Aku segera menyalakan lampu, mendorong perlahan jendela kayu, memandang ke pekarangan luar. Di luar sama sunyinya tanpa tanda-tanda apa pun. Duduk di kasur kayu, Aku merasa bingung, segera mengulurkan lengan untuk membangunkan pria gemuk yang tidur di sebelahku.
"Ya? Ada apa Shixiong??" Pria gemuk itu terbangun setengah sadar, bola matanya yang masih berkabut menatapku.
"Kau tadi tidur, dengar tidak suara teriakan aneh binatang buas?" Tanyaku pada pria gemuk itu.
Pria gemuk mendengar perkataanku, menguap, menggelengkan kepala, lalu melemparkan tiga kata padaku: "Tidak dengar." Lalu melanjutkan tidurnya.
Melihat pria gemuk yang terbaring di kasur, aku tetap duduk di tempat tidur dan mendengarkan sekeliling. Suasana masih sunyi senyap, mana ada suara raungan binatang buas?
Jangan-jangan ini halusinasiku? Atau mungkin suara yang kudengar saat baru saja bermimpi?
Hanya ini penjelasannya. Memikirkan itu, aku menutup jendela dan mematikan lampu, lalu kembali berbaring sambil memejamkan mata.
Belum lama berbaring, seluruh tubuhku terasa ringan seperti mengambang. Aku pun langsung terlelap...
Dalam keadaan setengah sadar, raungan aneh binatang buas itu kembali terdengar. Aku tersentak bangun. Saat membuka mata, aku berada di tempat yang diselimuti kabut abu-abu.
Di mana ini??
Berdiri di tempat, mataku awasi sekeliling dengan waspada. Perlahan terdengar teriakan wanita dari kejauhan di belakangku. Suaranya samar, meski kusimak baik-baik tetap tak jelas kata-katanya.
Suaranya mirip jeritan menderita.
Kubalikkan badan, namun kabut tebal masih menyelimuti. Tak ada yang terlihat. Setelah ragu sebentar, kuarahkan langkah ke sumber suara itu.
Rasa ingin tahu yang besar memang salah satu sifat bawaan lahirku. Meski tak jelas teriakannya, suara wanita ini terasa akrab bagaikan kenangan lama.
Seiring langkahku mendekati sumber suara itu, suara wanita itu semakin jelas terdengar. Aku menyadari itu seperti suara Bai Ruotong yang sudah meninggal!
Teriakan yang dikeluarkannya sama sekali bukan teriakan biasa, melainkan jeritan penuh penderitaan!!
Mendengar ini, hatiku langsung berdebar. Tanpa pikir panjang, kulecutkan langkah cepat menuju sumber suara Bai Ruotong di depan.
Saat berlari kencang menerobos kabut tebal, perlahan tampak jelas sebuah peti mati kayu merah berdiri di balik kabut. Di atas peti itu terikat seorang wanita penuh luka dengan kepala tertunduk tak bergerak. Pasti jeritan tadi berasal darinya.
Setelah mendekat, kulihat wajah wanita yang tertunduk itu - benar, itu Bai Ruotong.
Melihat ini, kusecepatnya berlari ke peti mati itu. Tiba-tiba tubuhku seperti dikendalikan kekuatan tak kasat mata, menghentikan lajuku dengan kasar. Sekarang aku terpaku di tempat, tak bisa bergerak!
Kucoba berontak tapi sia-sia. Seluruh tubuhku kecuali kepala benar-benar lumpuh. Panik, kuteriakkan: "Bai Ruotong! Bai Ruotong! Bai Ruotong!..."
Dengan teriakan-teriakanku, Bai Ruotong yang terikat di peti mati kayu itu seolah mendengar suaraku. Tubuhnya mulai gemetar, lalu batuk beberapa kali perlahan mengangkat kepala. Sepasang mata tanpa energi spiritual itu menatap ke arahku.
"San... San Ge, benarkah ini kamu? Apa... apa aku sedang bermimpi lagi?" Begitu melihatku, wajah Bai Ruotong sempat berseri sebelum berubah ragu. Suaranya gemetar memastikan.
Aku menggelengkan kepala kuat-kuat sambil berteriak: "Bai Ruotong! Ini bukan mimpi! Aku benar-benar Zuo Shisan!"
Bai Ruotong terdiam beberapa detik. Tiba-tiba air mata membanjiri pipinya bagai bendungan jebol, mengalir deras tanpa bisa dikendalikan.
Dadaku sesak. Rasa bersalah yang tak terkatakan menyengat. Pertama, karena dialah yang membuatnya mati sia-sia dan menderita di alam baka. Kedua, karena An Rushuang. Meski tak pernah berselingkuh, setiap kali menghadapi wanita yang menyukaiku, rasa bersalah itu selalu menghantui. Seperti duri di jantung yang tak bisa kucabut.
Kini kumengerti: Cinta, benda aneh ini, adalah yang paling egois...
“Bai Ruotong, kenapa kamu di sini? Tempat apa ini? Luka di tubuhmu bagaimana bisa terjadi?!” Aku menyudahi lamunan, menatap Bai Ruotong dan bertanya.
Bai Ruotong terlihat teringat sesuatu saat mendengar pertanyaanku. Dengan wajah panik ia berkata, "San Ge, cepat pergi dari sini! Ini bukan tempat untukmu! Cepat, masih ada waktu!!"
Mendengar perkataannya, aku tertegun lalu menggelengkan kepala. Jangankan postur tubuhku yang terkunci, bahkan jika bebas pun takkan kutinggalkan seorang wanita seperti Bai Ruotong menderita di sini.
"Bai Ruotong, aku tak bisa pergi. Jika harus pergi, kita pergi bersama." Kataku dengan keteguhan baja.
Begitu ucapanku meluncur, angin dingin tiba-tiba berhembus menyapu kabut abu-abu di sekitar. Suara perempuan melengking terdengar dari arah Bai Ruotong:
"Dasar pemberani tak tahu diri!!"
Suara itu selain melengking, nyaris identik dengan suara Bai Ruotong.
Bai Ruotong yang terikat di peti mati gemetar hebat mendengar suara itu. Dengan mata merah ia tetap bersikeras, "San Ge... cepat pergi..."
Setelah mendengar perkataan Bai Ruotong, amarah dan semangat membara menyergap kepalaku. Aku menggigit gigi dan berteriak ke arah peti mati kayu itu: "Kalau hari ini aku meninggalkanmu sendirian dan kabur, aku ini kura-kura!!"
Bai Ruotong terlihat kaku mendengar ucapanku. Ia menunduk dan berkata: "San Ge, terima kasih..."
"Hahaha... Zuo Shisan, kau memang setia dan berbudi. Tapi apakah pengabdianmu ini tulus atau palsu, aku harus periksa dengan mengorek jantungmu. Lihat warnanya, maka semuanya akan jelas..." Suara perempuan melengking dari dalam peti mati kayu itu kembali terdengar.
Aku tak bersuara. Mataku menatap tajam ke arah peti itu. Dalam hati aku menduga: Perempuan dalam peti itu mungkin jenazah perempuan yang tidak membusuk dan mirip Bai Ruotong yang pernah kami lihat di makam kuno sebelumnya.
Tapi mengapa dia dan Bai Ruotong bisa muncul di tempat tak dikenal ini?
"Creek~~!" Dengan suara berderit, peti yang berdiri di tanah itu perlahan terbuka. Segera energi Yin hitam pekat menyembur dari peti mati. Bagian dalam peti gelap gulita, tak terlihat jelas...
Tiba-tiba! Dari dalam peti mati kayu itu menyembur dua helai sutra merah, seperti ular sakti, dengan cepat melilit tubuh Bai Ruotong. Seluruh tubuhnya tertarik, "Aahh!" teriak Bai Ruotong kaget sebelum akhirnya terseret masuk ke dalam peti mati oleh dua helai sutra merah itu.
"Bai Ruotong!!" Teriakku keras. "Creek~~!" Lagi-lagi suara aneh itu. Tutup peti mati kayu mulai menutup sendiri perlahan.
Tepat saat tutup peti mati itu menyatu sempurna, kudengar suara lemah Bai Ruotong dari dalam peti:
"San Ge, kabur cepat, jangan pedulikan..." Tutup peti mengatup, suaranya terputus!
Aku berdiri di tempat, meronta sekuat tenaga. Ingin berlari menyelamatkan, tapi sama sekali tak bisa bergerak. Kekuatan misterius yang mengendalikan tubuhku membuatku tak bisa bergerak secercah pun.
"Sialan! Nekat aja!!" Aku mengumpat. Mulai mencoba merapal mantra tingkat pertama "Energi Zhen Wuji" untuk mengumpulkan energi alam. Tapi persis di detik itu, dari dalam peti mati tiba-tiba terdengar jeritan menyayat hati Bai Ruotong.
Jeritan itu menggema di telingaku, merobek jantungku, membelah paru-paruku!!
