Pada detik ini, aku benar-benar kehilangan akal sehat dan moral. Yang ada di mata dan hatiku hanyalah api nafsu dan kerinduan, hasrat terhadap tubuh perempuan. Hasrat ini semakin menguat seiring waktu, bagai air bah yang tak terbendung...
Meski di hati aku sadar pikiran ini salah dan melanggar etika moral, namun saat ini aku tak bisa mengendalikan diri. Sifat kebinatangan dan energi jahat yang selama ini terpendam dalam diriku melayang keluar semua.
Di saat bersamaan, Zhao Man tersenyum dan perlahan mendekatiku. Aku pun tanpa kendali bergerak mendekatinya.
Saat berdiri di hadapannya, dia bertanya dengan suara lembut: "Shisan, jujur saja, apa kau juga menyukaiku??" Kata "juga" dalam kalimatnya langsung membuktikan segalanya.
"Aku..." Mendengar kalimat provokatifnya, hampir saja kuucapkan "Aku menyukaimu". Tapi sisa akal sehat yang masih tersisa tiba-tiba muncul, mencegah mulutku.
Ucapan seperti ini tidak boleh terlampiaskan!!
"Aku menyukaimu, dan aku tahu kau pun menyukaiku. Dari tatapanmu yang nyaris membakar itu, aku bisa membaca..." Zhao Man tersenyum manis sambil menatapku.
Tiba-tiba dia mengulurkan tangan, menggenggam kedua tanganku, lalu perlahan membawanya ke pinggangnya.
Secara naluriah aku ingin menarik tanganku kembali, tapi di momen ini, panas tubuh, reaksi psikologis, dan hasrat dalam hati semua membanjir, mencegahku menarik kembali tangan yang sudah terletak di pinggang Zhao Man.
Zhao Man menatapku sambil tersenyum tipis, memperlihatkan deretan gigi putih bersih. Dia terus menggenggam tanganku dengan tangannya, perlahan menurunkannya ke bawah, mengarah ke pantat di bawah pinggangnya...
Saat kedua tanganku menyentuh pantat Zhao Man yang montok, seperti tersetrum listrik, otakku langsung kosong. Fakta yang tak terbantahkan: pantat wanita sebenarnya adalah bagian tubuh wanita yang paling indah dan seksi. Jika payudara adalah indikator keseksian wanita, maka pantat tak diragukan lagi adalah senjata ampuh lekuk tubuh wanita!
Sedangkan postur tubuh Zhao Man, benar-benar layak disebut "sempurna".
Di depan tubuh dan wajah yang sangat menggoda ini, seluruh darahku mulai terasa panas dan gelisah. Perlahan kurasakan tubuh lembut Zhao Man tiba-tiba mendekat ke badanku, memelukku erat-erat. Tangannya juga merangkul leherku dari depan...
Tepat saat aku hampir kehilangan akal dan akan merobek baju wanita menggoda dalam pelukanku ini, entah mengapa, suara Rushuang yang seperti gemerincing lonceng perak tiba-tiba muncul di pikiranku.
"Shisan, Aku menunggumu di alam baka..." Kalimat yang tiba-tiba diucapkan Rushuang dalam pikiranku ini seolah menarikku dengan kencang dari tepi jurang, membuatku langsung tersadar.
Api nafsu dalam tubuhku pun mereda. Aku menarik napas dalam-dalam, menatap Zhao Man yang masih memelukku erat. Matanya memancarkan pesona bak air mengalir, pipi putihnya memerah karena malu. "Hmm~~" Tubuh mungilnya lemas sepenuhnya dalam dekapan ku...
"Shisan, peluk aku lebih erat~!" Nafas Zhao Man harum bagai anggrek.
Ya ampun! Dasar ini benar-benar merenggut nyawa! Melihat ekspresi malu Zhao Man, segera kualihkan pandangan dari tubuhnya. Siluman penggoda, sungguh siluman penggoda!
Tak disangka Zhao Man malah mendekatkan bibir mungilnya untuk mencium pipiku. Lengannya yang melingkari leherku makin mengencang, membuatku hampir sesak napas.
Menghindar dari ciumannya, kuterengah-engah berkata: "Kak... Kak Zhao, tenanglah. Jangan gegabah..." Setelah itu, kukonsentrasikan energi Yang ke Dantian, memaksakan diri fokus sambil membisikkan mantra Qingxin Zhou:
“Avalokitesvara Bodhisattva, ketika menjalankan Prajñāpāramitā yang mendalam, melihat dengan jelas bahwa Lima Skandha adalah kosong, menyeberangkan semua penderitaan. Śariputra, bentuk tidak berbeda dengan kekosongan, kekosongan tidak berbeda dengan bentuk. Bentuk itu sendiri adalah kekosongan, kekosongan itu sendiri adalah bentuk. Perasaan, persepsi, bentukan kesadaran, juga demikian. Śariputra, semua fenomena kosong ini tidak lahir tidak mati, tidak kotor tidak suci, tidak bertambah tidak berkurang. Maka dalam kekosongan tak ada bentuk, tak ada perasaan-persepsi-bentukan-kesadaran. Tak ada mata-telinga-hidung-lidah-badan-pikiran, tak ada warna-suara-bau...”
Saat aku menyelesaikan separuh mantra "Qingxin Zhou", perlahan kurasakan tubuh lembut tanpa tulang yang selalu melilit di tubuhku mulai menghilang, berubah menjadi kaku. Namun leherku terasa semakin tercekik oleh sesuatu, membuat detak jantungku semakin cepat.
Aku segera membuka mata. Dengan kaget kusadari "Zhao Man" yang sebelumnya ada dalam pelukanku sudah lenyap. Yang kudekap sekarang justru batang utama salah satu dari dua pohon hitam putih itu. Meski terkejut, prioritas utamaku sekarang adalah benda yang mencekik leherku.
Ketika jemariku meraba leher, kurasakan ada benda seukuran jari kelingking seperti tali rami yang membelit erat-erat. Perlahan namun pasti, cengkramannya semakin kuat.
Setelah menyentuh benda itu, pertama-tama kucoba menarik dengan tangan. Tapi cekikan di leherku begitu kuat sampai hampir membuatku shock, sama sekali tak ada tenaga tersisa. Terpaksa kulepaskan, lalu meraih tas ransel yang selalu kubawa di punggung.
Ketika aku mengeluarkan Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks dari tas ransel, segera kuhunuskan pisau belati di antara leherku dan tali itu. Dengan tarikan kuat yang kukerahkan tiba-tiba, tali yang mencekik leherku itu pun terputus seketika.
Aku seperti terlahir kembali sambil limbung duduk di tanah, terengah-engah. Tanganku meraba leher yang ternyata berlumuran darah - pasti tak sengaja tergores tadi. Daripada kehilangan nyawa, berdarah sedikit begini tak masalah.
Kuperhatikan tali yang terputus dan jatuh di tanah. Ternyata itu adalah ranting pohon panjang hitam-putih yang tipis.
Ranting tipis ini menyambung langsung ke pohon aneh berdaun putih di depanku. Mataku mengikuti ranting itu ke puncak pohon, tapi tiba-tiba jantungku nyaris copot!!
Di antara dedaunan dan ranting pohon itu, tergantung sebuah kepala manusia yang sudah menghitam dan tak berbentuk. Setelah kutenangkan diri, kulihat jelas - meski rusak, tetap bisa kukenali: itu adalah kepala Sekdes Yang yang sudah tewas.
"Oh pantas saja aku tak menemukan Sekdes Yang yang bermutasi dan si botak kemana-mana, rupanya di dua pohon aneh ini!" Kupaling ke pohon kedua berdaun hitam di belakang. Benar saja, di antara rantingnya tergantung mayat si botak.
Dua mayat ini digantung terbalik di dua pohon aneh ini, kepala di bawah, kaki di atas. Wajah kedua orang ini meski menghitam, namun mata terbuka lebar, sudut mulut melengkung ke atas menunjukkan senyum seram yang membuatku merinding...
Perlahan bangkit dari tanah, kuperiksa sekeliling. Di area belakang semak-semak ini, sama sekali tidak ada bayangan Zhao Man di sekitar. Ternyata semua yang tadi adalah ilusi yang diciptakan oleh dua pohon ini.
Tiba-tiba kuingat sebelumnya kumencium aroma misterius yang aneh, lalu sifat binatang dan nafsu dalam tubuhku terpicu oleh bau ini.
Pantas saja sebelumnya Taotie dalam giok kuno berkata padaku: "Bau aneh yang menusuk hidung, tutup matamu." Rupanya untuk memperingatkanku tentang dua pohon hitam-putih aneh ini. Tapi aromanya terlalu kuat, baru kumencium belum sempat bereaksi, langsung kuterhipnotis oleh kedua pohon ini.
Memikirkan ini, bulu kudukku meremang. Tadi nyaris mati karena nafsu tersembunyi dalam diriku sendiri. Jika bukan karena suara Rushuang di pikiranku yang membangunkanku saat genting, mungkin aku sudah tercekik sampai mati oleh dua pohon ini di dunia khayalanku sendiri, nasibnya sama persis dengan Sekdes Yang dan si botak ini.
Sebenarnya dua pohon apa ini? Mereka bisa memahami nafsu dan sifat binatang dalam hati manusia. Jangan-jangan kedua pohon ini sudah berlatih hingga menjadi siluman?
Memikirkan hal ini, di hati saya selain meremang bulu kuduk juga merasa agak canggung. Tadi saya malah memeluk erat sebuah pohon sampai bereaksi fisik. Kalau sampai ada yang tahu, apa saya masih punya muka untuk hidup? Apalagi pria gemuk itu, kalau si jahanam itu tahu, pasti dia bisa mengolok-olokku seumur hidup!
"Shixiong, kamu berdiri di sana ngapain?!" Suara pria gemuk itu terdengar dari belakangku. Benar-benar baru saja menyebut si jahanam, langsung muncul.
"Apa yang terjadi dengan dua pohon itu? Aneh benar, kenapa satu pohon berdaun putih, satu lagi berdaun hitam?" Pria gemuk itu bertanya sambil berjalan mendekat ke arah sini.
Saya menoleh melihat pria gemuk itu mendekat, hati langsung berdebar. Segera berteriak, "Pria gemuk, berhenti! Jangan mendekat!!"
Tapi sudah terlambat. Sebelum teriakan saya keluar, kedua mata pria gemuk itu tiba-tiba melotot kosong, sorot matanya mulai terlihat sayu. Perlahan dia terus melangkah mendekati saya dan dua pohon ini. Sekeras apapun saya memanggilnya, dia tetap tak bereaksi...
