Melihat si botak mendekati kami, aku dan Zhao Man serentak berbalik badan, memandangnya dengan tenang tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Si botak itu berjalan mendekati Zhao Man dengan senyum genit. Matanya yang penuh nafsu menyoroti bagian-bagian vital tubuh Zhao Man, seolah ingin memiliki kemampuan melihat tembus agar bisa mengintip langsung di balik pakaiannya.
Zhao Man adalah wanita dengan sifat keras kepala dan konservatif! Dihadang tatapan cabul si brengsek botak yang tak henti mengamati tubuhnya, amarahnya langsung meledak. Tangannya yang terkepal langsung menampar keras pipi si botak.
"Tok!!" Suara tamparan itu membuat kepala si botak berputar satu lingkaran di tempat, hampir terjatuh di dek kapal. Tampak jelas betapa kuatnya tamparan Zhao Man.
"Bagus, pukul terus, sampai brengsek menjerit!" Pria gemuk itu bersorak. Dia punya kelebihan: selalu bisa membuat masalah kecil jadi besar dalam situasi apapun.
"Dasar...dasar perempuan brengsek! Berani-beraninya kau pukul aku?! Tau nggak kami ini siapa?!" Si botak yang masih linglung karena tamparan itu baru sadar. Jarinya menuding Zhao Man sambil menggeram.
"Zhao Man menyeringai dingin, menatap si botak itu sambil berkata: 'Aku memukulmu? Buktinya mana? Siapa yang lihat? Shisan, pria gemuk, kalian lihat?'"
"Tidak..." Aku dan pria gemuk menggelengkan kepala serempak, dalam hati berpikir: Preman brengsek botak tak tahu diri ini benar-benar celaka, salah menyindir orang. Dia malah berani ganggu Zhao Man.
Wanita ini bukan cuma anggota Tim Penyelidik Fenomena Gaib yang punya backing, tapi dari kebiasaannya ganti-ganti mobil juga bisa dilihat - dia pasti anak orang kaya atau anak pejabat. Preman brengsek kelas teri yang berani menyinggungnya, itu sama saja mencari mati.
Putih-hitam semua bisa menghancurkanmu.
"Bagus, sangat bagus! Kalian bertiga konspirasi mengakali aku ya?! Cewek ini nggak tega aku sentuh, dasar aku masih takut gebuk dua brengsek kacangan seperti kalian?!" Si botak brengsek itu mengumpat sambil melangkah mendekatiku, mengepalkan tangan hendak memukul!
Melihat ini, hatiku bersukacita, tak menghindar. Kebetulan sebelumnya kami ingin menyerang gerombolan preman botak ini tapi tak ada alasan. Sekarang pas, asal kepalan tangan si botak ini mengenai pipiku, aku akan segera menendangnya keluar kapal!
"Lao San! Berhenti!!" Persis saat kepalan tangan si botak tinggal sejengkal dari wajahku, tiba-tiba dihentikan oleh teriakan dari botak lain di belakangnya.
"Brother Wen, mereka bertiga yang pertama memulai!" Si botak dengan tato kalajengking di pipi itu menoleh tak puas ke botak bernama Wen sambil berkata.
"Kalau kamu tidak mengganggu orang, masa dia sampai menamparmu?! Cepat balik ke sini, jangan di luar terus mempermalukan aku!!" Meski Wen Ge juga botak, dia mengenakan setelan jas yang rapi, berpenampilan seperti orang terpelajar.
Seperti kata pepatah, lebih takut pada preman berpendidikan daripada preman biasa. Sekarang ini, masalahnya jadi semakin rumit.
Botak bernama Lao San ini mendengar perkataan Wen Ge, tanpa bicara sepatah kata pun, dia kembali dengan wajah kecewa.
Aku menoleh ke botak bernama Wen Ge itu, mendapati dia juga sedang menatapku sambil tersenyum. Aku membalas senyumannya, lalu mengonsentrasikan energi Yang ke kedua mata untuk mengamati tubuh Wen Ge dengan seksama.
Ternyata energi Yang di tubuhnya tidak jauh berbeda dengan orang biasa, bukan praktisi spiritual. Barulah aku benar-benar lega.
Akhirnya, di kapal ikan yang tidak terlalu besar ini, bersama kami bertiga, total ada empat kelompok yang naik.
Kami bertiga, dua orang Sekretaris Yang, lima pedagang wanita, dan empat preman botak yang baru saja naik.
Seluruhnya lebih dari sepuluh orang berdesakan di dek depan kapal ikan ini. Meski sempit, masih cukup untuk tempat berdiri kami semua.
Tak lama kemudian, Wang A Cheng dan ayahnya menarik jangkar kapal, menghidupkan mesin, dan mengarahkan kapal ke tengah Sungai Kuning.
Saat ini belum tengah hari, sinar matahari belum terlalu terik, sehingga di sekitar Sungai Kuning berkabut putih. Aku menunduk melihat ke bawah perahu, air sungai kuning yang tenang justru memberiku kesan misterius.
Berapa rahasia yang terkubur di dasar Sungai Kuning selama ribuan tahun ini, berapa banyak tulang-belulang yang tersembunyi...
Perahu memasuki wilayah air dalam, kabut sekitar perlahan menghilang. Wang Acheng dan anaknya mulai menambah kecepatan. Zhao Man mengeluarkan teropong dari tubuhnya dan mulai menyapu pandangan ke segala arah di haluan perahu.
Tanpa kegiatan, mataku melirik ke arah empat brengsek itu. Dari empat orang itu, seluali si botak yang dipanggil Wen Ge, ketiganya tak henti-hentinya melirik dan mengamati tubuh Zhao Man.
Memang benar. Wajah dan tubuh wanita seperti Zhao Man selalu menjadi pusat perhatian pria di mana pun.
Kuhela napas pelan, bergumam lirih: "Kecantikan bagai air bah, air bah yang menawan..."
"Shisan, kau bilang apa?" Zhao Man menurunkan teropongnya, menoleh ke arahku bertanya.
Aku segera berkata: "Tidak apa, aku cuma terharu dan ingin memuji sungai ibu pertiwi bangsa Tionghoa kita ini. Ia telah membesarkan generasi demi generasi pahlawan-pahlawan, mewariskan api peradaban Tiongkok. Dari lagu rakyat pilu di Hequ utara, sampai opera Pu yang memabukkan di Hedong selatan, semuanya memuji sungai ibu di bawah kaki kita ini. Keberadaan Sungai Kuning ini membuat daratan sunyi ini bergema dengan vitalitas kehidupan..."
Pria gemuk di samping sudah tak tahan mendengar omong kosongku. Ia memotong pembicaraanku: "Shixiong, cepat berhenti lah. Tadi kau jelas-jelas bilang Nona Zhao itu bencana kecantikan."
"Dasar keparat! Kapan aku bilang Kak Zhao itu bencana kecantikan?!" Si keparat ini, demi merebut hati Zhao Man, benar-benar menghalalkan segala cara. Ia sama sekali mengabaikan ikatan persaudaraan kami, malah menambahkan bumbu fitnahan.
"Sudah! Kalian berdua kurangilah bicara. Perhatikan baik-baik, jangan sampai kita melewatkan 'Pulau Yin-Yang' itu." Zhao Man menatapku dan si pria gemuk.
Kapal nelayan terus melaju ke tengah Sungai Kuning. Satu jam kemudian, langit mulai berawan kelam. Menatap langit mendung ini, hatiku mulai resah. Aku mendekati kabin untuk bertanya pada Wang Acheng dan putranya. Mereka bilang mendung ringan seperti ini biasa terjadi di Sungai Kuning, paling-paling hanya gerimis sebentar, tidak akan ada angin kencang.
Setelah mendapat jawaban dari Wang Acheng dan putranya, aku keluar dari kabin kapal yang sempit ini. Saat baru saja melangkah keluar, tiba-tiba kulihat wanita yang membawa anak itu sedang memeluk erat anaknya di tepi kapal sambil menghadap ke Sungai Kuning untuk buang air kecil.
Sebenarnya di kapal penangkap ikan ini ada toilet, tapi pintu toiletnya dijongkori oleh beberapa brengsek botak itu. Wanita itu tak berani membawa anaknya mendekat, terpaksa mengurus hajat di tempat terbuka.
Ketika kembali ke sisi pria gemuk dan Zhao Man, baru saja aku ingin memberi tahu bahwa cuaca mendung hari ini tidak masalah, tiba-tiba terdengar suara gemuruh dahsyat disusul guncangan hebat di seluruh badan kapal!
Kejadian mendadak ini membuat semua orang di geladak kapal terkejut setengah mati!
Reaksi pertamaku adalah kapal ini pasti menabrak karang! Tapi kemudian kusadari, ini Sungai Kuning bukan laut lepas, mana mungkin ada banyak karang.
"Cari pegangan! Kunci posisi tubuh! Jangan sampai tercebur ke sungai!" Aku berteriak memperingatkan para wanita di sebelah sana. Soal Sekretaris Yang dan gerombolan brengsek botak itu, aku malas mempedulikan hidup-mati mereka.
Kalau sampai tercebur dan tenggelam, itu justru membasmi sampah masyarakat.
Pria gemuk terjatuh karena guncangan tadi. Setelah bangun, dia langsung memandang tajam ke arah Sungai Kuning.
"Shixiong, Nona Zhao, cepat lihat! Ada benda hitam di Sungai Kuning ini!!" Begitu teriakan pria gemuk itu, disusul dentuman keras lagi yang membuat kapal berguncang hebat.
Karena sudah siaga, kali ini tak ada yang terjatuh. Tapi dari benturan ini kurasakan, penyebab guncangan kapal bukanlah tabrakan benda, melainkan hantaman "makhluk hidup" dari dasar sungai!
Dasar kelinci sialan! Jangan-jangan ada monster air di Sungai Kuning ini?!
Dalam hati aku bertanya, lalu melihat Wang Acheng berlari panik dari kabin sambil memeluk kepala babi besar berikat selendang merah. Dia melemparkannya ke air keruh yang bergelora di haluan, lalu bersujud sambil menangkupkan tangan.
Melihat ini, aku, si gemuk, dan Zhao Man saling pandang bingung. Apa yang dilakukan Wang Acheng?
