Fenomena ini membuatku waspada. Segera kukumpulkan energi Yang ke kedua mata, memandang tajam ke belakang lagi. Tapi hasilnya masih sama - benar-benar tak ada apa-apa di belakangku...
Kuraba bagian belakang kepala dengan tangan, hati bertanya: Barangkali ada benda jatuh dari pohon yang kebetulan menghantam kepalaku tadi?
Memikirkan ini, aku segera menengadah ke atas. Di atas pohon juga tidak terlihat apa-apa.
Hanya bisa menggelengkan kepala, lalu berjalan lagi ke depan. Kali ini diam-diam mengumpulkan energi Yang di telinga sambil berjalan, mata awas mengamati gerak-gerik di sekitar.
Baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba terdengar suara gemerisik dari atas. Aku segera berbalik dan menatap ke atas.
Bayangan hitam melesat di dahan. Seekor tupai berbulu lebat muncul di pucuk pohon. Ia melompat-lompat lalu mendarap di bahuku.
Kuperhatikan tubuhnya yang bergaris-garis kuning, hitam, dan putih. Aku tersenyum kecut. Binatang di hutan ini memang nekat, tidak takut pada orang asing.
Kubuatkan bahu, berharap tupai itu turun. Tapi cakarnya mencengkeram kuat baju di pundakku. Matanya menatapku dengan manja, seolah enggan pergi...
Aku tercengang. Belum pernah kulihat tupai yang bisa bertingkah nakal seperti ini.
Karena lucunya si kecil ini, kuusap lembut bulunya. Kubiarkan ia tetap di pundak, lalu berjalan pulang bersama.
Sepanjang perjalanan, makhluk kecil ini tetap patuh berada di bahuku, tidak menunjukkan keinginan untuk pergi. Baru ketika kami tiba di rumah Pria Bertopi, ia melompat turun dari bahuku dan berlari ke arah kamar Ruo Liu.
Melihat ini, aku segera menyadari bahwa makhluk kecil ini adalah "teman sendiri". Sebelumnya Ruo Liu pernah bercerita padaku tentang hewan peliharaan bernama Xiao Hua yang menemaninya di sini. Awalnya kukira itu kucing belang, tapi ternyata seekor tupai.
Sambil menggelengkan kepala, aku berjalan menuju kamarku...
Hari-hari berlalu tanpa gejolak. Setiap hari aku menjalani jadwal latihan ketat: pagi dan siang berlatih pukulan di dasar sungai dengan beban dua kali lipat, malam setelah makan dan mandi aku duduk bersila di kasur selama dua jam untuk melatih "Energi Zhen Wuji".
Demikianlah, waktuku selalu penuh dengan makan, tidur, dan latihan tanpa jeda untuk istirahat atau hiburan.
Sebulan terasa lambat namun juga cepat berlalu dalam repetisi latihan tanpa mempedulikan nyawa. Bulan berikutnya aku mulai berlatih tendangan di dasar sungai.
Setelah bulan kedua, kini aku sudah bisa menyerang dengan pukulan dan tendangan secara luwes meski mengenakan pemberat timbal di tangan dan kaki, maju-mundur sesuka hati dengan kendali penuh.
"Setelah dua bulan latihan mempertaruhkan nyawa ini, baik secara fisik, tekad, energi Yang, maupun Energi Zhen di tubuhku telah meningkat pesat. Bahkan bisa dibilang kemampuan ini telah berlipat ganda dibanding sebelumnya."
"Kini jika semua pemberat timbal di tubuhku dilepas, dengan bantuan energi Yang, satu gerakan gesit bisa melompat 5-6 meter. Dinding biasa pun bisa kudaki dengan mudah hanya dengan sekali lompatan."
"Kekuatan pukulan dan tendanganku sekarang jauh lebih mematikan. Bahkan saat memukul udara, gemuruh angin dari kepalan tanganku masih bisa kudengar jelas."
"Di malam ketiga setelah dua bulan itu, Pria Bertopi akhirnya kembali. Begitu melihatku, tanpa basa-basi dia langsung menyerang."
"Melihat ini, aku tentu tak bisa diam seperti sasaran latihan. Segera kuhindari serangannya. Tapi jurus-jurus Pria Bertopi semakin ganas dan cepat, setiap pukulan mengarah ke titik vitalku. Ini bukan lagi uji kemampuan, tapi benar-benar berusaha membunuh!!"
"Menyadari situasi genting ini, kufokuskan seluruh konsentrasi. Sambil terus menghindar, kubalas dengan serangan balik."
"Setelah lebih dari sepuluh ronde, karena kurang waspada, keseimbangan kakiku goyah. Dihadiahi tendangan dari Pria Bertopi yang menghantam pahaku, tubuhku terlempar mundur hingga tersandung dan jatuh."
"Hmph! Sampah kayu lapuk!" Pria Bertopi menyeringai dingin melihatku yang masih jongkok di tanah.
Duduk di tanah, aku tidak memasukkan perkataan Pria Bertopi itu ke dalam hati, karena aku tidak bodoh. Alasan dia terus-menerus berkata seperti itu sepenuhnya untuk membangkitkan tekad latihanku.
"Besok pagi bangun lebih awal, aku akan membawamu ke tempat berikutnya, juga latihan terakhir." Setelah meninggalkan kalimat ini padaku, Pria Bertopi berbalik dan berjalan menuju kamarnya sendiri.
"Latihan terakhir? Sebenarnya apa?" Pikiranku bergejolak, ada harapan, kecemasan, bahkan rasa takut yang menyelimuti...
Keesokan harinya pagi-pagi, untuk menyambut latihan baru, aku bangun setengah jam lebih awal dari biasanya. Baru saja membuka pintu dan keluar, kulihat Pria Bertopi juga baru keluar dari rumahnya. Melihatku, dia segera berkata: "Ikuti aku sekarang, tidak perlu sarapan, makan pun percuma."
Mendengar perkataannya, aku segera bergegas mengikutinya. Keluar dari gerbang, berjalan di sampingnya aku tak tahan bertanya: "Tuan Qing You, apa maksud perkataanmu tadi? Mengapa sarapan jadi percuma?" Aku akui rasa ingin tahuku memang sudah kuat sejak kecil, pertanyaan sama sekali tidak bisa kubendung dalam hati.
Pria Bertopi mendengar pertanyaanku, tanpa menoleh dia menjawab: "Sebentar lagi kau akan memuntahkannya..."
Mendengar kalimat ini, tanpa sadar kurasakan latihan terakhir ini mungkin jauh lebih "menyeramkan" daripada yang sebelumnya!
Saat aku hendak bertanya lagi, Pria Bertopi tiba-tiba melompat dengan gesit, tubuhnya melesat keluar secepat kilat. Melihat ini, aku segera memusatkan energi Yang ke telapak kaki dan melesat mengikutinya dari belakang.
Sepanjang perjalanan, kecepatan Pria Bertopi sungguh luar biasa. Bahkan dengan kekuatan penuh, aku nyaris tertinggal dan hampir tak bisa mengejar jaraknya.
Mengikuti dari belakang, dia membawaku ke sebuah tanah lapang di tengah gunung. Pria Bertopi berhenti dan menunjuk sebuah titik sambil menoleh padaku, "Shisan, lepaskan baju atasmu dan berdiri di sini."
Meski bingung dengan perintahnya, aku tetap menurut. Melepas jaket dan kaus dalam, aku melangkah ke tempat yang ditunjuk.
Di saat yang sama, Pria Bertopi berdiri di sampingku dengan wajah serius. Tiba-tiba dia menyodokkan tinjunya ke arah tubuhku dari jarak jauh.
Saat tinjunya melayang, kurasakan getaran halus di udara. Semburan energi Yang putih tipis langsung menghantam dadaku.
"Hiss~!" Aku menarik napas tajam. Energi Yang dari tinjunya menusuk kulit bagai pisau panas, membuat seluruh tubuhku gemetar. Dengan jelas kulihat bekas merah menyala mulai muncul di dada.
Namun bahkan setelah itu belum selesai, rasa sakit menyengat mulai menjalar dari dada depanku langsung ke jantung. Di bawah siksaan rasa sakit yang hebat ini, kedua kakiku yang menapak di tanah mulai gemetar dan hampir tak kuasa menahan tubuhku untuk tidak terjatuh...
"Baru segini sudah tidak tahan??" Pria Bertopi menatapku sambil bertanya dingin.
"Pukul lagi!!" Aku menggigit gigi menahan sakit dan berteriak.
"Baik!" Pria Bertopi mendengus dingin, lalu kembali menyodokkan tinjunya ke arahku dari kejauhan. Energi Yang yang sangat kuat dari tubuhnya kembali menghujam tubuhku, membuatku gemetar tak tertahan...
"Lagi! Pukul lagi! Pukul lagi!..." Teriakan-teriakanku disertai pemandangan jelas tanda merah di tubuh yang semakin banyak. Aku ingat persis, saat pukulan kedua belas datang, tubuhku mencapai batas toleransi. Seluruh anggota tubuhku lemas tak terkendali dan terjatuh ke tanah.
Setelah berbaring beberapa saat, rasa sakit masih menggerogoti setiap sel. Bahkan dalam keadaan diam pun tak mereda, seolah telah merasuk ke sumsum tulang. Dengan gigitan gigi, kuputar kepala memandang Pria Bertopi: "Aku... harus menerima berapa pukulan lagi?"
Qing You memandangiku dengan tatapan penuh ejekan, berkata dengan datar: "Ini baru permulaan..."
