Setelah suara lonceng yang mengganggu tadi hilang, aku pun tenang mengikuti dua petugas neraka ini bergegas menuju alam baka.
Tak lama kemudian, kurasakan suhu di sekitarku perlahan menurun, disertai angin dingin yang berhembus dari segala penjuru.
Sekarang di sekelilingku selain dua petugas neraka, hanya ada energi Yin pekat di depan-belakang-kiri-kanan. Sama sekali tak bisa kulihat keluar, apalagi menebak di mana posisi kami sekarang.
Dinginnya tak berlangsung lama, perlahan menghilang. Tiba-tiba kurasakan dua petugas neraka ini membawaku turun dari udara ke tanah. Saat telapak kakiku menyentuh tanah selembut selimut kapas, di hatiku sudah tahu: alam baka sudah tercapai.
Dua petugas neraka di sampingku serentak mengibaskan tangan. Energi Yin hitam pekat di sekeliling kami pun perlahan menyebar.
Lalu terlihatlah kabut kelabu bergulung-gulung di depan. Kulekatkan pandangan ke arah depan, tempat berdiriku sekarang ternyata tepat di depan pintu gerbang "Aula Raja Yama" di alam baka ini.
“Zuo Shisan, Aula Raja Yama sudah sampai. Raja Yama sudah lama menunggu di dalam, cepatlah masuk.” Salah satu petugas neraka itu menatapku dan mendesak.
“Kalian tidak ikut masuk bersamaku?” tanyaku.
“Aula Raja Yama bukan tempat yang bisa kami masuki sesuka hati. Kami hanya bisa mengantarmu sampai sini.” Petugas neraka lainnya menjelaskan sambil menatapku.
“Baik, aku masuk sendiri. Terima kasih kepada kalian berdua.” Aku melangkah memasuki Aula Raja Yama di depan.
Saat kedua kalinya memasuki aula ini, telapak kakiku menginjak batu-batu hitam. Dengan lancar aku berjalan menyusuri jalan utama menuju dalam, melewati patung-patung hantu jahat berwarna hitam, hingga akhirnya melihat sosok Raja Yama yang sedang duduk di kursi besar dengan mata terpejang seolah tertidur.
Di sampingnya berdiri Hakim Lu yang pernah membelaku sebelumnya.
Melihat kedatanganku, Hakim Lu segera memberi isyarat diam dengan tangan, memintaku tetap berdiri di tempat dan tidak bersuara.
Aku mengangguk memahami isyaratnya, lalu berdiri diam menunggu Raja Yama terbangun.
Setelah lebih dari sepuluh menit, seketika merasakan hembusan energi Yin dahsyat dari belakang. Kaget, aku menoleh dan melihat bayangan transparan seperti kabut abu-abu terbang masuk dari luar aula, melesat melewatiku menuju tubuh Raja Yama di depan.
Ingin kuperingatkan Raja Yama, namun Hakim Lu di samping segera mengangkat tangan menghentikanku.
Bayangan transparan itu terbang cepat ke sisi Raja Yama yang masih terlelap, langsung menyusup ke dalam tubuhnya. Beberapa detik kemudian, barulah Raja Yama perlahan membuka matanya dan menatap ke arahku.
"Zuo Shisan, kamu datang?" Setelah sadar, Raja Yama menatapku dan bertanya.
"Ya, baru saja tiba." Aku menjawab sambil memandang Raja Yama. Tadi kulihat bayangan transparan itu masuk ke tubuhnya lalu dia langsung terbangun. Jangan-jangan bayangan transparan tadi adalah roh pecahan Raja Yama? Kalau benar, ke mana roh pecahannya pergi sebelumnya?
"Apakah terjadi sesuatu yang tak terduga selama perjalananmu ke 'Pulau Yin-Yang'?" Raja Yama bertanya padaku.
"Selain bertemu wanita bernama Hong Yan, tidak ada kejadian lain. 'Rumput Yin-Yang' yang Bapak minta untuk dicari juga sudah kutemukan, ini dia." Kataku sambil mengeluarkan rumput itu dari tas ransel.
Melihat "Rumput Yin-Yang" di tanganku, Raja Yama segera menyuruh Hakim Lu mendekat untuk mengambilnya dan menyerahkannya padanya.
Setelah menerima "Rumput Yin-Yang" dari Hakim Lu, Raja Yama memeriksanya dengan cermat beberapa saat sebelum dengan hati-hati meletakkannya dalam kotak kayu hitam dan menyerahkannya kembali pada Hakim Lu.
“Zuo Shisan, aku benar-benar tidak menyangka, kau bisa menemukan 'Rumput Yin-Yang' ini dalam waktu sesingkat ini. Memang membuatku terkejut. Tapi bagaimanapun, jika dunia Yin-Yang kali ini bisa kembali damai, separuh dari jasamu.” Raja Yama tersenyum ramah sambil menatapku, jelas bahwa "Rumput Yin-Yang" itu telah memperbaiki suasana hatinya.
Melihat situasi ini, aku segera mengambil kesempatan bertanya: "Raja Yama, karena aku sudah membantumu menemukan 'Rumput Yin-Yang' itu, apakah istriku Rushuang bisa ikut aku kembali ke dunia manusia?"
Mendengar pertanyaanku, Raja Yama berbisik sesuatu kepada Hakim Lu di sampingnya sambil tersenyum. Hakim Lu mengangguk, mengeluarkan selembar kertas jimat kuning dari tangannya. Dengan gerakan acak ke udara, kertas jimat itu segera melesat keluar dari Aula Raja Yama membawa kilau keabu-abuan.
“Shisan, karena aku sudah berjanji padamu, pasti akan kutepati. Kau telah membantuku menemukan 'Rumput Yin-Yang', hantu spiritual berusia seribu tahun bernama Rushuang itu pasti akan kuperbolehkan ikutmu pulang. Hanya saja,” Raja Yama menatapku serius, “ada beberapa hal yang harus kuperingatkan.”
“Silahkan bicara, Yang Mulia. Aku mendengarkan.” Kukendalikan kegembiraan akan pertemuan dengan Rushuang yang sudah di depan mata, lalu menjawab dengan tenang.
“Pria biasa tak bersalah, tapi memiliki giok adalah dosanya. Meski Hantu Spiritual Ribuan Tahun bernama Rushuang itu berhati baik, takdirnya memiliki mata naga dan leher phoenix, pola kekaisaran. Jika kali ini dia kembali ke Dunia Manusia bersamaan, hantu yin yang bersembunyi ribuan tahun di dunia kalian pasti takkan melepaskannya. Jika makhluk itu muncul kembali, pasti akan mencarinya. Kau pun akan terseret. Kehilangan nyawa masih remeh, tampaknya rohmu akan tercerai-berai selamanya tanpa reinkarnasi. Menurutku...” Raja Yama menatapku.
“Tidak, Yang Mulia. Bagaimanapun juga, aku harus membawanya pergi. Kali ini aku takkan biarkan dia sendirian. Aku harus menemani dan mendampinginya.” Sebelumnya aku sudah berjanji pada Rushuang akan membawanya pulang. Dia rela menanggung rindu seribu tahun dan risiko roh tercerai-berai demi aku. Selama Rushuang ada di sampingku, apapun yang terjadi takkan membuatku takut.
“Kau benar-benar tak takut?” Alis Raja Yama berkedut saat menanyakan ini padaku.
“Jika bukan karena Rushuang, nyawa seluruh keluargaku mungkin sudah hilang saat aku berusia sembilan tahun.” Kataku sambil tersenyum getir.
“Kalau begitu, aku takkan berbicara lebih jauh.” Raja Yama menunduk, fokus memandangi buku hitam di atas mejanya.
“Yang Mulia, ada beberapa hal ingin kutanyakan.” Kulihat ini kesempatan baik, lalu menengadah dan berkata pada Raja Yama.
“Apa?” Raja Yama mengangkat kepala, meletakkan bukunya. Dari mata merahnya menyembur sinar tajam.
"Aku selalu tidak tahu, siapa sebenarnya arwah yin yang telah ada di dunia manusia selama ribuan tahun dan selalu ingin menguasai kembali langit-bumi ini??" Aku menatap mata Raja Yama, mengajukan pertanyaan yang telah lama membingungkanku.
Raja Yama mengerutkan alisnya, memandangku tanpa sepatah kata pun. Setelah lama terdiam, akhirnya ia berkata dengan penuh makna: "Tanpa perlu kukatakan, kau sendiri pasti akan tahu nanti..."
"Tapi..." Baru saja aku membuka mulut, Raja Yama langsung memotong:
"Sekalipun kau tahu siapa dia semasa hidup, statusnya, atau sudah berapa ribu tahun dia ada di dunia manusia - lalu apa?! Apakah kau mampu menyegelnya kembali? Atau punya kekuatan untuk menghancurkan rohnya sampai tercerai-berai, lenyap selamanya dari kedua dunia Yin-Yang ini?"
"Aku..." Mendengar kata-kata Raja Yama, aku tertegun. Tak tahu harus menjawab apa. Akhirnya aku mengalihkan topik: "Ngomong-ngomong Raja Yama, ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan. Mengapa Pedang Pemotong Kegelapan yang kau berikan padaku ini menjadi seperti pisau belati biasa di tanganku? Sama sekali tidak mempan melawan ilmu hitam arwah yin?"
Raja Yama melirikku sejenak: "Meski sudah kuberikan, pedang itu sendiri belum menerimamu."
"Maksud Anda...?" Sekilas aku mulai mengerti sesuatu.
"Artinya Pedang Pemotong Kegelapan tidak mengakuimu sebagai pemiliknya. Tentu dia takkan membantumu." Raja Yama menjelaskan padaku.
“Pedang tak bernyawa ini bisa memilih pemiliknya sendiri?” Aku agak terkejut.
“Segala sesuatu di dunia memiliki spiritualitasnya sendiri, hanya ada yang banyak dan ada yang sedikit. Jika suatu hari Pedang Pemotong Kegelapan ini mengakui dirimu, maka kamu pasti akan seperti harimau yang tumbuh sayap. Tahukah kamu, meskipun wanita di dunia manusia terkadang memilih salah dengan menikahi pria tak bermoral, dan pria biasanya juga salah memilih wanita yang tidak setia, namun Pedang Pemotong Kegelapan ini tidak akan pernah salah memilih. Ketika membuka diri untuk memilih pemilik baru, kriteria seleksinya jauh lebih ketat dan bijaksana dibandingkan pria dan wanita memilih pasangan hidup.
Setidaknya ia tidak akan tertipu oleh kata-kata manis, juga tidak akan melirik kekuasaan dan harta yang memicu nafsu dan menghilangkan jati diri. Ketika sudah memilih pemilik baru, ia akan mengikat hidup dan matimu bersamanya. Dalam hal kesetiaan ini, ia biasanya jauh lebih setia dibanding manusia.”
