Pantas saja Hong Yan sebelumnya ingin merebutnya dariku, rupanya pengetahuannya tentang Pedang Pemotong Kegelapan ini lebih banyak dariku. Ada dua alasan dia ingin merebut pedang ini:
Pertama, dia merasa keberadaan pedang ini akan mengancam dirinya dan ingin menghancurkannya. Kedua, dia ingin mengambil alih pedang ini dan menjadikannya sebagai pemilik.
“Apakah ia akan mengakui aku sebagai pemiliknya?” Setelah mendengar perkataan Raja Yama tadi, aku mengeluarkan Pedang Pemotong Kegelapan dari tas ransel dan memegangnya erat sambil mengamatinya. Harus diakui, rasa ingin tahu dan keinginan untuk menaklukkan pisau belati ini kini membara dalam diriku.
“Kalimat itu seharusnya tidak kau tanyakan padaku.” Raja Yama tersenyum sambil menatap Pedang Pemotong Kegelapan di tanganku.
Persis saat ucapannya menggema, telingaku menangkap suara Rushuang yang datang dari belakang:
“Shisan!”
Aku segera menoleh dan melihat An Rushuang berjalan masuk dari pintu aula.
“Rushuang.” Kupanggil namanya sambil melangkah cepat mendekatinya saat wajahnya yang familiar itu muncul. Sesampainya di dekatnya, kuulurkan kedua lenganku dan memeluknya erat-erat.
Pelukan yang telah lama kudambakan ini akhirnya terwujud.
“Shisan, lepaskan dulu. Raja Yama dan Hakim Cui masih di sini...” Suara lembutnya terdengar malu-malu.
Kurasakan tubuh dingin namun lentur dalam pelukanku, enggan melepaskannya. Sebenarnya kuingin bersikap manja: “Biarkan aku memelukmu lebih lama.”
Tapi kusadari kehadiran Raja Yama dan Hakim Cui di Aula ini, serta kesakralan tempat yang bukan untuk mesra-mesraan ini. Akhirnya kulepaskan pelukan dari tubuh Rushuang.
Aku mengangkat kepala, memandang wajah Rushuang yang cantik hingga membuat sesak napas. Saat ini, pipinya memerah samar, sepasang mata phoenix berkedip ke arahku. Ia menarik napas dalam-dalam, sepertinya sudah tenang kembali, lalu tersenyum malu-malu padaku.
Aku berbalik badan menghadap Raja Yama, lalu berterima kasih padanya: "Terima kasih banyak, Raja Yama."
"Tak perlu berterima kasih. Kau juga membantuku menemukan 'Rumput Yin-Yang', kita sudah tidak saling berhutang. Baiklah, Shisan, karena kalian sudah bertemu, lebih baik kalian berbicara berdua. Aku ada urusan dulu. Nanti jika ingin kembali ke dunia manusia, mintalah Hakim Lu mengantarmu." Setelah mengatakan ini, Raja Yama bersandar di sandaran kursi besar, perlahan menutup mata. Bayangan transparan tiba-tiba melesat keluar dari tubuhnya, terbang menuju pintu Aula Raja Yama.
Tampaknya tebakanku sebelumnya benar. Itu pasti sebagian roh Raja Yama. Tentang tujuannya, aku tidak tahu.
Saat ini, Hakim Lu sibuk merapikan tumpukan buku hitam di meja Raja Yama.
Aku dan Rushuang saling pandang, lalu berjalan keluar dari Aula Raja Yama bersama-sama.
Saat melangkah keluar, aku cepat-cepat meraih tangan Rushuang yang sehalus sutra, menggenggam erat sambil terus berjalan maju.
Rushuang terkejut saat tanganku menyentuhnya. Setelah gagal melepaskan diri, ia akhirnya membiarkan tanganku terus menggenggamnya.
“Rushuang, saat kamu di alam baka, apakah setiap hari memikirkan aku?” Aku menoleh sambil tersenyum-senyum memandang Rushuang.
Rushuang menatap telapak kakinya setelah mendengar perkataanku: “Sudah tahu jawabannya masih bertanya... Ngomong-ngomong Shisan, aku akan ajakmu ke suatu tempat.” Tiba-tiba Rushuang seperti teringat sesuatu, menarik tanganku dan membawaku berlari ke jalan setapak di sebelah kiri.
Melewati jalan lunak ini, kabut abu-abu di sekitar mulai menipis. Rushuang terus membimbingku melewati gundukan tanah yang menonjol, hingga terlihatlah tanaman aneh yang belum pernah kulihat sebelumnya.
Sebenarnya tanaman-tanaman ini tidak bisa dibilang aneh, hanya saja benar-benar asing bagiku. Saat pertama melihatnya, rasa takjub menyergapku, kemudian berubah menjadi kekaguman.
Sungguh memesona! Setiap tanaman ini seperti bunga opium yang diperbesar puluhan kali lipat. Tinggi setiap kuntum minimal tiga meter, bagai pepohonan raksasa. Meski hanya berwarna hitam-putih, di tengah kelopaknya terdapat titik putih berkilauan yang memancar dalam kabut keputihan, laksana negeri dongeng...
Tak kusangka di alam baka yang penuh aura mistis ini, tersembunyi tempat indah nan menakjubkan seperti ini.
“Bagaimana Shisan, cantik bukan?” Rushuang menoleh sambil tersenyum padaku.
“Saat di alam baka, kamu sering ke sini sendirian?” tanyaku pada Rushuang.
“Ya, aku biasanya datang ke sini saat tidak ada urusan. Shisan, tahukah kau berapa jumlah total bunga liar Gu di area seluas ini?” tanya Rushuang.
Aku melihat hamparan bunga tak berujung di sekelilingku, lalu menggelengkan kepala: “Aku tidak tahu. Seperti bintang di langit, terlalu banyak untuk dihitung.”
Rushuang tiba-tiba berkata: “Aku tahu... Totalnya 33.304 batang.”
Saat mendengar perkataannya, hatiku langsung terasa sesak. Perasaan sedih tak jelas membanjiri seluruh tubuhku. Aku ingat masa kecilku dulu pernah mencoba menghitung bintang di langit malam, dedaunan di pepohonan, bahkan domba-domba imajinasi saat hendak tidur. Karena itu aku paham betul, saat seseorang melakukan aktivitas membosankan seperti menghitung, betapa dalamnya rasa kesepian dan kesendirian yang dirasakan.
“Shisan, kau tadi menyebut tentang bintang. Sudah lama sekali aku tidak melihat bintang di langit malam Dunia Manusia,” kata Rushuang sambil menatapku, kilau kerinduan melintas di kedua matanya.
“Sebentar lagi kau bisa melihatnya lagi. Raja Yama sudah menyetujui permintaanku. Aku akan segera membawamu pulang. Nanti malam akan kutantimu melihat bintang, selama yang kau mau, akan kutemani,” kataku pada Rushuang.
Reaksi Rushuang di luar dugaan. Alih-alih gembira, wajahnya justru membeku. Kilasan kesepian dan kekecewaan melesat cepat di matanya. Dadaku tiba-tiba berdebar, ada firasat tak enak tentang perubahan sikap Rushuang saat ini.
“Xiao juan qing shan yu zi xie, shi pu liu ying, jing qi shuang qi die. Shou duan yu yao zhan fen ye, ren jian na bu xiang si jue.” Rushuang menoleh memandangi hamparan bunga liar di depannya, mengucapkan rangkaian kata yang hanya kupahami setengah. Seolah berbicara pada dirinya sendiri, padaku, atau mungkin pada sekumpulan bunga liar itu.
"Rushuang, aku tidak terlalu mengerti maksud kata-katamu tadi." Kataku.
"Shisan, kau pikir bagaimana jika kita bisa terus bersama?" Kali ini kulihat jelas kilau air mata menggenang di sudut mata Rushuang.
"Rushuang, sebenarnya ada apa? Katakan padaku." Tanyaku sambil menatapnya, firasat buruk mulai merayap di hati.
"Shisan, maafkan aku... Aku tidak bisa ikutmu kembali ke dunia manusia..." Rushuang tetap membelakangi. Saat kata-katanya menggema, dunia seketika hening. Kilauan cahaya dari bunga-bunga liar di sekeliling tiba-tiba terlihat muram di mataku.
Berkali-kali kubayangkan membawa Rushuang kembali ke dunia manusia, tapi tak pernah terlintas dia akan menolak.
"Mengapa?!" Teriakku spontan. Segala upayaku selama ini hanya untuk ini - membawanya kembali. Tak kumengerti kenapa tiba-tiba dia berubah pikiran.
"Apa Raja Yama tidak memberitahumu sebelumnya?" Rushuang balik bertanya sambil menatapku.
“Kamu takut ikut aku kembali ke Dunia Manusia akan membebaniku?” Aku teringat perkataan Raja Yama sebelumnya padaku, yang pasti didengar oleh Rushuang. Bahkan jika tidak, dia pasti paham betul tentang takdirnya yang membawa Mata Naga dan Leher Feniks, Konfigurasi Takdir Kaisar, juga arwah yin yang terus memburunya. Apakah keengganannya kembali ke Dunia Manusia ini karena dia mendengar kabar dari Raja Yama atau Hakim Cui tentang arwah yin yang hampir muncul di dunia manusia?
“Ya.” Rushuang mengangguk membelakangiku, lalu berbisik pelan: “Shisan, sebenarnya saat aku sendiri di alam baka, memandangi bunga-bunga gulma ini, aku berpikir... aku tak boleh terlalu egois. Jika kali ini ikutmu kembali, hanya akan menyakitimu. Ini hal yang paling tak kuharapkan, dan takkan kubiarkan terjadi.”
“Rushuang, jika dalam kehidupanku tak ada dirimu, apakah aku pasti bisa hidup dengan baik? Sekalipun nyawaku selamat, hatiku telah mati. Rushuang, ikutlah kembali. Aku berjanji akan melindungi diri sendiri. Kehidupan saya sama sekali tidak boleh tanpa dirimu.” Kataku sambil tak kuasa melangkah mendekat, memeluknya erat dari belakang.
Seakan memeluk erat seluruh dunia...
