Hakim Lu membawaku terbang keluar Istana Raja Yama. Setelah sesaat melayang, ia berbelok tajam ke satu arah dan melesat cepat.
"Awalnya aku berniat menanyakan tentang kitab 《Xuan Huang Di Jing》 yang ada di tubuhku kepada Hakim Lu selama perjalanan—mengapa kitab itu bisa mengikis habis sifatku. Tapi sepanjang jalan, Hakim Lu terbang begitu cepat dengan desau angin menderu di telinga, terpaksa kuminum kembali pertanyaan ini ke dalam perut, menunggu kesempatan bertanya saat kami berhenti nanti...
Demikianlah, Hakim Lu membawaku melesat menuju salah satu arah selama lebih dari sepuluh menit, lalu perlahan merendahkan ketinggian dan mendarat di tanah kelabu.
Begitu menyentuh tanah, kakiku kembali menginjak permukaan lembek seperti kertas. Hakim Lu di depanku tak berlama-lama, langsung melangkah masuk ke kabut abu-abu di depan.
Kukuti dia dari belakang. Semakin jauh kami melangkah, kabut kelabu di sekeliling semakin pekat. Menembus lapisan kabut tebal ini, Hakim Lu mengantarku ke sebuah sumur batu kuno. Kudekati bibir sumur dan melongok ke dalam—kolom kabut abu-abu membentang di bawah, menutupi kegelapan gulita yang tak terlihat dasarnya.
"Shisan, Gerbang Hantu sudah tertutup. Karena itu kubawa kau ke sini. Sumur kuno ini juga bisa mengantarmu kembali ke Dunia Manusia. Setelah turun, kau akan melihat jalan setapak putih. Ikuti terus jalan itu sampai ke dunia manusia. Tapi ingat satu hal..." Hakim Lu di sampingku menatapku serius.
Kubalikkan badan menghadapnya. "Ingat satu hal apa?"
“Setelah turun ke sumur, jalan terus tanpa berhenti, dan jangan sekali-kali menoleh ke belakang! Ingat?” Hakim Lu menatapku dengan ekspresi sangat serius sambil berpesan.
Aku mengangguk:
“Ya, semuanya sudah kuingat.”
“Kalau begitu turunlah!” Begitu Hakim Lu selesai bicara, dia menendang pantatku hingga aku terjatuh ke dalam sumur kuno di depan mata! Melihat sosok Hakim Lu di mulut sumur, sampai saat ini aku belum sempat menanyakan tentang kitab 《Xuan Huang Di Jing》padanya.
Dia benar-benar terlalu tergesa-gesa!
Saat tubuhku jatuh ke dalam sumur kuno, aku merasakan tubuh melesat cepat ke bawah, tapi tak lama kemudian berhenti tiba-tiba. Seolah ada sepasang tangan tak kasat mata yang dengan lembut menahan jatuhku, menghentikan gerak tubuhku.
Kubuka mata. Yang terlihat hanyalah kegelapan pekat. Di ruang gelap ini, kabut hitam energi Yin bertebaran di segala penjuru, sesekali diselingi kabut abu-abu bertotol hitam yang melayang-layang. Udara di sini juga menyengat bau kertas terbakar.
Kuperhatikan depan dengan seksama. Benar saja, terlihat jalan setapak selebar setengah meter yang terbuat dari kertas putih membentang tak berujung, berkelok-kelok menembus kedalaman ruang gelap gulita ini...
Melihat jalan putih itu, kujalani sesuai pesan Hakim Lu: melangkah di jalan putih tanpa henti, tanpa menoleh ke belakang.
Ketika aku menginjak jalan setapak putih ini, kaki masih merasakan sensasi lembut, seolah menginjak jalan yang dipenuhi selimut atau kapas, berjalan sangat melelahkan dan sulit dipercepat.
Aku terus berjalan menyusuri jalan putih ini. Setelah sekitar 20-30 menit, di depan terlihat pintu keluar seperti gerbang dengan cahaya putih menyinari dari luar.
Melihat ini, hatiku berdebar. Rupanya ini ujung jalan - gerbang penghubung alam baka ke dunia manusia!
Saat sampai di pintu keluar, kuangkat kaki dan melangkah. Cahaya putih menyilaukan menyambar, tubuh terjatuh bebas dan dengan keras menghantam tanah!
Sambil menahan sakit, aku perlahan bangkit. Ingin membuka mata melihat lokasiku di dunia manusia, namun sorot matahari yang terik membuatku sama sekali tak bisa membuka kelopak mata...
Di saat bersamaan, kudengar suara orang-orang berbisik di sekeliling. Setelah mata mulai terbiasa, pelan kubuka kedua mata - pemandangan di sekitar langsung membuatku terkejut!!
Aku berada di jalan pedestrian ramai! Orang-orang berkerumun memandangiku, menunjuk-nunjuk, bahkan ada yang mengarahkan ponsel untuk memotretku.
Melihat pemandangan di depan mataku, aku langsung tersadar! Dasar kelinci sialan, Bung! Saat ini seluruh tubuhku dilumuri abu sisa wajan dan memakai baju kematian mayat! Dengan gaya norak seperti ini berdiri di jalan pedestrian, mana mungkin tidak menarik kerumunan orang?!
"Orang ini... ngapain sih? Kok pakai baju orang mata??"
"Jangan-jangan orang ini sakit jiwa?"
"Jangan-jangan ini lagi-lagi orang yang mau tenar lewat konten viral di internet?"
"Mungkin dia sedang pertunjukan seni perilaku..." Segala macam komentar miring bertebaran di sekeliling.
Wajah setebal kulit kerbau pun pasti tak tahan diperlakukan begini. Dikerubuti orang-orang yang menunjuk-nunjuk, akhirnya aku berteriak: "Ngapain pada ngepoin?! Belum pernah liat syuting film hantu di siang bolong ya??" Setelah melempar kalimat itu, aku langsung kabur menembus kerumunan. Melayang keluar dari kerumunan, aku sampai di jalan raya depan dan melihat taksi yang sedang melaju ke arahku.
Melihat taksi itu, aku langsung melambaikan tangan ke supirnya. Pokoknya pulang dulu ke rumah. Dengan penampilan seperti ini, kalau ada yang nelpon polisi, bisa-bisa aku langsung dijebak ke rumah sakit jiwa. Kalau sampe kejadian begitu, malu tujuh turunan...
Namun yang tak kusangka, sopir taksi itu melihatku melambaikan tangan, hampir menabrak tiang lampu jalan di sebelahku. Kaki menginjak gas, "brem!" mobilnya melayang keluar.
Aku berdiri di pinggir jalan, memandangi taksi yang "pontang-panting kabur" itu. Sadar penampilanku seperti mayat ini mustahil bisa nebeng. Ya sudah, ponsel di tas ransel juga habis baterai. Lebih baik cari tempat cuci muka dulu, lepas baju kematian sialan ini. Sekalian pakai baju dalam termal saja, lebih baik daripada tetap memakai shouyi.
……
Saat keluar dari kamar mandi umum dengan pakaian dalam termal, malangnya aku kembali dikerumuni orang-orang yang lewat.
"Suamiku, orang ini pakai baju dalam termal keluyuran buat apa? Edan ya?"
"Istriku, kurasa pria ini delapan puluh persen ketangkep selingkuh sama istri. Bajunya aja tak sempat dipakai, langsung kabur dari hotel."
"Menurutku nggak kayak gitu. Lihat umurnya baru dua puluhan, mana punya istri? Delapan puluh persen dia nolong nenek-tua palsu yang pura-pura jatuh, terus ditilep. Uangnya nggak cukup, bajunya pun disita..."
Aku tak bersalah berdiri di jalan, mendengar gunjingan ini menghela napas dalam: Ai! Masyarakat penuh "kebencian" sekarang.
"Zuo Shisan??" Tiba-tiba suara perempuan dari belakangku terdengar.
Setelah mendengar namaku dipanggil dari belakang, tanpa pikir panjang aku langsung menoleh. Di sana, Fang Ziyan dan Xia Linxuan pacarnya Leizi sedang berdiri memperhatikanku.
"Shisan, benar ini kamu? Kamu... kamu baik-baik saja? Kenapa pakai baju begini berani keluar ke jalan?" Fang Ziyan tertegun sejenak melihatku, lalu bertanya dengan wajah penuh keheranan.
Aku memandangi Fang Ziyan dan Xia Linxuan di depanku. Seperti makan buah simalakama, tak bisa kuungkapkan penderitaan ini. Akhirnya kubicara bercanda: "Bagaimana? Model baju dalam pria terbaruku ini keren kan?"
"Shisan, otakmu tidak kepanasan ya?" Fang Ziyan menyelidik.
Aku menggelengkan kepala sambil menghela nafas pasrah: "Fang Ziyan, Xia Linxuan. Keadaanku sekarang terlalu rumit untuk dijelaskan. Bisakah kalian belikan baju dulu? Aku tunggu di kamar mandi umum belakang sana."
Fang Ziyan segera mengangguk-angguk menyetujui. Ia menarik lengan Xia Linxuan dan bergegas menuju toko pakaian pria terdekat...
