Masuk ke dalam sungai, aku memulai latihan pukulan dalam air untuk kedua kalinya.
"Pukulan pertama! Pukulan kedua! Pukulan ketiga!..."
Saat mencapai pukulan kedelapan puluh enam, tubuhku sudah sangat kelelahan hingga hampir kolaps. Bagaimanapun aku berusaha, lenganku tak bisa diangkat, dan otakku seperti kekurangan oksigen, pusing dan sangat mual...
Dalam kondisi ini, aku jelas merasakan tubuhku telah mencapai batas maksimal baik secara mental maupun fisik. Jika dipaksakan terus berlatih, justru akan merusak tubuhku sendiri.
Setelah memikirkan ini, aku terpaksa berhenti. Pertama-tama, aku beristirahat sambil mengambil napas dalam-dalam di dalam air. Perlahan-lahan tubuhku mulai pulih sedikit, lalu aku berjalan perlahan menuju tepi sungai.
Kembali ke tepi sungai, aku segera mengganti pakaian yang basah kuyup oleh air sungai. Kemudian aku duduk di tanah untuk beristirahat. Latihan seharian di dasar sungai ini membuat tubuhku sangat lelah, stamina dan energi Yang terkuras habis. Meski sudah naik ke darat, kepalaku masih terasa pusing. Bahkan saat mengangkat kepala melihat pemandangan sekitar, semuanya terlihat agak kabur...
Setelah beristirahat cukup lama di tepi sungai, aku perlahan bangkit dari tanah. Dengan membawa keranjang bambu dan pemberat timah dari Ruo Liu, aku berjalan cepat menuju jalan pulang.
Saat tiba di rumah, langit sudah mulai gelap. Aku mendorong pintu dan masuk ke halaman. Melihat ke dapur yang lampunya menyala, mungkin Ruo Liu sedang menyiapkan makan malam.
Pertama aku kembali ke kamarku, meletakkan keranjang bambu dan pemberat timah. Lalu mengambil baskom, memasukkan pakaian basah yang baru saja diganti, dan berjalan ke dekat sumur di luar halaman untuk menimba air dan mencuci pakaian.
Baru setengah jalan mencuci, telingaku menangkap suara langkah kaki Ruo Liu mendekat. Tak lama kemudian suaranya terdengar dari kejauhan:
“San Ge, lain kali kamu bisa langsung taruh baju kotor di rak, aku yang akan mencucikannya. Setiap hari kamu sudah capek latihan, tidak perlu cuci baju sendiri.”
Mendengar perkataan Ruo Liu, aku mengangkat kepala sambil tersenyum dan berkata: “Ruo Liu, terima kasih ya, tapi baju ini aku bisa cuci sendiri. Lagian ini bukan kerjaan berat, aku sanggup.”
Ruo Liu dan aku sudah cukup akrab. Dia tahu keputusan yang sudah kubuat sulit diubah, lalu berkata: “Baiklah San Ge. Makanan sudah siap, cepat selesaikan cucian lalu makan. Malam ini aku sengaja memasak sup tulang untukmu.”
Setelah mendengar perkataannya, aku mengangguk dan mempercepat gerakan tangan. Menggosok keras dengan sabun sebentar, lalu membilasnya dua kali dengan air seadanya, memeras, dan menjemurnya di tali jemuran. Selesai!
Makan malam dua mantou dan dua mangkuk besar sup tulang baru bisa mengenyangkan perutku. Setelah keluar dari dapur, pertama-tama aku memanaskan air mandi lalu berjalan-jalan beberapa putaran di halaman untuk relaksasi.
Begitu air panas mendidih, aku segera mandi lalu berjalan menuju kamarku.
Kembali ke kamar, tanpa membuang waktu aku langsung duduk bersila di atas kasur kayu dan melanjutkan latihan "Energi Zhen Wuji" metode pertama.
Saat berlatih, aku perlahan merasakan bahwa mutiara transparan yang berada di Dantian-ku ternyata membesar hari demi hari. Meski setiap kali hanya bertambah sedikit, ini cukup membuatku terus-menerus bersemangat.
Apakah ini karena usahaku berlatih mati-matian beberapa hari terakhir? Pikirku dalam hati. Keyakinanku untuk berusaha semakin kuat. Aku harus bekerja keras berkali-kali lipat lebih dari siapa pun, hanya dengan cara ini aku bisa cepat menjadi kuat.
Hanya dengan menjadi kuat sendiri, aku punya modal untuk menyelamatkan An Rushuang dari alam baka. Tanpa itu, semua hanya omong kosong. Bahkan jika aku benar-benar pergi ke sana, aku hanya akan menjadi beban baginya.
Setelah berpikir sampai di sini, aku menghela napas panjang. Aku mengumpulkan kembali kewarasan, memusatkan seluruh perhatian, dan melanjutkan latihan sesuai metode "Energi Zhen Wuji".
Malam telah larut. Setelah menyelesaikan sesi terakhir, aku hendak minum air lalu tidur. Besok harus lanjut berlatih memukul di dasar sungai... Saat baru saja melepas baju dan berbaring di kasur, tiba-tiba kurasakan sensasi terbakar di lengan, seolah-olah terkena sesuatu yang panas.
Cepat-cepat aku bangkit dari ranjang kayu. Tanganku meraba-raba area sebelah kanan tempat tas ranselku biasa ditaruh. Setelah menemukannya, aku mengambil tas itu lalu memakai sepatu dan turun dari tempat tidur untuk menyalakan lilin di atas meja.
Setelah meletakkan tas ransel di atas meja, aku membukanya di bawah cahaya redup lilin. Isinya masih barang-barang bawaan biasa. Satu per satu kukeluarkan dan kutaruh di meja:
Pedang Perunggu, Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks, Cambuk Ritual, Yin Fu, Fu Yang, Fu Pengusir Hantu Zichen Wujia, Fu Pengusir Enam Jia, 《Buku Lengkap Ilmu Taoisme Maoshan》, 《Koleksi Jimat Maoshan》, 《Xuan Huang Di Jing》, Fenghuang Dan, Buah Qiqiaolinglong, serta ponselku yang sudah lama kehabisan baterai dan mati...
Memeriksa satu per satu barang di tas dengan cermat, tak kudapati keanehan apa pun. Saat hendak mengembalikan semuanya, cahaya kilat tiba-tiba menyala dari sudut tas, tepat tertangkap pandanganku.
Melihat kilatan itu, segera kuraba bagian dalam tas. Sebuah giok kuno berwarna hitam pekat kuterambil.
Saat jari-jariku menyentuh liontin giok hitam ini, perlahan kurasakan gelombang hawa panas dan sensasi terbakar yang datang berkala.
Aku menatap tajam liontin giok hitam di genggaman. Keraguan mengusik hati - liontin ini pemberian biksu tua misterius yang kujumpai sebelumnya. Kenapa sekarang menunjukkan gejala seperti ini??
Tepat saat aku tak bisa memahami, liontin giok hitam pekat di tanganku tiba-tiba kehilangan seluruh panasnya, kembali ke tekstur dingin seperti batu giok biasa.
Melihat situasi ini, kebingunganku semakin menjadi. Aku membolak-balik liontin giok itu berulang kali, tapi tetap tak menemukan secercah penemuan. Sekarang, liontin ini terasa sama persis seperti giok biasa.
Dengan memusatkan energi Yang ke kedua mata, kuperhatikan lagi - tetap tak bisa menemukan keanehan pada liontin hitam pekat ini.
Tapi hatiku tahu: liontin ini pasti istimewa. Giok biasa mana mungkin bisa berpendar sendiri, atau menghasilkan panas? Lagipula, Biksu Tua itu bertindak begitu misterius. Sungguh tak kumengerti maksudnya memberikan liontin ini. Atau jangan-jangan... ada rahasia tersembunyi di dalamnya?
Tapi semua ini hanya dugaan. Setelah meneliti berjam-jam tanpa kemajuan, akhirnya kumenyerah. Kumasukkan kembali liontin hitam itu ke tas ransel, merapikan barang-barang di meja, memadamkan lilin, lalu kembali ke kasur...
Pagi berikutnya, seperti kemarin, kubangun subuh. Setelah sarapan, kusendiri pergi ke tepi sungai untuk melanjutkan latihan bawah air seharian penuh.
Saat menghantam dengan tinju di sungai yang menusuk tulang, hatiku juga merencanakan diam-diam. Pria Bertopi memintaku menghantam 200 kali tinju per hari di dalam air selama sebulan berturut-turut, sementara target yang kutetapkan untuk diri sendiri mulai hari ini adalah 400 tinju harian di dasar sungai!!
Pagi 200 tinju, sore 200 tinju. Intensitas latihan dua kali lipat dari sebelumnya. Tidak akan berhenti sebelum tercapai. Sekarang aku harus lebih "kejam" pada diri sendiri. Semakin "kejam" aku memperlakukan diri, semakin besar kemungkinanku menyelamatkan An Rushuang dari alam baka!
Memikirkan ini, kedua lenganku yang mengayunkan tinju di dasar air menjadi semakin bertenaga. Keyakinan untuk menjadi kuat di hati kian mengeras...
Setelah menyelesaikan tugas latihan hari ini, tubuhku terasa seperti mengelupas sehelai kulit. Saat berjalan pulang, seluruh badan terasa melayang, kaki limbung, seolah tubuh ini kehabisan tenaga.
Tepat saat aku berbalik pulang, tiba-tiba kurasakan sesuatu menghantam bagian belakang kepalaku. Cepat kupalingkan pandangan ke belakang, tapi tak ada apa-apa di sana...
