Aku berjalan mendekat, menatap jenazah perempuan yang terbaring di tanah dan berkata padanya: "Saat aku masih kecil sekitar tujuh atau delapan tahun, ada anak yang lebih tua sering menindasku. Coba tebak apa yang kulakukan? Kuberitahu, aku mengalah. Tapi suatu hari, si anak itu tiba-tiba menghina orangtuaku. Aku mempertaruhkan nyawa melawannya - wajahnya kubuat bengkak, kepalaku dia pecahkan. Jadi siapapun kalian, atau siapapun yang mendukung di belakang, jika mencariku, aku siap hadapi! Tapi jika kalian menyakiti orangtua dan keluargaku..." Suaraku meninggi dengan getir, "...maka aku yang akan membantai kalian dengan tanganku sendiri!" Setelah itu, aku menarik napas dalam dan meneriakkan mantra:
"Gōng zhōng sì jué shén yuán zhào, niàn yǐ wú cún sān míng kāi. Lóng Hŭ Qī Shè Yìn! She!!" Saat mantra tingkat ketiga terucap, cahaya merah redup seketika menyala di tangan kananku. Gelombang energi Yang yang dahsyat memancar, menghancurkan energi Yin yang selama ini mengelilingiku di dalam rumah itu.
"Matilah!!" Teriakku sambil melancarkan serangan ke arah jenazah perempuan di lantai.
"San Ge, jangan! Ini aku, Bai Ruotong..." Suara familiar namun asing itu keluar dari mulut jenazah persis saat seranganku meluncur. Mendengar suaranya dan melihat wajah yang mirip Bai Ruotong, refleks aku menghentikan tangan kiri yang hampir menghantamnya. Badanku membeku di tempat.
Sedangkan jenazah perempuan yang terbaring di tanah mengambil kesempatan saat aku bingung, cepat bangkit dari tanah, mundur ke belakang, kedua matanya waspada menatapku.
"Katakan padaku! Sebenarnya apa hubunganmu dengan Bai Ruotong?!" Aku menahan gejolak darah dan aura negatif di hati, menatap jenazah itu dan bertanya.
"Aku adalah Bai Ruotong, Bai Ruotong adalah aku. Jika kau membunuhku, sama saja membunuh dia. Beranikah kau mengangkat tangan?" Jenazah itu berbicara dengan suara persis Bai Ruotong.
"Kau bukan dia, dia pun tak mungkin jadi kau. Kutanya terakhir kali, apa hubunganmu dengan Bai Ruotong?!" Aura negatif yang bergolak di hatiku kini menyala bagai sumbu bom, siap meledak kapan saja.
"Kau benar-benar ingin tahu? Kalau begitu hari ini akan kukatakan, sampai kau menyesal seumur hidup!" Jenazah itu mengumpulkan energi di tangan kirinya. Di telapak tangan kiri itu mulai tumbuh lapisan bulu halus putih persis... persis seperti bulu rubah putih!
"Aku adalah rubah, sudah berapa lama aku ada di dunia ini, bahkan aku sendiri sudah lupa. Bai Ruotong sebenarnya keturunanku yang ke berapa, mungkin aku sendiri tidak bisa menjelaskan. Tapi sejak pertama kali dia mengikuti kalian masuk ke makam kuno, aku sudah merasakannya - keturunanku telah datang. Darah yang mengalir di tubuhnya sama persis denganku. Asalkan aku bisa mendapatkan roh dari tubuhnya, aku bisa membuka segel dan kembali ke langit-bumi. Dan kamu, kebetulan menyerahkan rohnya ke tanganku, membuatku bisa menyerapnya. Jadi orang yang benar-benar membunuh Bai Ruotong bukan aku, tapi kamu - Zuo Shisan!!" Mayat perempuan itu menatapku dengan tatapan penuh ejekan, nada suaranya dipenuhi cemoohan.
Mendengar perkataan mayat itu, seluruh darah di tubuhku seolah mengalir terbalik. Aura pembunuhan yang belum pernah kurasakan sebelumnya tiba-tiba memenuhi seluruh tubuhku!
"Dasar sialan!!"
"Hehehe... Aku memang binatang." Mayat itu menatapku dengan tatapan mengejek.
"Aku akan BUNUH kau!!" Aku langsung bergerak menerjangnya. Saat ini hanya ada satu pikiran di kepalaku:
Bunuh dia!
Tepat saat aku mulai bergerak, teriakan keras menggema dari belakangku. Begitu teriakan itu terdengar, suara "Boom boom" tiba-tiba bergema di dalam rumah. Bersamaan dengan itu, semua peti mati yang terletak di dinding mulai bergetar hebat.
Melihat ini, sisa-sisa nalar yang masih tersisa membuatku menghentikan langkah. Mataku beralih ke peti-peti mati di dalam rumah ini.
"Peti mati kayu satu per satu terus bergoyang, energi Yin hitam pekat di dalamnya perlahan menyebar keluar. Pada saat ini, konsentrasi energi Yin di dalam ruangan mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, bahkan memberikan perasaan tertekan pada diriku."
Teriakan keras tadi ternyata berasal dari kakek tua yang sebelumnya telah kujatuhkan. Aku sama sekali tidak menyangka bahwa setelah menerima pukulan hebat dari Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks, kakek ini masih bisa bangkit dari tanah.
Saat ini kakek tua itu berdiri beberapa meter dariku, kedua tangannya membentuk mudra aneh sementara mulutnya komat-kamit melafalkan mantra dengan cepat.
"Kak Zhao Man, tembak kepala kakek tua itu!!" Seruku sambil mengingatkan Zhao Man untuk menembak, sekaligus melesat maju mendekati sang kakek.
Dari jarak sedekat ini, aku sepenuhnya yakin pada kemampuan menembak Zhao Man.
"Braak!!" Suara tembakan Zhao Man bergema saat aku baru saja bergerak. Peluru tepat mengenai kepala kakek tua itu. Peluru Pengusir Setan menembus langsung, tapi setelah tertembak, sang kakek sama sekali tidak mengeluarkan darah maupun terjatuh. Tubuhnya hanya gemetar ringan beberapa kali, mulutnya tetap komat-kamit.
Sialan! Kakek tua ini benar-benar mayat! Tepat saat aku mendekatinya dan bersiap menyerang, suara gemuruh "Braak! Braak! Braak!..." bergema di sekeliling. Bersamaan dengan itu, kurasakan energi Yin dalam jumlah tak terhitung mendekat dengan cepat dari luar rumah.
"Setelah merasakan energi Yin itu, keinginanku untuk mengakhiri pertarungan semakin kuat. Dengan cepat kuhunus Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks, menusuk tepat ke tengah dada si kakek tua."
Kakek itu tak menghindar. Matanya menyaksikan pisauku menancap di dadanya sambil menyeringai dingin: "Zuo Shisan, sebagai salah satu Sesepuh Besar Sekte Gan Shi, kau meremehkanku! Bahkan Lu Yu dari Aliran Longhu pun tak bisa membunuhku dengan senjata ini."
"Mungkin kau benar. Tapi bagaimana kita tahu tanpa mencoba?!" Aku mengalirkan Energi Zhen ke tangan kanan. Energi itu menyambar melalui pisau dan masuk ke tubuh sesepuh itu.
Seketika tubuhnya menggelepar seperti tersengat listrik tinggi, terpental ke belakang sambil menjerit kesakitan.
Tiba-tiba dari belakangku terdengar rentetan tembakan Zhao Man dan raungan mayat hidup. Kucekatkan kepala.
Dadaku sesak. Puluhan jiangshi berkulit tanah tiba-tiba memenuhi ruangan, menyerbu Zhao Man yang terus menghindar sambil menembakkan pistolnya yang nyaris tak berguna.
Tanpa pikir panjang, kuterjang ke arahnya.
Sambil berlari, aku terus memperhatikan Zhao Man yang terkepung oleh sekelompok zombie, dalam hati bergumam: Wanita ini benar-benar memiliki sifat dan harga diri yang sangat kuat! Bahkan dalam situasi seperti ini, dia tidak meminta bantuanku. Seberapa keras sifat Zhao Man sebenarnya? Ungkapan "ning si bu qu" (lebih memilih mati daripada menyerah) sangat cocok menggambarkan dirinya.
Saat aku berhasil mencapai belakang gerombolan zombie itu, langsung kuhunuskan Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks di tanganku, menusuk tajam ke titik vital di punggung salah satu zombie. Begitu belati itu menembus titik vitalnya, zombie itu langsung ambruk.
Bersamaan dengan itu, kutujukkan telapak tangan dengan jurus Lóng Hŭ Qī Shè Yìn ke titik vital punggung zombie lainnya. Sekali lagi, satu zombie jatuh ke tanah.
Dengan gerakan cepat, aku berhasil menjatuhkan zombie-zombie yang mengepung Zhao Man satu per satu, lalu segera berseru padanya:
"Kak Zhao Man, cepat ke sini!"
Mendengar teriakanku, Zhao Man menoleh dan melepaskan tembakan ke arah zombie yang menerjangnya. Setelah berhasil memukul mundur zombie itu, dia segera berlari ke arahku.
"Aarrgghh!!!" Tiba-tiba seekor zombie melolong keras dan menerjang Zhao Man. Walau berhasil menghindar dengan cepat, cakar tajam zombie itu masih berhasil melukai pahanya.
Aku segera menerjang, mengumpulkan energi Yang di tubuhku, lalu menendang zombie itu dengan keras. Setelah itu, aku menunduk memeriksa luka di paha Zhao Man.
Setelah melihat dengan jelas, aku menghela napas lega. Untungnya Zhao Man masih mengenakan celana dalam tebal di dalam. Saat celana luar dan dalamnya terkoyak, cakar hitam zombie itu hanya membuat goresan darah kecil di paha atasnya, tidak terlalu parah.
