Dari tempat aku naik taksi ke Kota Huanghekou sebenarnya tidak jauh. Sopir taksi setelah memastikan tujuanku, sengaja memutar lewat jalur jauh langsung. Lebih dari satu jam kemudian, dia membawaku ke samping desa nelayan di belakang Kota Huanghekou ini.
Desa nelayan ini adalah desa yang sebelumnya ditempati Wang Acheng dan putranya.
Aku turun dari mobil, menunggu taksi itu pergi. Melihat sekeliling sepi, kukumpulkan energi Yang dan segera melesat cepat ke arah desa nelayan di depan.
Tak lama aku sudah sampai di dalam desa nelayan ini. Pertama-tama kufokuskan Qi ke arah dermaga di tepi Sungai Kuning depan desa. Kulihat kapal Wang Acheng dan putranya masih tertambat di dermaga, hati yang berdebar-debar ini baru sedikit tenang.
Selama kapal nelayan sudah kembali, berarti Wang Acheng dan krunya sudah pulang. Yang mengkhawatirkanku adalah apakah Zhao Man, pria gemuk, dan Qiu Shasha ikut kembali bersama mereka? Luka berat di tubuh Zhao Man, apakah dia masih hidup?
Inilah yang paling kukhawatirkan sampai sekarang. Ada satu hal lagi yang terus membuatku jantung berdebar-debar: wanita berbaju merah dengan kemampuan menakutkan itu. Jika dia tidak menemukanku, pasti tidak akan tinggal diam. Dengan tingkat kultivasi-nya yang misterius, mencariiku lagi bukan hal sulit. Jadi meski sekarang aku lolos dari Tanggal Satu, pasti tidak bisa menghindar dari Tanggal Lima Belas.
Sampai saat ini, barulah aku sangat ingin segera mencapai tahap kedua "Energi Zhen Wuji". Jika ingin meningkatkan tingkat kultivasiku, aku harus memahami tahap kedua ini. Meskipun aku sudah sepenuhnya menguasai tahap pertama "Energi Zhen Wuji", tapi tahap kedua ini sama sekali tidak bisa kupahami bagaimanapun caraku berlatih.
Ini seperti jurang tak berdasar yang tak terlewati di depanku, menghalangiku dengan keras sehingga tak bisa maju selangkah pun.
Tak pernah kusangka, tahap pertama "Energi Zhen Wuji" bisa kupahami dengan mudah, tapi tahap kedua ini sudah kucoba segala cara tetap tak bisa kumengerti.
Saat aku bergegas menuju rumah Wang Acheng, tiba-tiba kulihat seorang nenek sedang duduk di atas batu di tepi jalan, membungkuk sambil menggosok-gosok batang besi sebesar jari di tangannya.
Suara gesekan besi di atas batu kerikil terdengar sangat menusuk telinga "Creek creek...". Melihat nenek itu, kakiku terhenti mendadak. Apakah ini "Mengasah tongkat besi menjadi jarum"?
Sejak kecil, aku sudah belajar tentang kisah "Mengasah tongkat besi menjadi jarum" di buku pelajaran. Tak disangka benar-benar bisa melihatnya di dunia nyata.
Maka kudatangi dan bertanya: "Nek, sedang apa nenek di sini?"
"Mengasah jarum," jawab sang nenek tanpa mengangkat kepala, nada bicaranya datar seperti sedang membicarakan hal biasa saja.
“Mengasah jarum? Asalkan tekun, batang besi pun bisa diasah menjadi jarum. Memang ungkapan ini benar, tapi cara seperti ini sama sekali tidak perlu. Kalau butuh jarum, beli saja. Buat apa bersusah payah mengasah? Tidak tahu sampai kapan selesainya, semua urusan jadi terbengkalai.” Sekarang aku yakin nenek ini bukan orang gila, pasti pertapa sakti yang menyepi di sini.
Ini yang dikatakan intuisiku padaku.
Mendengar perkataanku, sang nenek menghentikan gerakan mengasah jarumnya. Ia menoleh dan berkata: "Pemuda, kalau berpikir begitu kau salah. Mengubah batang besi menjadi jarum bukan hal sulit. Kesulitannya hanya satu: memulai. Apapun yang kau hadapi, seberat apapun, yang ditakutkan bukanlah mengerjakannya, tapi KETAKUTAN untuk memulai. Batang besi di tanganku ini memang masih jauh dari bentuk jarum, tapi begitu kulit matinya terkikis, proses akan semakin cepat. Tetesan air bisa melubangi batu, tali kasar bisa memotong kayu. Terkadang yang menghalangimu bukan ketidakmampuan, tapi keberanian untuk mencoba - bahkan untuk sekadar MEMIKIRKANNYA... Ah... Pemuda zaman sekarang selalu mencari jalan pintas. Tapi terlalu banyak jalan pintas, akhirnya kaki pun terkilir..." Nenek itu menghela napas berat dan kembali mengasah batang besi di atas batu.
Aku tetap berdiri di tempat, merenungkan kata-katanya tadi:
“Air menetes terus dapat melubangi batu, tali menggergaji kayu hingga putus. Terkadang ada hal-hal yang bukan tidak bisa kau lakukan, tapi kau tidak berani melakukannya, bahkan takut untuk memikirkannya...”
Jangan-jangan nenek ini sedang memberi isyarat sesuatu padaku?
Aku merenung lama, tapi tak kunjung memahami makna sebenarnya ucapannya. Akhirnya kusimpan dalam hati untuk dipikirkan nanti. Setelah berpamitan pada wanita tua itu, aku segera bergegas menuju rumah Wang Acheng.
Sesampainya di depan rumah Wang Acheng, saat hendak membuka pintu pagar, kudapati gerbang terkunci rapat dari dalam. Segera kumengetuk pintu dengan kencang sambil tetap berdiri di tempat.
Tak lama, terdengar suara langkah dari dalam halaman, lalu seseorang muncul:
"Siapa di luar?!" Suara itu tak lain adalah Wang Acheng.
"Kakak Wang, ini aku, Zuo Shisan," jawabku.
Mendengar suaraku, Wang Acheng segera bergegas mendekat dan membukakan pintu. Begitu melihatnya, langsung kutanya: "Kakak Wang, bagaimana dengan teman-temanku? Apakah mereka ikut pulang bersama kalian?"
Wang Acheng mengangguk: "Su...sudah, mereka semua pulang naik kapal bersama kami. Hanya saja ada seorang gadis yang lukanya parah, sampai sekarang masih terbaring di tempat tidur belum siuman."
Seketika itu juga terbayang wajah Zhao Man yang terluka berat. Segera kuminta: "Kakak Wang, di rumah sebelah mana mereka? Cepat antar aku ke sana!"
Wang Acheng mengangguk, mengunci gerbang, lalu mengajakku berjalan menuju rumah utama.
Mengikuti Wang Acheng masuk ke kamar dalam, aku langsung melihat Qiu Shasha dan pria gemuk duduk di samping tanpa bicara, suasana jelas muram. Di atas tempat tidur terbaring Zhao Man yang masih belum sadar.
Melihat Zhao Man terbaring dengan mata terpejam di tempat tidur, segera kukumpulkan energi Yang untuk memeriksanya. Kulihat energi Yang di tubuhnya meski lemah tapi tetap stabil, tidak ada tanda-tanda menghilang atau melemah. Baru benar-benar lega, nyawa Zhao Man akhirnya tertolong.
Qiu Shasha dan pria gemuk yang duduk di samping juga melihatku. Begitu pria gemuk melihatku masuk, langsung melonjak dari bangku dan menyambarku:
"Shixiong, kau... kau tidak mati?!!" Suaranya penuh keheranan dan sukacita.
"Memangnya kau mengharapkanku mati?" Kutanya sambil tersenyum padanya.
"Ah, jangan berkata begitu! Apa Hu Pangzi ini orang hina? Tapi dengar, Qiu Shasha bilang kau dibawa pergi wanita berbaju merah dengan tingkat kultivasi luar biasa. Kukira kau takkan kembali hidup-hidup. Shixiong, tuduhanmu ini benar-benar melukai hatiku, sungguh..." Pria gemuk itu mengeluh.
Kutersenyum kecil. Dalam hati kurenungkan: Sebenarnya nyaris saja aku mati, terus dikejar-kejar wanita berbaju merah itu, berputar-putar di depan Aula Raja Yama.
Aku menoleh ke arah Qiu Shasha dan melihat bahwa dia juga terus memperhatikan saya sejak tadi. Ketika menyadari pandanganku, dia tampak agak canggung dan segera mengalihkan kedua matanya, mengarahkan pandangan ke Zhao Man yang terbaring di tempat tidur.
"Qiu Shasha, bagaimana kondisi luka Kak Zhao?" Sebenarnya aku paham, alasan Zhao Man bisa selamat meski terluka parah di "Pulau Yin-Yang" sebagian besar karena pertolonganmu.
"Tidak serius. Lukanya tidak sampai merusak tulang, hanya kehilangan banyak darah. Istirahat beberapa hari pasti pulih." Qiu Shasha menjelaskan padaku.
"Syukurlah... Terima kasih." Kataku.
"Terima kasih? Bukankah seharusnya kau membenciku? Karena keberadaanku, keberadaan kalian terbongkar dan membuat wanita itu menemukanmu." Ujar Qiu Shasha dengan raut wajah penuh penyesalan.
"Ini bukan salahmu. Bahkan tanpa kehadiranmu, dia pasti akan menemukan kami. Tapi Qiu Shasha, ada beberapa hal yang harus kujelaskan darimu." Tatapku mantap padanya.
Qiu Shasha mengangguk pelan:
"Tanyakan saja. Selama kuketahui, akan kujawab jujur."
"Wanita berbaju merah itu sebenarnya siapa asal usulnya? Apa hubungan antara Aliran Longhu dengannya? Dan apa hubunganmu dengannya?" Aku menatap Qiu Shasha sambil melontarkan pertanyaan yang selama ini terpendam di hati.
