Mendengar perkataan Pria Bertopi, kugigit bibir dan bangkit dari tanah. Setelah menarik napas dalam, kusemburkan dua patah kata dari sela gigi:
“Lagi!!...”
……
Hingga siang hari, latihan kali ini akhirnya berhenti. Aku tertelungkup di tanah dengan seluruh tubuh sakit sampai tak berani bergerak sedikitpun. Setiap gerakan terasa sakit yang menusuk hingga ke tulang sumsum.
Mati rasa, kram tajam, seluruh tubuh dingin membeku, ditambah keringat dingin yang terus mengucur.
Pria Bertopi itu menatapku dingin, lalu melemparkan kalimat: "Kalau belum mati, besok lanjut lagi." Setelah ucapannya, tubuhnya bergerak cepat dan menghilang di antara pepohonan dengan beberapa kali lesatan.
Memandang arah lenyapnya Pria Bertopi, kutahan sakit sambil perlahan mengusap keringat yang hampir masuk ke mata dengan lengan. Tiba-tiba angin dingin berhembus, membuatku menggigil tak tertahan.
Mengangkat kepala, kulihat ke langit. Tak kusadari langit telah mendung sejak tadi. Dari hembusan angin menusuk tadi, kusadari musim dingin telah tiba...
Persis di saat itu, muncul titik-titik putih kecil tak terhitung di langit. Terbawa angin dingin, mereka perlahan melayang jatuh ke tanah. Salju mulai turun.
Memandang tarian kepingan salju di udara, setelah istirahat cukup lama, kucoba bangkit dari tanah. Ternyata meski tubuhku sudah bisa bergerak, tetap tak mampu berdiri. Setiap usaha mengerahkan tenaga langsung memicu sakit yang hampir tak tertahan.
Setelah beberapa kali mencoba sambil mengatupkan gigi, akhirnya kuputuskan menyerah. Kurencanakan untuk mencoba lagi setelah menunggu sebentar.
"Kali ini, pukulan yang kuterima mungkin tidak sampai mati, tapi pasti mengelupas satu lapis kulit. Sekarang aku benar-benar meragukan, besok bukan hanya tidak bisa datang lagi untuk disiksa, bahkan apakah aku bisa bangun dari kasur pun masih tanda tanya."
Saat aku masih tergeletak di tanah dan berpikir macam-macam, tiba-tiba kudengar suara langkah kaki sangat halus dari belakang. Lalu suara Ruo Liu yang penuh keterkejutan dan keheranan terdengar:
"San... San Ge, kenapa kau tiduran di tanah di cuaca dingin begini?! Tidak takut kedinginan?"
Aku tidak menoleh, mencoba berseloroh dalam penderitaan: "Ruo Liu, kau belum paham. Ini namanya estetika - mengagumi salju sambil telentang di tanah punya pesona tersendiri. Ini salju pertama tahun ini, sayang kalau tidak dinikmati."
Ruo Liu mendekat, meletakkan keranjang bambu berisi makanan di sampingku. Ia berjongkok sambil menatap langit dan menggeleng:
"Aku tidak merasakan estetika apapun dari caramu menikmati salju. Yang kurasakan hanya dinginnya saja..."
Aku tersenyum getir: "Aku juga tidak mau telentang di sini. Cuma... sekarang aku tidak bisa bangun."
Ruo Liu memandangiku dari ujung kepala ke kaki: "San Ge kenapa? Keseleo kaki? Tapi kalau cuma keseleo, tidak mungkin sampai terkapar seperti bebek panggang di tanah begini..."
Aku mengernyit. Perumpamaan macam apa itu? Mana mungkin aku disamakan dengan bebek?
“San Ge, kenapa kamu diam? Apa yang sebenarnya terjadi padamu?” Ruo Liu bertanya lagi padaku karena melihatku tak kunjung menjawab.
Kugelengkan kepala, lalu menjawabnya: “Ada luka di tubuhku. Gerak sedikit saja rasanya nyeri tak tertahankan.”
Mendengar itu, Ruo Liu mengamatiku dari ujung kepala hingga kaki dengan cermat sebelum bertanya khawatir: “Bagian mana yang terluka, San Ge? Parah tidak?”
“Tak apa-apa. Istirahat sebentar di sini pasti membaik…” jawabku.
“Tidak bisa begitu! Lantainya dingin. Biar kulepaskan jaketku untuk alasmu.” Ruo Liu langsung bersiap melepas bajunya.
Cepat-cepat kuhentikan niatnya:
“Jangan! Jangan dilepas! Badanmu yang kecil ini pasti langsung masuk angin. Aku benar-benar baik-baik saja, sebentar lagi pasti pulih.”
“Kalau... bagaimana kalau kubantu kamu duduk perlahan? Terus tengkurap begini tidak baik. Kalau perutmu kedinginan, semalaman kamu pasti bolak-balik ke jamban.” Ruo Liu masih tak bisa menahan kekhawatirannya.
Kuanggukkan kepala. Dengan gigit gigi menahan kram perut yang menusuk, perlahan kubersandar pada Ruo Liu untuk bangkit dari lantai.
Setelah berhasil duduk, kuhirup napas dalam. Rasa sakit yang terus menggerogoti tubuhku membuatku bertanya-tanya: Untuk latihan apa Pria Bertopi ini menyiksaku begitu kejam? Apakah untuk melatih kemampuan menahan pukulan??
Menggelengkan kepala, membuat diriku tidak memikirkannya lagi, lalu perlahan melipat kaki dan mulai berlatih metode latihan "Energi Zhen Wuji" tahap pertama, mencoba menguji apakah tubuhku bisa pulih dengan cepat.
"Ruo Liu, kamu pulang dulu. Aku akan kembali sendiri nanti." Sebelum memulai latihan "Energi Zhen Wuji", aku berbicara pada Ruo Liu yang berdiri di depannya.
Ruo Liu menggelengkan kepala setelah mendengar perkataanku:
"Kondisimu sekarang membuatku tidak tega meninggalkanmu sendiri di sini. Lagipula tidak ada urusan jika aku pulang sekarang. Aku juga ingin menikmati pemandangan salju di luar kesempatan ini."
Tidak memaksanya setelah mendengar jawabannya, aku menutup setengah mata dan memfokuskan penglihatan untuk memulai latihan.
Saat latihan dimulai, begitu energi Yang dan Qi Zhen baru saja dikeluarkan dari Dantian sebelum sempat mengaliri seluruh tubuh, sensasi sakit tak tertahankan langsung menyebar dari dalam tubuhku!!
Mulut berkedut tak terkendali sambil menarik nafas dingin melalui celah gigi. Seluruh tubuh dari dalam ke luar tiba-tiba mati rasa, rasa panas menyengat menusuk hingga ke sumsum tulang...
Setelah rasa sakit mendadak yang luar biasa ini, energi Yang dalam tubuhku justru menjadi lebih aktif karena stimulasi rasa sakit. Tanpa kendaliku, energi itu mulai mengalir sendiri melalui semua meridian dan titik akupuntur.
Bahkan meridian dan titik akupuntur yang sebelumnya belum pernah teraliri, kini mulai dialiri sendiri oleh energi Yang dan Qi Zhen dalam tubuhku.
"Pada saat ini, rasa sakit perlahan berkurang hingga hilang sama sekali. Energi Yang putih dan energi Zhen ungu di dalam tubuhku saling menyatu, sedikit demi sedikit meresap ke dalam otot dan meridianku, seolah memperbaiki dan meregenerasi tubuhku..."
Perubahan mendadak di dalam tubuhku membuatku tak siap, namun ini pertanda baik. Ini membuktikan bahwa seharian ini 'penganiayaan' Pria Bertopi terhadapku, meskipun hampir membuatku tewas, justru berhasil membuka meridian dan titik akupuntur yang sebelumnya tersumbat dalam tubuhku selama proses 'penyiksaan' tersebut.
Setelah energi Zhen dan Yang dengan cepat mengaliri seluruh tubuhku, perlahan kubuka kedua mataku. Kuthembuskan udara kotor, lalu kulihat sekeliling. Ruoliu masih berjongkok di sampingku, menatap salju yang mulai turun perlahan di langit dengan tatapan kosong.
"Ruoliu, kamu sangat suka salju?" tanyaku padanya sambil menatapnya.
Ruoliu terkejut mendengar pertanyaanku, baru kemudian menjawab: "Ya, sejak kecil sudah suka. Aku suka putihnya salju, transparansinya yang murni. Ia membawa ketenangan, kedamaian, mengubur semua kotoran... seolah benar-benar bisa menyucikan dunia ini..."
Kulihat tatapan penuh kerinduan di mata Ruoliu, lalu kugelengkan kepala sambil tersenyum:
“Salju meski putih, tapi selamanya tak bisa menyucikan dunia ini.” Setelah berkata demikian, aku mencoba bangkit perlahan dari tanah. Untungnya setelah pemulihan tadi, rasa sakit di tubuhku sudah berkurang setengah, sehingga aku bisa berdiri.
“Lalu apa yang bisa menyucikan dunia ini menurut San Ge?” Ruo Liu menatapku dengan bingung.
“Sifat manusia dan hati manusia.” Aku menatap kepingan salju yang terus jatuh dari langit sambil menjawab Ruo Liu.
Ruo Liu mengangguk setengah paham, lalu bertanya: “San Ge, mau makan bebek panggang?”
Aku: “……”
Setelah menghabiskan bebek panggang pemberian Ruo Liu, kami bergegas kembali ke halaman. Ternyata Pria Bertopi sudah pergi. Aku masuk ke perpustakaan pribadi dan mulai melatih “Energi Zhen Wuji” metode pertama sepanjang sore itu.
Hampir senja baru aku berhenti. Saat keluar dari rumah, Ruo Liu berlari dari dapur memanggilku makan.
Kuanggukkan kepala. Di meja makan, kuperhatikan ekspresi Ruo Liu yang aneh. Dia sesekali melirikku seperti sedang bimbang.
Sudah pasti ada yang dipendamnya!
