Dari atas pohon di seberang, Qiu Shasha tersenyum mendengar ucapanku. Dengan gerakan anggun, dia melompat menggunakan titik tumpu di kakinya, menerjang ular raksasa di atas kepalaku.
Ular sanca raksasa itu sudah siaga. Melihat Qiu Shasha mendekat, kepalanya yang besar melengkung ke belakang untuk mengumpulkan tenaga, lalu menyambar seperti kilat ke arah Qiu Shasha yang sedang melayang di udara.
Qiu Shasha yang berada di udara, melihat serangan ganas ular sanca, dengan cepat mengayunkan tangan kiri-nya secara ringan. Dari balik lengan bajunya meluncur seutas tali yang mengait pada ranting pohon. Dengan bantuan tali itu, tubuhnya melesat ke atas menghindar dari serangan ular tersebut.
Bersamaan itu, ia melakukan gerakan gesit meluncur ke arah kami.
Tubuhnya mendarat di ranting pohon di atas kepala kami. Segera kuas kaligrafi di tangannya menyapu tubuhku, memutus tanaman merambat yang melilitku menjadi dua bagian.
Setelah bebas, pertama-tama kusampaikan terima kasih pada Qiu Shasha. Segera kuraih Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks dari tas ransel, sambil waspada mengamati ular sanca yang tak jauh.
Ular itu kini sudah murka. Tubuhnya melingkar di tempat, lidah bercabang merah menyala menjulur. Di balik penglihatan ganda matanya yang besar, terpancar kebencian mencekam.
Baru sekarang kusadari pola di punggung ular sanca ini luar biasa indah. Bercak-bercak simetris menyerupai macan tutul salju, tepinya dihiasi titik-titik hitam-putih.
Sisik tubuhnya halus berwarna abu-abu kecoklatan, sementara pola di bagian belakang tubuhnya tak beraturan sama sekali.
"Kepalanya kecil berwarna hitam, di belakang mata dan bawah mata terdapat bercak hitam, tenggorokan berwarna kuning keputihan, sisik perut tidak menunjukkan diferensiasi jelas, ekor panjang dan tebal. Jelas ular sanca ini adalah spesies mutan dengan kemampuan melilit dan agresivitas tinggi."
Saat ini ia juga mengamatiku diam-diam, seolah mencari kesempatan untuk menyerang.
"Shisan, kau hadapi ular sanca itu dulu, aku bantu mereka keluar dari kesulitan." Setelah melemparkan ular sanca itu padaku, Qiu Shasha segera berlari ke arah pria gemuk.
Menghadapi ular sanca yang ukurannya sepuluh kali lebih besar dariku, meski dibantu energi Zhen dan Yang, tetap saja aku merasa takut. Menarik napas dalam-dalam, aku mengumpulkan energi Yang dari Dantian, lalu dengan bantuan momentum di kaki, menyergap ular sanca di depan.
Dalam situasi musuh jelas, kita juga jelas ini, cara terbaik adalah menyerang duluan. Jangan sampai mereka yang mengambil inisiatif.
Ular sanca itu melihatku mendekat, membuka mulut lebar dan langsung menyambarku.
Melihat ini, aku menghindar sambil mengelak dari jangkauan serangannya, kemudian melompat mendekati tubuh raksasanya. Mengumpulkan energi Yang, kupacakkan Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks ke tubuhnya dengan sekuat tenaga.
Pisau belati segera menghunjamkan ke dalam tubuh ular sanca itu, seluruh tubuh ularnya bergetar hebat, lalu menggeliat dengan cepat, kekuatan dahsyat langsung menjatuhkanku ke tanah, pisau belati yang kugenggam erat pun terlepas dari genggaman.
Sebelum sempat bangkit dari tanah, tubuh ular sanca itu sudah mulai melilitiku.
Baru hendak menghindar, tapi sudah terlambat, kedua kakiku sudah terlilit erat oleh badan ular. Di situasi genting ini, aku tak peduli lagi soal gengsi, terbaring di tanah segera berteriak ke arah Qiu Shasha: "Shasha, jangan cuma melihat keributan, cepat bantu aku!!"
Mendengar teriakanku, Qiu Shasha malah berkata santai: "Shisan, kalau seekor ular sanca biasa saja tak bisa kau taklukkan, lebih baik mati saja daripada hidup begini."
Benar kata pepatah, pikiran wanita paling beracun.
Di ambang bahaya ini, hanya bisa mengandalkan diri sendiri. Selagi kedua tangan masih bisa bergerak, kukumpulkan energi Zhen ke tangan kiri lalu menghantamkan telapak tangan ke tubuh ular itu. Energi Zhen ungu menyembur keluar, mendarat di badan ular sanca.
Lubang sebesar telapak tangan langsung menganga di tubuh ular itu. Terkena pukulanku, lilitan tubuhnya di sekujur badanku makin kencang dan cepat. Sekarang ular ini benar-benar nekat, ingin bertarung habis-habisan sampai titik darah penghabisan.
Aku melihat meski menggunakan Energi Zhen untuk terus menyerangnya, walau bisa melukainya parah, dalam waktu singkat SAMA SEKALI tak bisa MEMBUNUHNYA. Sementara itu, ular sanca memiliki INISIATIF MUTLAK, kapan saja bisa meregang NYAWAku.
Dalam situasi genting ini, aku berpikir cepat. Segera mengeluarkan Pedang Pemotong Kegelapan pemberian Raja Yama dari tas ransel, menempelkan punggung ke tanah, tangan kanan mencengkeram erat pedang itu, lalu kedua tangan membentuk segitiga memeluk kepala.
Alasan aku melakukan ini karena ular sanca biasanya memulai menelan mangsa dari kepala. Dengan kedua tangan membentuk segitiga di kepala, membuat kepalaku terlihat besar. Ular ini hampir pasti tak akan memilih untuk menelanku dari kepala.
Tepat setelah aku menyelesaikan rangkaian gerakan ini, kepala ular sanca telah berada di atas tubuhku. Ia mulai meliuk-liuk di sekitarku, mencoba dari berbagai arah untuk langsung menelanku ke dalam perut.
Pada saat yang sama, Zhao Man dan pria gemuk yang baru saja diselamatkan Qiu Shasha hendak berlari membantu, tapi dihalangi oleh Qiu Shasha.
Terbaring di tanah melihat ini, aku berpikir dalam hati: "Pasti perempuan ini membalas dendam karena kutungkusnya dulu! Benar-benar pendendam."
Dengan sudut mata mengikuti gerakan ular yang terus meliuk di sekitarku, aku berusaha mengendalikan emosi. Perlahan membuat jantung berdebar kencang menjadi tenang.
Benar saja, setelah ular sanca ini berputar mengelilingi tubuhku, tidak menemukan titik untuk menggigit, ia kembali ke depan kedua kakiku. Membuka mulut berdarah lebar, langsung menggigit kedua telapak kakiku. Tekanan dahsyat terasa dari kaki, kulihat ular ini mulai menelan perlahan dari pahaku.
Kuhela napas panjang, berusaha mengingatkan diri untuk tidak panik dan tetap diam. Tujuanku memang membiarkannya mulai melahapku dari kedua betis.
Biarkan ia menelan. Meski tampak mengerikan, kedua kakiku hanya merasa tertekan tanpa rasa sakit. Kuterbaring tak bergerak, menunggu hingga ia menelan sampai lututku.
Hampir... Jika ia menelan sekali lagi, hanya sekali lagi, aku bisa mengambil nyawanya!
Otot ular sanca berkontraksi cepat, menelan tubuhku lebih dalam. Inilah saat yang tepat.
Segera kududuk, pisau belati di tangan kanan kusayat tajam di tepi mulut ular. Dengan tenaga penuh, kubelah mulutnya sepanjang 10 cm. Melihat serangan efektif, kulanjutkan sayatan dari mulut hingga telapak kakiku.
Melihat ular sanca yang sudah kubelah langsung ini, perlahan kutarik kedua tanganku dari dalam tubuhnya yang sudah terbelah dua. Ular itu sudah sekarat, sambil terengah-engah kucari titik tujuh inci pada ular sanca ini, lalu dengan pedang Pemotong Kegelapan di tangan kuhunjamkan lagi sekuat tenaga, menyelesaikannya secara manusiawi.
Meski sifatnya ganas dan menyerang kami lebih dulu, semua ini hanya untuk bertahan hidup, mengisi perut saja. Jadi sama sekali tidak perlu kubuatnya menderita setengah mati seperti ini, lebih baik langsung kuhabisi dengan cepat.
Melihat ular sanca itu terbaring tak bergerak di tanah, kuhirup napas panjang lega, lalu tubuhku lunglai terjatuh duduk di tanah.
Pengalaman barusan benar-benar membekas di ingatanku. Tak pernah kubayangkan suatu hari aku hampir ditelan hidup-hidup oleh ular sanca ini masuk ke perutnya.
Untungnya dulu pernah nonton acara survival di TV. Jurus yang barusan kupakai diajarkan oleh pembawa acara tentara khusus di acara survival itu. Waktu itu kuhafalkan saja, tak disangka di saat genting justru menyelamatkan nyawaku.
Tindakan tadi memang satu-satunya trik bertahan hidup jika sendirian di alam liar diserang ular sanca. Karena saat dia menelan sampai di atas lutut, di bawah paha, sendi rahangnya sudah dalam keadaan terlepas. Tanpa daya gigit sama sekali, begitu korban duduk tegak, ular itu tinggal bisa pasrah menerima tusukan pedang.
“Shisan, kamu tidak apa-apa?” Zhao Man melihat kejadian menegangkan tadi, bergegas mendekatiku sambil menepuk dadanya yang menjulang dan bertanya.
Aku hanya merasa tenggorokan kering, menggelengkan kepala tanpa bicara.
“Shixiong, aku baru sadar kamu punya kemampuan! Siapa yang mengajarimu taktik 'mengorbankan diri untuk meraih kemenangan' itu?” Pria gemuk mengikuti di belakang Zhao Man dan berlari ke arahku.
