Setelah sepuluh kali melantunkan sutra, kulihat hantu yin di dasar sumur itu perlahan melayang keluar dan menghilang ke kejauhan. Aku langsung menarik napas lega.
Sebenarnya sejak tadi aku khawatir energi dendam hantu yin yang baru saja menjadi pengganti korban hantu perempuan di sumur ini terlalu kuat, tidak rela kudoakan. Rupanya kekhawatiranku berlebihan. Di dunia ini masih banyak orang baik yang berhati suci.
"Xiao Daozhang, sudah selesai?" Saat aku baru saja selesai melantunkan sutra, paman tadi mendatangiku bersama beberapa orang dan bertanya.
Aku memutar badan dan mengangguk padanya:
"Sudah. Kalian bisa turun mengambil mayatnya sekarang. Sudah aman."
Mendengar perkataanku, paman setengah baya itu segera memimpin orang-orang menurunkan mayat.
Persis saat itu, telingaku menangkap suara sirene polisi dari kejauhan. Kulihat ke ujung jalan desa, dua mobil polisi berkedip-lampu perlahan mendekati desa ini.
Melihat ini, aku segera memanggil si pria gemuk untuk pergi. Sejak beberapa kali masuk kantor polisi sebelumnya, mobil polisi selalu kupersepsikan sama dengan "masalah" di pikiranku.
Aku dan pria gemuk baru saja keluar dari kerumunan, wanita yang sebelumnya mencari kami di Kuil Qingzhu pun mengejar.
Melihat keadaannya, aku segera menyuruhnya mengantar kami ke rumahnya untuk memeriksa suaminya. Saat ini yang kuinginkan adalah menyelesaikan urusan ini secepatnya dan kembali ke Kuil Qingzhu untuk latihan, karena waktu yang tersisa tidak banyak lagi. Aku harus memanfaatkannya sebaik mungkin.
Mengikuti wanita itu, kami tiba di sebuah rumah yang agak terpencil di Desa Wang. Sebelum masuk ke dalam rumah, dari halaman sudah kulihat pancaran samar Energi Yin dari salah satu kamar.
Melihat ini, aku tak bisa menahan senyum tipis: Meski ada Energi Yin, tapi intensitasnya lemah.
Wanita itu mengantar kami masuk ke dalam rumah, lalu mendorong pintu sebuah kamar dan masuk.
Lampu menyala, tapi ruangan tetap remang-remang. Tatapanku beralih ke kasur - kosong melompong. Saat kuperhatikan sekeliling, terlihat seorang pria sedang berlutut di depan cermin sambil menghadap ke cermin, seperti menyembah bayangannya sendiri.
Energi Yin yang kulihat sebelumnya ternyata berasal dari tubuh pria ini.
Pria gemuk di belakangku bertanya: "Shixiong, ada apa dengan orang ini? Kenapa menyembah diri sendiri? Lihat pakaian yang dikenakannya!"
Baru kusadari pria ini mengenakan baju hitam bermotif lingkaran-lingkaran kuning. Ini jelas-jelas baju kematian untuk jenazah!!
Menghadapi situasi ini, aku mulai bertanya-tanya dalam hati: Di tengah malam seperti ini, seorang pria mengenakan baju kematian mayat, berlutut di depan cermin di lantai, terus-menerus membungkuk menghormat ke diri sendiri. Situasi seperti ini di rumah siapa pun pasti tak bisa ditahan...
"Kak, suamimu sudah beberapa hari seperti ini?" Aku menoleh melihat wanita itu dan bertanya.
Wanita itu mengangguk padaku:
"Iya, setiap tengah malam mulai kambuh, sendiri membungkuk ke cermin, sekali membungkuk bisa satu dua jam, tak bisa dihentikan."
Mendengar perkataan wanita itu, aku mengeluarkan selembar Fu Pengusir Enam Jia dari tas ranselku, lalu menyuruh si pria gemuk mengajak wanita itu menunggu di luar kamar.
Melihat pintu tertutup, aku pun perlahan mendekati pria yang masih berlutut di lantai.
Pria yang sedang membungkuk ke diri sendiri itu seolah tak mendengar kedatanganku, tetap seperti robot terus membungkuk. Dari cermin kulihat wajahnya.
Wajah persegi, mata cekung, Yintang menghitam, seluruh tubuhnya tak ada secercah energi vital.
Saat aku berada di belakangnya dan hendak menempelkan Fu Pengusir Enam Jia ke punggungnya untuk uji coba, tiba-tiba pria berlutut itu bangkit seketika, berbalik sambil menjerit dengan wajah mengerikan, lalu menerjangku.
Melihat ini, aku segera menghindar dengan gesit. Pria itu terus mengejar, memaksaku mengumpulkan energi Yang di kaki kanan dan menendang perutnya. Tendangan itu langsung melemparkannya ke kasur. Aku segera menerjang, mengarahkan Kertas Jimat di tanganku ke titik vital di dahinya dan menempelkannya.
Tapi tepat di saat itu, pria itu tiba-tiba bersuara melengking seperti perempuan:
"Tolong ampuni nyawa hamba!!"
Mendengar suara ini, aku menghentikan gerakan. Dengan suara dingin kuperingatkan: "Jika kau tak ingin roh tercerai-berai, segera keluar dari tubuh pria ini!!"
Begitu selesai bicara, bayangan hitam perlahan merayap keluar dari dada pria itu. Mengumpul di lantai, secara bertahap membentuk sosok hantu perempuan berbaju seragam sekolah dengan wajah ayu...
Aku terpaku melihat penampilan hantu perempuan ini. Seragam yang dikenakannya persis sama dengan jenazah perempuan di dalam sumur sebelumnya!
Ini... Bagaimana mungkin? Sebelumnya kulihat jelas jenazah di sumur itu sudah menemukan pengganti dan bereinkarnasi. Mengapa dia masih ada di sini??
Sambil memegang Fu Pengusir Enam Jia di depan dada, kubertanya keras: "Apakah yang tenggelam di dasar sumur itu adalah dirimu? Jawab!!"
Hantu itu gemetar mendengar pertanyaanku. Kepalanya tertunduk tak berani menatap, berbisik pelan: "Bukan... Itu bukan aku. Dia adalah teman sekelasku..."
"Teman sekelas? Apa yang sebenarnya terjadi?" Aku bingung mendengar perkataan hantu perempuan di hadapanku ini. Apakah di Desa Wangjia yang kecil ini dua murid perempuan tewas bersamaan?
"Orang pintar, sebenarnya bukan hanya kami berdua. Ada satu teman kami lagi yang tewas di tanah kosong selatan desa ini, tapi dia sudah dibawa petugas neraka..." Hantu perempuan itu berkata padaku dengan suara gemetar.
Mendengar perkataannya, hatiku langsung berdebar. Segera kulanjutkan pertanyaanku: "Bagaimana kalian semua tewas??"
"Bunuh diri..." jawab hantu itu.
"Bunuh diri?? Mengapa?!" tanyaku penuh tanda tanya.
"Karena... karena kami semua... diperkosa kepala sekolah..." Hantu itu menatapku sambil mengangkat kepalanya.
Syok, lalu kebingunganku bertambah. Kutanyakan padanya: "Kalau sudah tahu kepala sekolah yang melakukannya, kenapa tidak lapor polisi? Kenapa tidak cerita ke orangtua kalian, malah memilih bunuh diri?"
Tubuhnya gemetar mendengar pertanyaanku. "Karena kepala sekolah itu... dia menguasai ilmu hitam... Kami takut membebani keluarga. Tapi dia terus memaksa kami... Kami malu dan tak punya keberanian untuk hidup, akhirnya..." Suaranya terhenti, digantikan oleh isakan yang tersedu-sedu.
Darahku langsung mendidih mendengar ceritanya. "Sekolah mana? Siapa nama kepala sekolah brengsek itu??" tanyaku membara.
"SMA Nanhuan, Lu Di." Hantu Perempuan itu berkata padaku.
SMA Nanhuan? Lu Di? Aku diam-diam menghafal nama sekolah menengah ini dan nama kepala sekolahnya. Bangsat! Besok aku akan membuat kekacauan di SMA Nanhuan sampai langit terbalik!!
"Tenang, aku pasti akan membantumu menuntut keadilan. Sekarang akan kubacakan Sutra Penyelamatan Jiwa untuk mendoakan arwahmu dan mengantarmu bereinkarnasi di kehidupan berikutnya." Kulihat hantu itu meletakkan satu tangan di dadanya, bersiap membacakan Sutra Penyelamatan Jiwa.
Tapi tepat saat itu, hantu perempuan itu tiba-tiba menyela:
"Orang pintar, tunggu sebentar!"
"Ada apa?" Tanyaku sambil menatap hantu itu.
Hantu itu menatapku dengan ekspresi sangat serius: "Aku ingin menyaksikan sendiri kematian atau hukumannya. Hanya dengan begitu aku bisa tenang pergi ke alam baka. Jika Tuan tidak setuju, lebih baik Tuan hancurkan rohku sekarang juga!!"
Setelah mendengarnya, aku merenung sejenak lalu mengangguk:
"Baik, aku setuju..."
Membuka pintu kamar, kubawa hantu itu keluar. Wanita yang menunggu di luar langsung mendekat: "Xiao Daozhang, bagaimana kondisi suamiku? Sudah sembuh?"
Aku mengangguk:
"Dia baik-baik saja. Biarkan dia beristirahat semalaman, besok kondisinya pasti akan membaik."
Wanita itu setelah mendengar ucapanku, pertama-tama melirik ke arah suaminya di dalam ruangan. Melihat suaminya terbaring diam di kasur, tiba-tiba ia menangis bahagia sambil bersyukur padaku: "Xiao Daozhang, terima kasih, aku benar-benar tidak tahu bagaimana membalas budi. Bagaimana kalau... kamu sebutkan saja jumlah uang yang diinginkan, akan kucarikan."
Mendengar perkataan wanita itu, aku tersenyum: "Cukup beri aku satu rupiah. Selain itu, apakah baju kematian yang dikenakan suamimu bisa kauberikan padaku?"
Alasan aku tidak meminta lebih banyak uang karena melihat kondisi ekonomi keluarga ini serba kekurangan. Tidak tega membuatnya mengeluarkan biaya tambahan. Sedangkan permintaan satu rupiah itu berdasarkan aturan profesi Yin-Yang yang pernah dijelaskan Master Qingfeng: apapun kasus yang ditangani, harus ada imbalan materi walau hanya sepeser pun.
