"Sudah berapa lama mereka pergi?" Tanyaku pada pria gemuk.
"Belum lama, hari baru saja terang..." jawab pria gemuk itu.
"Oh..." Aku mengangguk, menepuk kepalaku lalu duduk di tanah. Kucoba mengingat mimpi yang kualami saat pingsan tadi—apa maknanya?
Mengapa saat memimpikan An Rushuang, aku juga melihat Bai Ruotong? Dalam mimpi itu, mengapa Bai Ruotong mengatakan hal-hal itu padaku? Apa itu 'Pejabat Hantu dari Alam Baka' yang dia sebutkan?
Jangan-jangan pejabat hantu itu lebih hebat dari Jenderal Yin seperti Bai Wuchang dan Hei Wuchang?
Tapi saat pikiranku semakin jernih, setelah kurenungkan baik-baik, akhirnya semua menjadi jelas: mungkin "Bai Ruotong" yang muncul dalam mimpiku itu bukan Bai Ruotong yang sebenarnya!
Karena meskipun aku dan Bai Ruotong belum lama berkenalan, tapi sifat dan temperamennya sudah kuketahui. Kata-kata itu pasti tidak akan keluar dari mulutnya. Jadi "Bai Ruotong" yang tiba-tiba muncul dalam mimpiku kemungkinan besar adalah jenazah perempuan yang mirip dengannya yang pernah kutemui di makam kuno sebelumnya.
Tapi ada satu hal yang tidak kupahami: Mengapa jenazah itu bisa masuk ke dalam mimpiku, dan selalu menggunakan berbagai cara untuk membuatku mencarinya?
Apa tujuan sebenarnya dari semua ini? Apakah dia bisa hidup kembali jika kutemui? Juga, mengapa tadi malam kepalaku sakit sekali sampai pingsan? Apakah ilmu Tao "Energi Zhen Wu Ji" memiliki efek samping lain yang tidak kuketahui?
Jika benar begitu, ini akan jadi masalah besar...
Saat aku sedang merenung, pria gemuk mendorong bahuku dan bertanya: "Shixiong, kenapa kamu melamun?"
Kulihat pria gemuk itu dan berkata: "Tidak ada, cuma ada sesuatu yang mengganjal di hati..."
"Mengganjal apa?" Pria gemuk itu terus bertanya.
Aku menggelengkan kepala dan mengalihkan topik. Melihat Yunyan di kejauhan, aku bertanya: "Hei gemuk, gimana kabarmu dengan nona itu?"
Mendengar pertanyaanku, pria gemuk itu menggaruk kepalanya dan tersenyum canggung:
"Hehe, biasa saja. Dia kayaknya tidak tertarik, jarang mau ngobrol..."
"Coba kita usahakan, cinta sejati bukan hanya sekedar mengocok telepon lalu langsung ke kamar, semuanya berjalan setahap demi setahap..." Aku menatap pria gemuk itu berkata.
Mendengar perkataanku, pria gemuk itu seolah kembali bersemangat, mengangguk berat beberapa kali.
……
Lebih dari dua jam kemudian, sambil duduk di tanah, dari kejauhan kulihat dua siluet manusia berjalan cepat mendekati kami. Tanpa perlu melihat detail, kutebak itu pasti Qiu Shasha dan Xiao Ran yang kembali dengan tangan kosong.
Dari jarak jauh, Qiu Shasha sudah melihatku bangun. Ia berlari mendekat, lalu bertanya: "Shisan, kapan kau siuman? Bagaimana kondisi tubuhmu? Apakah kepalamu masih pusing?"
Aku yang masih duduk di tanah menjawab: "Sudah lama bangun. Rasanya jauh lebih baik. Kalau begitu, bagaimana kalau kita segera bersiap melanjutkan perjalanan?"
Qiu Shasha memandangku dengan khawatir: "Tubuhmu sanggup?" Tanpa menunggu jawabanku, ia langsung menambahkan:
"Bagaimana kalau... aku gendong saja? Aku kuat..."
Aku tersenyum padanya:
"Tidak perlu, benar-benar tidak apa-apa..." Sambil berkata demikian, aku bangkit dari tanah dan melompat beberapa kali untuk membuktikan kondisi tubuhku yang sudah pulih.
Qiu Shasha masih ragu-ragu bertanya:
"Kau benar-benar tidak apa-apa?"
"Tidak apa-apa!"
“Baiklah, mari kita bersiap-siap melanjutkan perjalanan. Di sekitar sini tak ada makanan untuk mengganjal perut. Kita tidak bisa menunda-nunda waktu, cepatlah kita pergi dari sini sebelum kelaparan.” Qiu Shasha berkata sambil memanggil semua orang untuk mulai berjalan.
Tugas Yunyan sebagai penunjuk jalan telah selesai. Sekarang yang kita hadapi hanyalah jalan lurus hingga ujung untuk keluar dari daerah tandus ini.
Sepanjang perjalanan, rombongan sudah beberapa kali makan tidak teratur hanya minum air. Ditambah gejala altitude sickness karena udara tipis di dataran tinggi, kecuali aku, pria gemuk, Qiu Shasha, dan Xiao Ran, Yunyan dan yang lainnya mulai menunjukkan gejala lemas. Jalan mereka sangat lambat.
Melihat kondisi mereka, hatiku gelisah. Jika terus begini, belum tentu bisa keluar dari gurun ini. Bahkan bertahan sampai hari ini saja masih diragukan.
Sambil menghela nafas, kuambil sisa-sisa buah merah dari tas ranselku. Kuhampiri Yunyan dan menyuruhnya membagikan ke tiga pria dan dua wanita itu untuk dimakan.
Setelah melihat Yunyan membagikan buah-buahan itu, kami melanjutkan perjalanan. Sambil berjalan, kupikir: Bantuanku hanya sampai di sini. Apakah mereka bisa keluar bersama dari daerah tandus ini, tergantung takdir masing-masing dan hasrat bertahan hidup mereka...
Sepanjang hari ini, Qiu Shasha hanya beristirahat sekali di tengah perjalanan, sisa waktu terus berjalan tanpa henti. Hampir senja baru berhenti. Sepanjang hari berjalan, Yun Yan dan yang lainnya nyaris tak mampu berdiri. Melihat kami berhenti, mereka semua terduduk di tanah lemas tak bergerak, bahkan tak punya tenaga untuk berbicara.
Melihat kondisi mereka, aku tak tahan bertanya pada Qiu Shasha: "Shasha, berapa lama lagi kita harus berjalan sebelum keluar dari sini?"
Qiu Shasha memperhatikan peta di tangannya beberapa saat setelah mendengar pertanyaanku, lalu menatapku serius: "Jarak tersisa tidak jauh. Jika tidak ada hambatan, paling lambat besok siang kita sudah bisa keluar..."
Mendengar jawabannya, hatiku berbunga-bunga. Aku segera berlari ke arah Yun Yan dan yang lain untuk memberitahu kabar baik satu-satunya ini.
Wajah mereka langsung berseri-seri mendengar kabarku. Mata semua orang berkilauan - sinar kehidupan baru setelah lolos dari maut!
Kulihat senyum mengembang di wajah masing-masing. Hatiku ikut bahagia untuk mereka.
Setelah kabur dari sini, mereka akan bertemu kekasih dan keluarga tercinta, takkan terpisah lagi. Tapi aku berbeda. Meski berhasil keluar, orang yang paling ingin kulihat tetap tak bisa kutemui...
Inilah mungkin takdir. Ah!... Takdir jahanam yang suka mengacau ini!!
“Shisan, peta dan pisau belati yang kuberikan padamu di istana bawah tanah itu kemana?” Xiao Ran tiba-tiba mendekatiku saat kami sedang menyiapkan tempat tidur.
Aku buru-buru menjawab, “Kuserahkan semuanya ke si gemuk...” Memanggil si gemuk yang segera mengeluarkan peta dan pisau belati dari sakunya untuk diberikan ke Xiao Ran.
Xiao Ran menyimpan pisau itu tanpa melihat, lalu membuka peta dengan hati-hati. Aku penasaran ikut mengintip isi peta tersebut.
Seketika hatiku bingung – peta di tangan Xiao Ran itu sama sekali kosong tanpa coretan apapun!
Xiao Ran sendiri tertegun lama memandangi peta. “Xiao Ran, jangan-jangan ini peta palsu?” tanyaku tak sabar.
“Tidak mungkin palsu. Mungkin cara membukanya salah. Nanti akan kuperiksa di Aliran Longhu,” jawabnya sambil menyimpan peta itu.
“Xiao Ran, selama ini kamu pura-pura membelot hanya untuk peta dan pisau ini?” tanyaku menyelidik.
“Tidak hanya itu. Juga untuk mencari persembunyian roh hantu yin. Tapi makhluk licik itu tak meninggalkan jejak sama sekali,” ujarnya sambil menggulung peta ke dalam sakunya.
……
Malam perlahan tiba, hari ini giliranku berjaga pertama. Saat aku duduk di atas jerami kering menatap bintang dan bulan, seseorang perlahan mendekat ke arahku.
Mendengar suara langkah kaki, aku penasaran menoleh. Ternyata Qiu Shasha yang datang.
Dia duduk di sampingku, mengobrol santai sambil memandang bintang. Tiba-tiba dia menoleh dan bertanya, "Shisan, buku yang kau gunakan saat melawan zombie liar itu, apakah 《Xuan Huang Di Jing》?"
Aku tak bermaksud menyembunyikannya dari Qiu Shasha, "Iya."
Qiu Shasha melanjutkan, "Bukankah 《Xuan Huang Di Jing》 sudah disita alam baka? Kenapa masih ada padamu?"
