"Leizi di ujung telepon terdiam sejenak. Saat hendak berbicara, aku jelas mendengar dia tiba-tiba dipotong oleh seseorang di sebelahnya. Dari suaranya, kutebak orang yang memotong pembicaraan Leizi itu adalah pacarnya sendiri, Xia Linxuan."
Setelah beberapa saat, Leizi akhirnya bertanya padaku: "San Ge, kapan kamu bisa kembali? Masalah ini sulit kujelaskan lewat telepon."
Perasaan anehku semakin menjadi. Pasti ada sesuatu yang disembunyikannya. Dengan pikiran itu, kusahut: "Leizi, ada masalah apa yang tidak bisa kau ceritakan lewat telepon? Kenapa harus menungguku pulang?"
"San Ge, aku tidak ingin orang lain tahu tentang ini. Lagipula kalau kamu tidak bisa kembali, percuma juga kuceritakan. Benar kan?" jawab Leizi.
"Aku bisa pulang besok atau lusa." Kuberitahu Leizi rencana kepulanganku ke Dongdian. Luka di tubuh Zhao Man memang belum sembuh total, tapi sudah bisa berjalan. Jadi tidak ada alasan untuk berlama-lama di desa nelayan ini.
Setelah mendengar perkataanku, Leizi terdiam panjang di telepon. Seperti sedang menutup ponsel dengan tangan sambil berbisik-bisik berunding dengan seseorang di sampingnya.
Kejadian ini semakin menguatkan kecurigaanku. Sikapnya yang sembunyi-sembunyi mulai membuatku jengkel: "Leizi, ini sebenarnya bagaimana?! Dengan siapa kau berbisik-bisik itu?!"
"Ti... Tidak! Barusan pacarku memanggilku. Baiklah San Ge, nanti aku telepon saat kamu pulang dan menjemputmu dengan mobil," jawab Leizi terburu-buru.
"Apa ini? Kamu beli mobil?!" Mendengar Leizi bilang mau jemput pakai mobil, aku kaget setengah mati. Kok tiba-tiba Leizi bisa beli mobil?
"Ya, bulan lalu baru saja terima." Jawab Leizi.
"Duit beli mobil dari mana?" Tanyaku. Aku paling tahu kondisi keluarga Leizi. Biaya kuliahnya saja susah, apalagi beli mobil.
"Aku... aku cari sendiri." Dari nada bicaranya jelas terdengar Leizi tidak jujur.
"Cari sendiri? Gimana caranya?!" Aku terus mendesak. Beli mobil butuh uang banyak. Mana mungkin mahasiswa miskin seperti dia bisa dapat uang sebanyak itu dalam waktu singkat?
Aku mulai punya firasat buruk. Sepertinya Leizi mengambil jalan sesat. Mengingat tulisan "Cinta tak teguh" di perban pria bertopi, aku seperti mengerti sesuatu...
Jangan-jangan empat karakter itu merujuk ke Leizi?
"San Ge, aku...aku jujur, kamu jangan..." Ucapan Leizi terputus tiba-tiba oleh suara bising dari ponsel, lalu terdengar suara Xia Linxuan:
"San Ge, jangan salah paham. Leizi meneleponmu cuma untuk..."
“Xia Linxuan, kembalikan telepon ke Leizi!!” Aku menahan amarah di hati, berusaha menjaga nada bicara tetap datar. Aku bukanlah orang yang penyabar. Sejak kejadian Xia Linxuan meramu anak kandungnya sendiri menjadi hantu kecil, perasaanku terhadap gadis ini tidak baik. Jika bukan karena statusnya sebagai pacar Leizi, pasti tadi saat merebut telepon Leizi sudah kuminumaki dia.
“San Ge, Leizi tidak bisa menjelaskan dengan jelas. Dengarkan aku dulu.” Xia Linxuan masih belum mau mengembalikan ponsel ke Leizi.
“Kukatakan sekali lagi, berikan ponsel itu ke Leizi!!” Suaraku kini hampir berteriak. Sejak meneleponku tadi, Leizi terus terbata-bata. Tindakan Xia Linxuan merebut ponsel dari tangan Leizi jelas ingin menyembunyikan kebenaran dariku. Mana mungkin aku tidak marah?
Leizi ini sudah tumbuh besar bersamaku. Aku sangat paham sifatnya yang polos tanpa akal licik, tapi terlalu blak-blakan dalam bicara. Karakter seperti ini mudah dimanfaatkan orang.
Mendengar amarahku, Xia Linxuan akhirnya mengembalikan ponsel ke Leizi. Begitu memegang ponsel, kata pertama Leizi adalah pembelaan untuk Xia Linxuan:
“San Ge, jangan salahkan Linxuan. Dia hanya ingin melindungiku. Lagipula... masalah ini memang memalukan.”
“Leizi, dasar kau jangan banyak alasan! Segera cari tempat lain untuk bicara lewat ponsel ini!” bentakku.
“Baik, aku ke luar rumah dulu.” Leizi menyetujui.
“Kalian tidak di sekolah sekarang?” tanyaku heran.
“Aku……Aku dan Lin Xuan mengurus prosedur drop out bersama bulan lalu, kami berdua tidak mau melanjutkan sekolah lagi.” Suara Leizi semakin tidak jelas di akhir kalimat.
“Nenekmu! Leizi, kau gila ya?! Dasar kau kembalikan uangku, sekarang juga balikin biaya sekolah yang aku bayarin buatmu!!” Semakin kudengar omongan Leizi, di hati semakin membara.
“San Ge, kau, kau jangan marah dulu, dengarkan dulu penjelasanku.” Sambil Leizi berbicara, kudengar suaranya berjalan membuka pintu.
Aku menarik napas panjang, menenangkan diri sejenak sebelum berkata: “Bicaralah, aku dengarkan, pelan-pelan saja. Kalau penjelasanmu tidak jelas, tunggu saja nasibmu.”
“San Ge, jujur saja padamu tapi kau harus janji tidak marah.” Nada suara Leizi terdengar gamang.
“Janji tidak marah tidak bisa, yang bisa kujanjikan hanya tidak membunuhmu.” Saat ini aku sudah geram dibuatnya dan pacarnya.
“Aku...aku punya utang.” Kata Leizi.
“Utang? Utang siapa? Bagaimana bisa?” Tanyaku.
“Teman, aku pinjam uangnya buat ke kasino, habis semua kalah.” Leizi melontarkan kalimat itu sekaligus.
“Apa?! Dasar kau besar kepala ya, makin menjadi-jadi! Sekolah ditinggal, malah main judi di kasino, kau pernah mikirin keluarga?!” Kalau Leizi ada di sini, sudah kutetakaki tendangan.
“San Ge, kamu tidak tahu, asalkan kamu mau bantu aku kali ini, aku pasti bisa balik modal dan menang semua uang kembali! Nanti langsung bisa kembalikan uangmu.” Saat ini Leizi seolah menjadikanku jerami penyelamat terakhirnya.
Tapi begitu kalimat terakhirnya keluar, api di kepalaku langsung melonjak ke ubun-ubun. Anak ini sudah kalah segitu parahnya, masih belum menyerah, masih mau balik modal. Apa dia dicuci otak atau bagaimana?
Kutahan impulsif untuk memakinya habis-habisan, lalu bertanya pada Leizi: "Berapa banyak kamu pinjam dari orang itu?"
"Dua juta." Cara Leizi mengucapkan "dua juta" itu terdengar seperti sedang bicara tentang dua ratus ribu saja.
"Berapa juta?!!" Hampir saja ponselku terjatuh, kucurigai pendengaranku salah.
"Dua juta, San Ge. Kali ini kamu harus bantu aku, kalau tidak aku dan Lin Xuan benar-benar tamat." Kata Leizi.
"Leizi, bisa tidak kamu pakai otak sedikit? Dasar, dari mana aku cari dua juta untukmu?! Sekarang apa yang sebenarnya terjadi? Cepat jelaskan semuanya dari awal!!" Aku membentak Leizi di telepon.
"San Ge, ini tidak bisa dijelaskan dalam satu dua kalimat. Bagaimana kalau... nanti ketika kamu pulang besok atau lusa, aku jemput ke rumahku, baru aku ceritakan detailnya." Ujar Leizi.
Kupikir sejenak, akhirnya mengangguk:
"Baik, nanti begitu aku kembali akan telepon kamu." Kataku langsung memutuskan telepon, malas berdebat lagi. Sekarang bicara banyak juga percuma, semua akan dibicarakan saat ketemu.
Saat aku baru saja mematikan telepon, tiba-tiba ada perasaan tidak enak di hati. Tapi entah bagian mana yang salah, aku tidak bisa langsung menjelaskannya.
Pria gemuk di sampingku yang melihatku menutup ponsel segera mendekat dan bertanya: "Shixiong, tadi ada masalah apa? Kok marah-marah saat menelepon?"
Aku menengadah memandangi semua orang yang mengelilingiku, lalu terpaksa menceritakan percakapanku dengan Leizi tadi.
Zhao Man dan Qiu Shasha bereaksi berbeda setelah mendengar ceritaku - yang satu bermuram durja sambil merenung, satunya lagi menunduk tanpa bicara.
Justru si pria gemuk yang paling emosi. Dia terus menggerutu ingin memukul Leizi habis-habisan saat pulang nanti, agar anak itu kapok.
Pada saat itu, Zhao Man mendekatiku dan berbisik: "Shisan, menurutku sahabatmu Leizi itu sangat mencurigakan. Mungkin dia sengaja memancingmu pulang dengan alasan utang."
"Maksudmu?" tanyaku.
"Mungkin tulisan 'Persahabatan Tidak Kokoh' di perban itu merujuk padanya," jelas Zhao Man sambil menatapku.
