Lu Di yang masih terjepit di bawah si gemuk tak menggubris pertanyaanku. Malah balik membentak: "Kalian... kalian ini siapa? Mau apa di kantorku?! Aing... aing peringatkan, polisi masih ada di bawah."
Kusedikit mundur lalu menghantam wajahnya dengan tendangan keras!
"Dasar p****n! Berani mengancam aing?! Tanya terakhir - berapa total siswi yang kau perkosa dan bunuh? Kenapa kau lakukan ini?!"
Lu Di saat ini terdapat darah di sudut mulutnya akibat tendanganku, sambil menggelengkan kepala dia berkata: "Aku... Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan..."
"Tidak mengerti ya?! Pria gemuk, seret dia ke sini!" Sambil berkata demikian, aku berjalan menuju meja komputernya, menghidupkan komputer, dan menampilkan foto-foto yang sebelumnya ditemukan si gemuk di hadapannya.
"Sekarang masih ada yang mau kau katakan?!" Tanyaku dengan suara dingin sambil menatap Lu Di.
Melihat foto-foto tersebut, Lu Di awalnya terdiam di tempat. Setelah beberapa saat, dia menyeringai sinis seolah telah memahami segalanya, berbisik padaku dan si gemuk: "Cukup... Cukup... Aku menyerah. Berapa yang kalian mau? Sebutkan harga, asal jangan keterlaluan..."
"Aku buka pamanmu! Aku dasar mau nyawamu!!" Mendengar perkataannya, amarah yang kuredam di hati tiba-tiba meledak. Tinjuku menghantam wajahnya!
Lu Di menjerit kesakitan dan terjatuh. Segera kuperintahkan pada si gemuk: "Gemuk, sumbat mulutnya sekarang juga!"
Si gemuk mengangguk, mengambil dua boneka jerami dari karduk di sampingnya, meremasnya jadi satu lalu memaksakan masuk ke mulut Lu Di.
Melihat situasi ini, kurentangkan tangan dan menarik kaki Lu Di yang terbaring di lantai:
"Aku dasar akan membuatmu binatang tak berperikemanusiaan ini berhenti mengincar murid! Kembalikan uang! Apa harta bisa menebus nyawa?!" Dengan suara tertekan kuhantamkan tendangan keras ke selangkangan Lu Di.
“Satu tendangan menyusul tendangan berikutnya, semakin kuat setiap kali!”
Setelah aku menendang lima enam kali berturut-turut, wajah Lu Di pelan-pelan berubah kebiruan. Keringat mengucur deras di keningnya, urat-urat menonjol di seluruh tubuh. Matanya terbalik ke atas, tubuhnya gemetar lalu pingsan menahan sakit.
“Shixiong, kau... tindakanmu keterlaluan! Ini cara main hakim sendiri? Apa keparat ini belum mati?” Pria gemuk di samping menjongkok di sebelah Lu Di yang terbaring tak sadarkan diri, mengecek nafasnya.
Aku mengamati tubuh Lu Di. Energi Yang putih masih terkumpul rapat di sekujur badannya, belum ada tanda akan menghilang. Artinya dia masih hidup. Tapi tiba-tiba mataku tertuju pada cairan kental yang mengalir dari selangkangannya...
Jangan-jangan... Goblog, testisnya pecah?!
Pantas saja sampai pingsan menahan sakit.
Melihat ini, kulepaskan paha Lu Di lalu berkata ke pria gemuk: “Dia masih hidup, cuma testisnya pecah.”
Pria gemuk segera menengok ke bawah tubuh Lu Di. Begitu melihat cairan itu, dia mengernyit: “Shixiong, kau... kelewat brutal! Mau menghancurkan hidupnya? Kalau sampai mati, kita bisa kena masalah.”
Aku tidak mengatakan apa-apa, melainkan berjalan mendekati Lu Di yang pingsan dan berjongkok di sampingnya. Pertama aku mencekik titik renzhong-nya, berkali-kali kucoba, namun dia tetap tak sadarkan diri tanpa tanda-tanda akan bangun.
Melihat ini, segera kusuruh si pria gemuk mengambil segelas air dingin dari dispenser. Kuambil dan menyiramkannya langsung ke wajah Lu Di. Tubuhnya gemetar dan dia langsung tersadar.
Sekarang wajah Lu Di memancarkan ekspresi penderitaan luar biasa, kedua kakinya terus bergetar tak terkendali. Kulihat dia sedang menanggung rasa sakit dahsyat akibat telur pecah.
Memandangi Lu Di yang terus mengerang kesakitan, kubicara pada si pria gemuk: "Hei gendut, bisa bantu aku satu hal?"
Mendengar perkataanku, si pria gemuk segera mengangguk cepat:
"Naik gunung pisau, turun lautan api, tidak akan menolak, kamu bilang saja..."
"Cari dua seragam siswa dari asrama depan. Satu ukuran besar yang muat untukmu. Cepat!" Kuperintahkan padanya.
Si pria gemuk memandangiku bingung: "Shixiong, untuk apa seragam mereka?"
"Jangan banyak tanya! Cepat ambil! Aku tunggu di sini," kataku singkat.
Tanpa bertanya lagi, si pria gemuk berbalik dan keluar dari kantor kepala sekolah untuk mencari seragam.
Setelah si pria gemuk pergi, kutetapkan Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks di leher Lu Di. Perlahan kuraih dua boneka jerami yang menyumbat mulutnya dan menariknya keluar.
"Kalau berani teriak, aku tusuk kau!" Aku menatapnya dengan suara dingin.
Lu Di saat itu menggigil seluruh tubuh, keningnya basah keringat dingin, tapi mulutnya tetap terkunci rapat.
Di bawah tekanan ketakutan akan kematian, kebanyakan orang akan memilih menyerah.
Apalagi binatang sialan yang otaknya hanya dipenuhi nafsu ini!
Aku mengeluarkan Bendera Lima Unsur merah yang kudapat dari kardus, menatap Lu Di: "Kau perhatikan baik-baik, bendera merah ini milikmu?"
Melihat bendera di tanganku, Lu Di langsung menggelengkan kepala:
"Bukan punyaku."
"Lalu siapa?! Kalau berani bohong, hari ini kukuliti kau hidup-hidup!" suaraku menggelegar.
Tubuh Lu Di gemetar mendengar ancamanku: "Dengar dulu... bendera ini benar bukan milikku. Zhang Yang yang meninggalkannya di kantorku, lalu kuambil."
Aku tersentak: "Zhang Yang? Siapa dia?"
Lu Di menggeleng:
"Aku... cuma tahu namanya. Asal-usulnya tidak jelas. Dialah yang mengajariku ilmu hitam boneka jerami dan kertas jimat. Semua... semua perbuatanku selama ini atas bujukannya. Mereka butuh darah perawan pertama, jadi aku..."
Aku tidak ingin mendengar Lu Di ini terus mencari alasan untuk membenarkan diri sendiri. Jika seseorang memang tidak punya niat jahat, sebesar apapun godaan orang lain takkan bisa mempengaruhinya. Segera kupotong ucapannya, "Laki-laki atau perempuan si Zhang Yang ini? Bagaimana ciri-cirinya?"
"Laki-laki. Rambut pendek. Tinggi badannya besar dan kekar, penuh otot. Oh iya, di pipi kiri... pipi kirinya ada tahi lalat hitam." Lu Di menjawab polos di bawah tatapanku.
Saat mendengar penuturan Lu Di, kepalaku langsung berdengung bzz~! Seperti meledak.
Deskripsi fisik "Zhang Yang" yang disebut Lu Di itu persis dengan Zhenren Gui Dian dari Aliran Longhu!!
Memandangi Lu Di yang masih terbaring, aku sulit mempercayainya. Bagaimana mungkin seorang Zhenren terhormat seperti dia tega bersekongkol dengan kepala sekolah SMA ini melakukan kejahatan tak berperikemanusiaan?
Meski bukti ada di depan mata, aku masih ragu. Kutekan pisau Naga Lilin dan Burung Feniks ke lehernya, "Kau yakin semua yang kau katakan tadi benar?"
"Di situasi seperti ini... apa gunanya aku bohong?!" jawab Lu Di gemetar.
Kuanggukkan kepala. Untuk sementara kupingkahkan urusan Zhenren Gui. Bangkit dari lantai, kulihat ke jendela. Polisi di bawah sudah pergi meninggalkan sekolah.
Mataku menyapu ruang kantor ini. Tak ada satupun kamera pengawas. Di hati sudah kuputuskan.
Pada saat yang sama, pria gemuk itu masuk sambil membawa dua seragam sekolah.
Setelah melihatnya menutup pintu, aku mendorong jendela terbuka, menarik Lu Di dari lantai dengan kedua tangan, lalu langsung membantingnya keluar jendela!
Jeritan tidak manusiawi Lu Di bergema, disusul suara gebukan berat saat tubuhnya menghantam tanah. Segera setelahnya, teriakan panik para siswi memenuhi sekeliling...
"Shixiong! Kamu gila!!!" Pria gemuk itu membelalakkan matanya padaku.
Aku mengabaikannya, merampas sebuah seragam sekolah dari tangannya. Sambil mengenakannya, kukatakan: "Aku waras. Pembunuh harus bayar nyawa. Cepat pakai seragam, kita pergi."
