An Rushuang masih mengenakan gaun putih, wajahnya tetap cantik jelita, sepasang mata phoenix-nya selalu memancarkan keindahan yang unik.
Aku menatapnya, tak mampu menggambarkan gejolak perasaanku dengan kata-kata: deg-degan, bahagia, terkejut, tak percaya... Semua emosi itu membanjiri hatiku saat dia muncul.
Membeku di tempat, kubuka mulut ingin memanggil namanya, tapi tiba-tiba suaraku tertahan. Di benakku hanya ada satu kalimat:
Akhirnya... akhirnya aku bertemu denganmu!
“Shisan, kamu benar-benar bodoh! Kenapa kamu... Apa yang terjadi dengan tubuhmu?!” An Rushuang yang berdiri di luar pintu terlihat tegang melihatku yang berlumuran darah, matanya dipenuhi kekhawatiran dan kecemasan.
“Ti-Tidak apa... Cuma luka ringan di kulit...” Aku menjawab dengan gagap sambil menatapnya setelah mendengar pertanyaannya.
“Kamu bohong!” Seru An Rushuang sambil tubuhnya berkelebat cepat, berubah menjadi cahaya putih yang menerobos celah jeruji penjara.
Bersamaan dengan itu, talisman-talisman aneh yang tergambar di seluruh dinding sel tiba-tiba memancarkan cahaya menyilaukan, langsung memantulkan An Rushuang yang berwujud cahaya itu.
Setelah dipantulkan, An Rushuang tidak menyerah. Dia kembali menerjang ke arah jeruji penjara...
Hasilnya, sekali lagi talisman di sel itu memantulkannya jauh.
“Rushuang, di sini ada formasi dan talisman pencegah kaburnya hantu yin! Kamu tidak bisa masuk, jangan sampai terluka!” Aku berteriak khawatir sambil berlari ke pintu sel.
Mendengar perkataanku, An Rushuang menampakkan wujud hantunya dan mendekat ke jeruji: “Kalau begitu katakan yang sebenarnya, luka di tubuhmu ini bagaimana?!” Matanya memerah, sorotan dalamnya penuh kepedihan.
“Aku... Tidak mau bicara...” Di depan wanita yang paling kukasihi, lidahku seolah terkunci untuk mengakui bahwa aku telah menjadi orang yang tidak berguna.
Meski kata "sampah" ini sekarang benar-benar pantas disematkan padaku.
"Kamu tidak mau bicara? Baiklah!" An Rushuang mengulurkan kedua tangannya melalui celah jeruji penjara, matanya menatapku. "Ulurkan tanganmu padaku, aku ingin menggenggamnya."
Melihat tangan An Rushuang yang terulur di hadapanku, rasa sedih yang amat dalam menggelora. Aku tak sanggup... Bahkan menggenggam tangan istriku sendiri pun tak bisa kulakukan!
"Shisan, apa... apa tulang pipa-mu ditusuk?!" Sorot mata An Rushuang yang memperhatikan tangan lumpuhku dan luka di bawah bahuku membuatnya menyadari nasibku.
Menatap sorot mata An Rushuang yang semakin panik, aku tak tega lagi menyembunyikan kebenaran. Kukanggukkan kepala.
Tubuh An Rushuang bergetar hebat mendengar pengakuanku. "Petugas pengadilan alam baka mana yang tega melakukan ini? Luka-lukamu... masih sakit?!"
Kugelengkan kepala, suaraku tertahan getir. "Sudah tidak. Darahnya juga berhenti. Aku baik-baik saja..." Kata-kata itu merobek jiwaku. Seluruh harga diri hancur berkeping oleh tangan yang tak berdaya ini.
Butiran kristal bening mengalir di pipi An Rushuang:
"Shisan... Dasar bodoh! Bagaimana masa depanmu nanti?!"
"Rushuang, bisa bertemu lagi denganmu sudah lebih dari cukup. Sungguh, tak ada yang lain kuminta." Kutatap wajahnya, melontarkan isi hati yang selama ini terpendam.
“Aku sendiri tidak pernah ingin bertemu denganmu?” An Rushuang berkata padaku dengan mata merah.
Saat mendengar kalimat itu keluar dari mulut An Rushuang, hatiku langsung dipenuhi kebahagiaan. Bahkan rasa sakit di lukaku pun terasa berkurang. Ucapannya membuat semua pengorbananku terasa berarti.
Tapi persis di momen ini, tiba-tiba aku teringat sesuatu. Kutatap An Rushuang dan bertanya, "Rushuang, bagaimana... bagaimana kamu tahu aku dikurung di sini? Lalu bagaimana caramu masuk?" Setelah euforia pertemuan ini mereda, perlahan kusadari: Keberadaan An Rushuang di sini membuktikan bahwa dirinya bebas bergerak di alam baka. Atau mungkin... demi menemuiku, dia telah menyetujui persyaratan dari Yin Si bernama Ma Wuyan itu.
Ini pertanyaan yang paling tidak ingin kusampaikan, tapi harus kulontarkan.
Sambil menunggu jawabannya, tanpa kusadari jantungku mulai berdebar kencang...
"Seorang Yin Si bernama Ma Wuyan yang memberitahuku bahwa kau ditangkap Hakim karena memaksakan masuk ke alam baka, lalu dijebloskan ke penjara bawah tanah Kota Kematian Tidak Wajar. Dialah yang mengantarku ke sini." An Rushuang terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab.
Mendengar penjelasannya, dadaku terasa seperti disumbat kapas tak kasat mata. Meski tak berbobot, tekanan itu membuatku sesak napas. Sebuah kepedihan tak terduga menyergap...
"Rushuang, apa... apa hubunganmu dengan Yin Si Ma Wuyan itu??" Tanyaku sambil menatapnya.
"Ketika aku bertanya pada An Rushuang itu, tiba-tiba aku takut mendengar jawabannya, rasa cemas merayap dalam hatiku."
An Rushuang menatapku bertanya: "Shisan, apakah sejak datang ke alam baka ini kau mendengar sesuatu?"
Aku menjawab jujur: "Ya, sebelumnya aku mendengar beberapa petugas neraka membicarakanmu dan Ma Wuyan secara diam-diam."
"Apa yang mereka bicarakan?" tanya An Rushuang.
"Mereka bilang... bilang kau bersiap menikahi pejabat Yin Si bernama Ma Wuyan itu." Aku menarik napas dalam sebelum mengungkapkan apa yang kudengar.
Mendengar perkataanku, An Rushuang tertegun sejenak lalu bertanya: "Shisan, apa kau percaya omongan mereka?"
Aku menggelengkan kepala:
"Tentu saja tidak, tapi setelah mendengar itu..."
"Tapi hatimu tetap tersakiti meski tak percaya, benar?" An Rushuang menyela, matanya menatapku dalam: "Shisan, lupakan dulu Yin Si itu. Giok yang selalu kau bawa sejak kecil, apakah masih ada padamu?"
Aku mengangguk cepat: "Masih, selalu tergantung di leherku." Aku langsung ingin melepaskan giok tempat An Rushuang biasa tinggal itu. Tapi tiba-tiba lenganku mati rasa. Kesadaran pahit menyergap: sekarang aku hanyalah orang lumpuh yang tak bisa berbuat apa-apa.
“An Rushuang sepertinya menyadari keinginanku tadi untuk mengambil liontin giok di leher, namun tangannya tak bisa bergerak sama sekali. Ia segera berkata padaku: "Shisan, majulah ke depan. Aku akan membantumu melepaskan liontin giok itu dari lehermu."
Mendengar perkataan An Rushuang, aku pun berjalan mendekatinya. An Rushuang mengulurkan tangan dan perlahan melepaskan liontin giok dari leherku, lalu memegangnya di tangan.
Setelah melirik liontin giok di tangannya, ia berkata padaku: "Shisan, julurkan kakimu melalui celah pintu sel ini."
Meski tak mengerti rencana An Rushuang selanjutnya, aku tetap menurut. Kujulurkan kaki kiriku melalui celah di bawah pintu sel.
Persis di saat itu, bayangan An Rushuang berkedip dan berubah menjadi sorotan cahaya putih yang melesat masuk ke dalam liontin giok.
Begitu cahaya putih yang merupakan wujud An Rushuang sepenuhnya menyatu dengan liontin giok, liontin itu tiba-tiba jatuh ke tanah dari udara.
"Tok~!" Bunyi ringan terdengar saat liontin yang jatuh itu mendarat tepat di punggung kakiku yang terjulur.
Melihat pemandangan ini, aku segera memahami maksud An Rushuang. Cepat-cepat kutarik kakiku yang terjulur beserta liontin giok yang menempel ke dalam sel.
Tepat saat aku menarik kembali kakiku, cahaya putih dari Giok berkilat, bayangan An Rushuang tiba-tiba muncul di hadapanku. Begitu muncul di sel ini, tanpa sepatah kata pun, dia mengulurkan kedua tangannya dan langsung memelukku erat.
“Zuo Shisan, aku sangat merindukanmu...”
Seketika itu, ucapan An Rushuang membuat hidungku terasa pedih. Air mata tak terkendali mengalir deras. Meski tubuhnya terasa dingin, di saat ini musim semi bersemi di hatiku...
Rasa sakit di tubuhku tak lagi menyiksa, kekhawatiran di hati pun sirna. Pada momen ini, dalam duniaku, dialah segalanya.
Perasaan bukanlah segalanya, tapi saat ia benar-benar datang, dapat seketika menjadi segalanya bagi seseorang!
