Mendengar batuk Lu Yu, hatiku bergetar lalu mengencang bagai tersentuh sesuatu. Segera kuberhentikan langkah dan memanggil rombongan di depan. Perlahan kubaringkan Lu Yu di tanah.
"Master Lu? Master Lu?..." Aku mencoba memanggilnya beberapa kali sambil memandangi tubuhnya yang terbaring.
Master Lu terbaring dengan mulut menganga dan alis berkerut, tampak sangat kesakitan. Xiao Ran yang berdiri di samping segera berjongkok, membuka kelopak mata Master Lu dengan jarinya untuk memeriksa.
"Xiao Ran, bagaimana kondisi Master Lu sekarang?" Tanyaku gelisah sambil menoleh padanya.
"Tidak apa-apa, Shisan. Lanjutkan membawa Master Lu di punggungmu. Kita harus melanjutkan perjalanan." Xiao Ran berdiri sambil berkata demikian.
Kutatap tubuh Master Lu yang kembali terlihat seperti tertidur lelap di tanah. Setelah menghela napas, kugendong lagi dia dan mengikuti rombongan melanjutkan perjalanan.
Melewati lembah rendah yang dalam ini, Yunyan yang memimpin di depan mengganti arah, melanjutkan perjalanan beberapa saat. Saat ini kami telah keluar dari area salju Gunung Kunlun, menuju ke daerah liar berwarna kuning di depan.
Sepanjang perjalanan, karena mempertimbangkan tiga gadis dengan stamina lemah di belakang dan angin yang mulai bertiup, kami berjalan cukup pelan. Meski begitu, salah satu dari mereka mulai kelelahan, tertinggal di belakang rombongan dengan kepala tertunduk dan penampilan yang suram...
Melihat ini, Qiu Shasha terpaksa berhenti sejenak untuk beristirahat. Setelah gadis itu minum sedikit air, wajah pucatnya tanpa darah itu mulai membaik.
Aku melirik gadis dengan fisik terlemah itu, rasa khawatir muncul di hati. Di lingkungan ekstrem Gunung Kunlun ini tanpa persediaan makanan, aku tidak tahu apakah dia bisa bertahan sampai akhir.
Memikirkan ini, hatiku tersentuh. Aku berdiri dan mengeluarkan buah merah yang dulu kumakan bersama Xiao Ran di gua dari tas, lalu menghampiri gadis itu.
"Ini untukmu, makanlah." Sambil berdiri di hadapannya, kuulurkan buah di tanganku.
Tiba-tiba setelah mendengar suaraku, dia terkejut setengah mati, mengangkat kepala dan menatapku beberapa saat, baru perlahan mengulurkan tangan gemetar untuk menerimanya. Di matanya terus terpancar kewaspadaan dan ketakutan terhadapku.
Entah mengapa, saat melihat keadaan gadis ini, hatiku diliputi perasaan sedih yang tak terjelaskan, sangat tidak nyaman. Sebenarnya apa yang telah dilakukan para sialan pemakan daging manusia itu pada para wanita ini, sampai mereka masih belum bisa lepas dari bayang-bayang masa lalu?
Memikirkan ini, akhirnya aku tak tahan lagi dan bertanya pada gadis itu: "Hei, bisa tidak kamu memberitahuku apa yang para psikopat itu lakukan padamu sebelumnya?"
Mendengar pertanyaanku, tubuh gadis itu gemetar sejenak sebelum mengangkat kepala menatapku, lalu langsung menggelengkan kepala. Jelas maksudnya: dia tak ingin mengungkit masa lalu.
Melihat ini, aku mengangguk penuh pengertian dan tak memaksanya. Aku mencari tempat duduk sendiri, mulai memanfaatkan waktu istirahat ini untuk berlatih gerakan pertama "Energi Zhen WuJi" dengan posisi bersila.
Baru saja duduk bersila, mataku melirik ke arah si pria gemuk. Ternyata si babi mesum ini juga memanfaatkan waktu istirahat dengan sengaja duduk di sebelah gadis bernama Yunyan, mengajaknya mengobrol...
Melihat ini, aku melontarkan pandangan jijik ke arah si gemuk. Kalau terus begini, buat apa aku yang memperkenalkan? Baru sebentar saja sudah lebih akrab daripadaku...
Kami semua duduk di tempat, minum sedikit air, beristirahat sekitar setengah jam lebih sebelum melanjutkan perjalanan.
"Begitu kami memulai perjalanan kali ini, kami terus berjalan sepanjang sore hingga langit mulai remang-remang. Qiu Shasha baru menyuruh semua orang berhenti. Sambil mengamati sekeliling, kami menemukan daerah yang relatif rendah. Di sekitar, kami mengumpulkan jerami kering dan semak-semak untuk alas, membuat 'tempat tidur' yang sangat sederhana sebagai tempat istirahat malam itu."
"Karena di tanah kosong sekitar sini sangat sedikit tumbuhan, dan sebagian besar sudah digunakan untuk alas, sama sekali tidak ada sisa bahan untuk menyalakan api unggun. Begitu hari gelap, beberapa orang ditugaskan berjaga sementara yang lain berhimpitan dan tidur."
"Meski perbedaan suhu siang-malam di sekitar Gunung Kunlun sangat ekstrem, tetapi alas tidur yang tebal dan kehangatan dari tubuh yang berhimpitan membuat malam itu tidak terlalu dingin."
……
"Setelah berbaring, mungkin karena kelelahan fisik yang menumpuk dan kurang istirahat akhir-akhir ini, tak lama kemudian mataku terasa berat dan aku pun tertidur lelap..."
"Dalam keadaan setengah sadar, aku kembali memimpikan An Rushuang."
"Dalam mimpiku, dia menatapku dengan senyum samar, masih sama mempesona dan cantiknya seperti dulu. Melihat An Rushuang, tanpa kusadari langkahku mulai mendekatinya pelan-pelan."
"An Rushuang juga menatapku tanpa berkedip, dua aliran air mata jernih mengalir deras dari sudut matanya."
"Dia tersenyum, dan dengan senyuman itu berkata padaku:"
"'Shisan, kamu datang. Aku tahu kamu pasti akan datang.'"
"Mendengar kata-katanya, aku segera berlari mendekat dan memeluknya erat. Sambil terus menguatkan pelukan, kuberbisik lembut di telinganya:"
“Rushuang, maafkan aku, maafkan aku, sudah membuatmu menunggu begitu lama……”
Begitu kata-kataku habis, tiba-tiba kurasakan sesuatu yang basah dan lengket menempel di dadaku.
Merasakan itu, refleks kutunggangkan kepala. Seketika seluruh tubuhku gemetar.
An Rushuang yang kupeluk erat tak lagi secantik bunga. Rambutnya memutih seketika, keriput menghiasi wajahnya. Proses penuaan itu semakin cepat: garis-garis dalam muncul di pipinya yang semulus giok, mata sipitnya dipenuhi kerutan ikan...
Hanya sekejap, sosok nenek renta muncul di hadapanku.
Melihat ini, selain terkejut, rasa khawatirku memuncak. “Ru-Rushuang, apa yang terjadi??” tanyaku panik.
Dengan gemetar, An Rushuang mengangkat wajahnya. Matanya yang keruh menatapku: “Shisan... jujurlah. Jika aku tak lagi cantik, tubuhku tak lagi indah... akankah kau tetap menyukaiku seperti dulu?” Tatapannya sungguh-sungguh, tak lepas dariku.
Menghadapi pertanyaannya, aku terdiam. Bagaimana harus menjawab "An Rushuang" yang sudah berubah jadi nenek ini?
Kata-katanya bagai jarum perak menusuk relung hati, menghancurkan semua kepalsuan, tertancap dalam-dalam di sanubariku!
“Aku... Aku tidak tahu...” Aku menatap An Rushuang di depanku yang beruban dan berkerut wajahnya. Aku bingung, jika An Rushuang benar-benar kehilangan kecantikan bunga dan lekuk tubuhnya yang anggun, bisakah aku tetap menyukainya seperti dulu? Dan aku juga tidak ingin membohonginya, jadi langsung kujawab tidak tahu.
Mata An Rushuang jelas-jelas menyiratkan kekecewaan saat mendengar jawabanku. Ia berbisik pelan, "Shisan, apa yang kau sukai dariku? Diriku atau kecantikanku?"
Pertanyaannya membuatku terpaku. Apa yang sebenarnya kusukai? Dirinya atau wajahnya yang secantik bunga?
An Rushuang terdiam lama sebelum akhirnya tersenyum, "Buddha berkata: Tiada wujud diri, tiada wujud manusia, tiada wujud makhluk..." Perlahan tubuhnya mulai memudar sedikit demi sedikit hingga akhirnya menghilang di hadapanku.
"Rushuang, Rushuang! Jangan pergi! Jangan tinggalkan aku..." Aku panik melihatnya menghilang lagi, berteriak-teriak memanggilnya ke segala arah.
"Shixiong, Shixiong..." Dalam kesamaran, kudengar suara pria gemuk memanggilku. Ada yang mendorong tubuhku perlahan. Kesadaranku mulai pulih. Saat kubuka mata, pria gemuk itu sudah berdiri di hadapanku.
"Shixiong, kau mimpi basah apa semalaman? Terus-terusan memanggil Rushuang!" Pria gemuk itu menyeringai licik menatapku.
Mendengar ucapan pria gemuk itu, aku menghela napas panjang lalu tiba-tiba bangkit dari tanah. Setengah terengah-engah, aku menatapnya dan bertanya: "Hei pria gemuk, aku mau tanya sesuatu."
"Tanyakan saja. Tapi Shixiong, aku ingatkan, dua jam sudah lewat, giliranmu berjaga malam." Pria gemuk itu berkata padaku.
"Menurutmu apakah aku tipe orang yang mengutamakan penampilan?" Aku menatap pria gemuk itu dengan serius.
Tanpa pikir panjang, pria gemuk itu langsung menjawab:
"Iya, kamu..."
