Ucapan pria gemuk tadi hampir membuatku kena serangan jantung. Sadar telah bersalah, ia buru-buru memperbaiki ucapannya pada si pemilik toko: "Ada saudara kami yang meninggal, posturnya mirip temanku ini..."
Barulah pemilik toko mengerti. Ia menjawab: "Oke, tak masalah. Mari pilih warna: hitam, biru, atau coklat? Mau bordir motif lima kelelawar mengelilingi karakter Shou, motif kelelawar, atau motif teratai??"
“Liat dulu baru bicara.” Aku berkata sambil berjalan masuk ke ruang belakang toko baju kematian ini bersama pria gemuk.
Ini pertama kalinya dalam hidupku, membeli baju kematian untuk diriku sendiri...
Karena pertanda buruk yang kuat, aku tidak melihat dengan detail. Asal pilih satu set baju kematian lalu hendak langsung membayar dan pergi. Tapi pria gemuk tiba-tiba mendekatiku sambil terkekeh: “Shixiong, tidak mau coba ukurannya langsung pakai sekarang?”
“Nenekmu!” Aku langsung naik darah melihat wajahnya. Pasti dia sengaja!
Setelah membeli satu set perlengkapan pemakaman lengkap (baju, topi, sepatu kematian), kami keluar dan buru-buru menyetir pulang.
Di mobil, pria gemuk tiba-tiba menepuk pahanya: “Eh Shixiong! Kita hari ini buang-buang uang!!”
Aku bingung: “Buang uang bagaimana? Maksudmu?”
“Ingat waktu kita bantu kakak perempuan itu mengatasi kemasukan hantu suaminya? Kamu kan minta 1 yuan dan satu set baju kematian darinya. Sekarang kita beli lagi, bukannya dobel?” Pria gemuk menatapku.
Setelah mendengar perkataan pria gemuk, aku baru tersadar, menepuk kepalaku sendiri dan berkata: "Jangan bilang, aku benar-benar lupa hal ini, baru-baru ini terlalu banyak kejadian yang kualami, sampai-sampai melupakan urusan ini. Sudahlah, sudah dibeli juga, setelan ini juga cukup pas, pakai saja ini..."
Setelah aku dan pria gemuk pulang dengan mobil, meletakkan baju kematian dengan rapi, aku tidak menyia-nyiakan waktu. Langsung mulai melatih "Energi Zhen Wuji" di dalam rumah, sementara pria gemuk mempelajari cara menggambar jimat di kamarnya. Jelas terlihat, sekarang dia sangat tertarik dengan ritual menggambar jimat.
……
Demikianlah, beberapa hari menjelang tahun baru ini, aku terus tinggal di rumah pria gemuk untuk melatih "Energi Zhen Wuji", sekaligus mempelajari berbagai ilmu Tao dari buku 《Pegangan Ilmu Taois Maoshan》. Pria gemuk juga tekun mempelajari cara menggambar jimat sesuai panduan dari buku 《Buku Lengkap Fu Mao Shan》.
Master Qingfeng, guru spiritualku, belakangan ini tampaknya juga sibuk. Setelah meneleponku sekali dan memintaku untuk sementara tidak kembali ke Kuil Qingzhu, sama sekali tidak ada kabar lagi darinya.
Di sela-sela itu, Fang Ziyan, Leizi, Xia Linxuan dan beberapa teman lain sempat berkunjung. Kami berkumpul bersama pria gemuk, makan-makan dan mengobrol sebentar sebelum akhirnya berpencar.
Selama periode ini, meski terlihat tenang, hatiku sama sekali tidak merasakan kedamaian. Justru ada perasaan aneh seperti ketenangan palsu sebelum badai datang. Perasaan gelisah ini terus menghantuiku.
Di hati saya terus merencanakan untuk pergi ke alam baka menyelamatkan An Rushuang. Sekaligus bertanya-tanya, sebenarnya apa hubungan antara Bai Ruotong dengan jenazah perempuan di dalam makam kuno itu? Mengapa setelah mutiara putih yang diubah Bai Ruotong diserap oleh jenazah tersebut, Segel pada tubuhnya langsung terlepas?
Lalu, siapakah hantu yin di dalam peti mati perunggu makam kuno itu semasa masih hidup? Kaisar mana dalam sejarah yang mengaku sebagai "Raja Yatim" itu? Rahasia apa saja yang disembunyikan Pria Bertopi? Apa identitas sebenarnya biksun tua misterius itu? Apa yang tersembunyi di dalam giok kuno yang dia berikan padaku?
Apakah Gui Dian benar-benar pengkhianat Aliran Longhu? Siapakah pemilik suara yang selama ini bersembunyi di gelang dan ingin menukar tubuhku? Kapan aku bisa menguasai kitab《Xuan Huang Di Jing》ini?
Terakhir, dari mana asal usul cambuk misterius yang mengandung energi Yang begitu kuat itu?
Semua pertanyaan ini terus berputar-putar di pikiran saya setiap saat, membuat hati saya selalu cemas dan tekanan yang dirasakan semakin membesar.
Seperti kata pepatah, semakin besar tekanan semakin kuat motivasi. Jadi saat melatih "Energi Zhen Wuji", saya hampir lupa makan dan tidur. Hal ini membuat pria gemuk yang setiap hari memasak untukku protes keras.
"Tetapi ketidakpuasannya itu lenyap setelah aku memberinya tambahan biaya makan sebesar Rp5.000..."
Hari demi hari berlalu hingga suatu siang tepat di malam Tahun Baru Imlek ke-30. Aku pertama menerima telepon dari ibuku yang memintaku pulang untuk makan malam reuni keluarga. "Pangsit sudah siap semua," katanya.
Aku langsung menyetujui permintaan itu. Tapi setelah menutup telepon, perasaan pahit yang sangat menyedihkan menyergapku. Menurut takdirku yang terkutuk ini, sejak kecil jumlah hari yang kuhabiskan bersama orangtua bisa dihitung jari. Kapan akhir dari kutukan ini sebelum aku berkeluarga?!
"Braak! Braak! Braak!" Tiba-tiba suara ketukan keras di pintu menggema. Aku bergegas membuka pintu dan menemukan Si Bekas Luka bersama Zhao Man dan yang lain.
Si Bekas Luka tersenyum: "Shisan Lao Di, akhir tahun ini mau ikut kumpul-kumpul dengan Tim Penyelidik Fenomena Gaib kami?"
Sebelum sempat kujawab, pria gemuk yang tiba-tiba muncul di belakangku langsung berseru: "Setuju! Mau makan di mana? Minuman gratis kan?"
Si Bekas Luka tersenyum:
"Di hotel kecil depan sana. Minuman sepuasnya."
Maka siang itu kami pun pergi ke hotel yang sudah dipesan, menikmati makan siang yang lebih mirip perayaan tahun baru lebih awal.
……
Setelah keluar dari hotel, pria gemuk itu sudah mabuk sampai tidak bisa membedakan arah, aku pun tidak bisa menghentikannya. Karena ini tahun baru, hanya setahun sekali, dia ingin minum sepuasnya hari ini. Bagaimana mungkin aku tidak membiarkannya 'menikmati' penderitaan ini?
Saat pulang, Si Bekas Luka dan aku bersama-sama menggendong pria gemuk itu naik ke lantai atas. Setelah itu mereka semua berpamitan dan pergi.
Tiba-tiba rumah hanya menyisakan aku sendiri dan pria gemuk yang "setengah mati" tergeletak di kasur. Saat itu, dering ponsel terus berbunyi, sebagian besar adalah SMS ucapan Tahun Baru dari teman sekelas dan sahabat. Setelah membalas satu per satu, aku melempar ponsel ke sofa, bersandar sambil menatap keluar jendela dengan tatapan kosong...
Entah sejak kapan, di luar jendela mulai turun salju putih berhamburan. Aku duduk sendirian di dalam rumah, memandangi kepingan salju yang terus jatuh dan suara petasan yang sesekali terdengar. Pikiranku seolah kembali ke masa kecil.
Saat itu, istriku Rushuang masih menemaniku. Masa tanpa beban, tanpa kegelisahan. Yang paling dinanti adalah Tahun Baru - bisa bermain keliling, main petasan, pakai baju baru, makan enak, dan yang terpenting dapat angpao.
Jika tahun ini Kakek-Nenekku masih ada, pasti mereka yang paling sibuk. Kakek pasti sedang belanja kebutuhan tahunan di pasar, sedangkan Nenek dan ibuku sibuk menyiapkan makan malam tahun baru mewah dan membuat pangsit.
Tapi semua ini, mulai tahun depan, tak akan ada lagi...
Pada saat ini, tiba-tiba aku sangat merindukan kakek dan nenekku yang telah tiada, juga merindukan Rushuang.
Namun yang tersisa bagiku sekarang hanyalah kenangan semata.
Kenangan yang semakin menjauh dan masa kini selalu terpisah oleh selembar kertas jendela yang tak bisa ditembus, takkan pernah bisa disamakan, karena kenangan selamanya hanya akan menjadi kenangan, hanya menyimpan masa lalu, sementara masa kini tetap masa kini.
Tak bisa dilalui, tak bisa kembali...
Pria gemuk yang tidur di kasur juga sama sepertiku, sejak kecil dia sudah yatim piatu, sampai sekarang masih sendiri. Mungkin minum banyak hari ini juga karena takut akan kesepian saat tahun baru dan kenangan masa kecil.
Seiring bertambahnya usia kita, kebahagiaan seolah semakin menjauh dari kita.
Sekitar pukul 6 sore, saat aku membangunkan pria gemuk dari kasur dan mengajaknya makan malam tahun baru di rumahku, tiba-tiba ponselku berdering. Kulihat - itu nomor ponsel tak dikenal...
