Begitu mantra selesai, sinar kuning di tangan kananku langsung berpendar terang.
Saat jurus kedua siap, kulepaskan pandangan ke arah Xiangtian. Aku terkejut melihatnya membungkuk sambil menggambar sesuatu di tanah!
"Hukum langit sempurna, tiga-lima selesai. Matahari-bulan lenyap, masuk ke kegelapan. Qi menyebar di Jalan, menghubungkan Shen. Memanggil air suci, menghancurkan angker hantu pencuri... Siapa berani rencanakan kejahatan, terimalah balasannya..." Xiangtian mengucapkan mantra aneh dengan kaku. Tiba-tiba lapisan Energi Yin hitam menyembur dari tanah.
“Shisan, hati-hati, dia sedang memanggil Jiao Guan Shu!!” Suara Qiu Shasha terdengar di belakangku.
“Jiao Guan Shu? Apaan tuh?” Aku menoleh melihat Qiu Shasha dan bertanya.
“Jiao Guan Shu, Jiao Guan Shu, aliran darah bagai sungai, rakyat menderita...” Qiu Shasha menatapku serius sambil mengucapkan kalimat itu.
