Mobil melaju pelan sepanjang perjalanan, bukan hanya karena malam tapi juga semakin lebatnya hujan salju.
Zhao Man melihat serpihan salju di luar mobil, dengan sedikit kekhawatiran ia berkata: "Salju ini turun seharian sampai sekarang, malah semakin deras. Tempat ini tidak seperti di kota, kalau salju sebesar ini terus turun setengah hari lagi, pasti jalanan akan terblokir. Kita akan kesulitan untuk pulang."
"Seharusnya akan segera berhenti?" Setelah mengucapkan kalimat ini, mataku menerawang kosong ke luar jendela mobil.
Mobil terus melaju lambat di jalan setapak pegunungan ini. Untungnya setelah lebih dari satu jam, serpihan salju perlahan mengecil, bertahan sebentar, lalu berhenti total.
Melihat salju besar di luar telah berhenti, Zhao Man menghela napas lega, sedikit meningkatkan kecepatan mobil.
……
Ketika kami kembali ke kota Dongdian dengan mobil, hari sudah siang di keesokan harinya. Zhao Man membangunkanku dari kursi penumpang depan sambil berkata: "Shisan, kita sudah sampai. Mari cari tempat makan dulu."
Aku terbangun, melihat ke luar jendela. Matahari sudah tinggi di langit. Melihat ke jalan raya, ternyata Dongdian tidak mengalami hujan salju kemarin, permukaan jalan terlihat bersih.
Setelah menemukan tempat parkir di sekitarnya, Zhao Man mengajakku turun dari mobil dan berjalan menuju salah satu restoran...
Setelah makan siang, Zhao Man mengantarku kembali ke gerbang perumahan tempat pria gemuk tinggal, lalu buru-buru pergi ke arah barat dengan mobil. Kutebak ia pergi menemui kapten mereka Si Bekas Luka.
Memandangi Zhao Man yang semakin menjauh, aku berbalik badan menuju rumah pria gemuk.
Kembali ke rumah pria gemuk, aku mencoba menekan bel pintu beberapa kali, tapi tidak ada yang keluar.
"Apa mungkin pria gemuk itu tidak ada di rumah hari ini?" Pikiranku melayang, segera kuambil ponsel dan menghubungi nomor pria gemuk. Telepon berdering beberapa saat sebelum akhirnya diangkat.
"Halo, Shixiong, kamu di mana?" tanya pria gemuk.
"Aku di depan rumahmu. Kamu di mana?" tanyaku balik.
"Aku masih di rumah sakit nemenin si anchor wanita ini. Shixiong, gimana urusan Sekte Gan Shi? Sudah beres?" pria gemuk bertanya.
"Semua sudah selesai. Anchor itu sekarang aman. Kamu pulang dulu," kataku. Alasan utama memanggilnya pulang adalah agar dia menemaniku mengunjungi orangtuaku.
Setelah kejadian dengan Sekte Gan Shi ini, aku mulai sadar: Meski sejak kecil jarang bersama orangtua karena takdir, seringkali aku mengabaikan mereka. Andai bukan karena Master Qingfeng guru-guruku, mungkin mereka sudah jadi korban Sekte Gan Shi.
"Oke! Aku juga udah muak ngurus dia. Ribet banget: makan apel harus dikupas, minum susu nggak mau yang full cream, jam makan harus tepat waktu - nggak boleh lebih atau kurang semenit! Minum air harus hangat 37 derajat. Dasar, gimana caranya akurat begitu?!" Pria gemuk menggerutu lewat telepon seolah sudah menahan lama.
Kuketawa mendengar keluhannya. "Dengar, pria gemuk. Langit itu adil pada semua. Semakin banyak kelebihan seseorang, semakin banyak pula kekurangannya. Sebaliknya, orang yang sedikit kelebihannya, sedikit pula kekurangannya."
“Shixiong, perkataanmu benar. Jangan lihat aku gemuk dan tidak menarik, tapi Pangye ini punya sedikit kekurangan.”
“Sudah, jangan puji diri sendiri. Cepat kembali, aku tidak bawa kunci. Menunggu di luar pintu, dingin di koridor.” Aku langsung mematikan telepon.
Setelah menunggu lebih 20 menit di luar, pria gemuk itu berlari tergesa-gesa. Melihatnya, aku segera berkata: “Ayo, bawa aku ke rumah orangtuaku dengan mobilmu.”
Sebelum sempat bereaksi, kutarik dia turun tangga. Mengikutiku sambil bertanya: “Shixiong, orangtuamu... apa mereka baik-baik saja?”
“Tidak apa, hanya rindu ingin bertemu dan makan bersama hari ini,” jawabku.
Pria gemuk itu agak canggung: “Shixiong, bukankah aku mengganggu acara keluarga kalian?”
“Santai saja, anggap rumahku seperti rumahmu!” Kami naik mobilnya dan langsung menuju rumah orangtuaku.
Melihatku masuk, wajah khawatir orangtuaku langsung berubah senang. Ibuku mempersilakan kami masuk dan mulai memasak, sementara ayahku menyeduh teh hijau.
Hari ini perusahaan libur jadi mereka tidak bekerja. Melihat ibuku masuk ke dapur, awalnya ingin kukatakan bahwa aku sudah makan, tapi kata-kata itu kutelan kembali. Masih bisa makan lagi kalau disuruh.
Makanan di luar takkan pernah bisa menandingi masakan keluarga. Yang satu bisa dibeli dengan harta, yang lain takkan pernah bisa didapat meski habiskan seluruh kekayaan.
Sambil menunggu ibuku memasak, kudengar dari ayah bahwa Master Qingfeng sudah pergi sejak tadi malam. Meski beliau tinggal di rumah untuk melindungi orangtuaku, tak sepatah katapun beliau ceritakan hal ini pada mereka.
Lebih baik mereka tidak tahu. Biar mereka tak harus terus-menerus merasa jantung berdebar-debar karena urusanku.
Kami pun mengobrol di ruang tamu dengan ayah sambil menunggu ibu menyelesaikan masakan. Saat kami hendak duduk bersama di meja makan, tiba-tiba telepon di ponselku berbunyi. Kulihat layar - panggilan itu dari Master Qingfeng, guruku.
Setelah menerima telepon, Master Qingfeng langsung bertanya dengan suara keras padaku di ujung sana: "Shisan, benarkah Qiu Shasha dibunuh oleh tanganmu sendiri?!"
Mendengar perkataan Master Qingfeng ini, hatiku seolah dihantam palu besi dengan keras hingga gemetar. Aku terdiam sejenak lalu membuka mulut: "Ya, aku yang membunuhnya."
"Ah..." Di ujung telepon, Master Qingfeng menghela nafas berat setelah mendengar jawabanku, lalu tak berkata apa-apa lagi.
“Aku menunggu beberapa saat, lalu bertanya: ‘Shifu, apa yang harus kulakukan sekarang?’ Pertanyaanku ini ditujukan padanya, sekaligus pada diriku sendiri—apa yang harus kulakukan sekarang? Bagaimanapun proses kejadiannya, fakta bahwa aku sendiri yang membunuh Qiu Shasha tetap ada. Meskipun pemimpin sekte Aliran Longhu tidak mencari masalah, aku sendiri tak bisa melewati batasan dalam hatiku ini.”
“Mungkin dia sudah lama ingin pergi... Shisan, Aliran Longhu terus mencari pengkhianat, tapi pengkhianat sejati tidak akan pernah dianggap pengkhianat.” Master Qingfeng tiba-tiba mematikan telepon setelah mengatakan ini.
Aku tetap berdiri terpaku di dalam rumah. Apa maksud sebenarnya dari perkataan shifu-ku tadi? Sepertinya dia tahu sesuatu, tapi tak mau memberitahuku.
Seolah-olah di dalam Aliran Longhu, setiap orang tahu kebenaran yang tak kuketahui. Hanya aku yang tetap dikelabui. Aku tak tahu apakah mereka melakukan ini untuk menjauhkanku, atau melindungiku dari bahaya?
Karena kemungkinan besar yang terakhir, bagaimanapun juga aku harus percaya pada shifuku, Master Lu, dan Pria Bertopi yang berulang kali menyelamatkan nyawaku dan membuatku kuat. Meski pertanyaan yang dia tinggalkan selalu menggantung.
Tiba-tiba aku teringat wanita berbaju merah yang kujumpai di alam baka dulu. Kekuatan dan ilmu Taonya yang melampaui langit membuatku merinding. Jangan-jangan dalang di balik tekanan pada Qiu Shasha adalah dia?
“Shisan, sudah selesai telepon? Cepat ke sini makan, nasinya sudah dingin.” Saat itu, suara Ibuku yang mendesakku terdengar.
Aku mengiyakan, berjalan mendekat, lalu duduk di meja makan dan mulai menyantap hidangan.
Setelah makan siang, aku dan pria gemuk itu menemani orangtuaku mengobrol di ruang tamu sebentar. Tiba-tiba aku tersadar bahwa sudah waktunya pergi. Jika aku terlalu lama tinggal bersama orangtua sebelum berkeluarga, hal itu akan menekan nasib mereka. Seseorang yang kehilangan nasib bisa mengalami berbagai kemalangan.
Setelah berpamitan dengan orangtuaku, aku langsung menyuruh pria gemuk itu membawaku ke desa tempat kakek-nenekku tinggal semasa hidup mereka.
Saat ini aku sudah memutuskan: pertama-tama akan mengunjungi makam kakek-nenekku untuk membakar uang kertas sembahyang dan bersujud beberapa kali. Kemudian bersiap menuju Sungai Kuning untuk mencari "Pulau Yin-Yang" yang misterius, menemukan "Rumput Yin-Yang", lalu pergi ke alam baka untuk menyelamatkan An Rushuang.
