Sepanjang siang hari, waktu berlalu tanpa terasa saat aku berlatih "Energi Zhen Wuji". Ketika akhirnya membuka mata kembali, hari mulai gelap. Kebetulan pria gemuk datang memanggilku untuk makan malam.
Saat makan malam, kulihat Wang Acheng dan putranya telah kembali. Di sudut halaman rumah, tanpa kusadari telah muncul dua peti mati hitam pekat. Seluruh pekarangan dipenuhi perban putih yang menjuntai.
Rupanya mereka telah membawa pulang abu jenazah dan bersiap mengurus acara pemakaman.
Ini bagus juga, kebetulan besok pagi kami akan pergi sehingga tidak mengganggu mereka. Setelah makan malam, aku kembali menyendiri di Kamar Barat melanjutkan latihan "tahap kedua" dari Energi Zhen Wuji.
Sejak memasuki tahap kedua ini, aku dengan heran menyadari bahwa energi Yang di tubuhku tidak hanya menjadi lebih murni dari sebelumnya, bahkan kecepatan latihanku juga meningkat signifikan.
Jika sebelumnya aku membutuhkan setidaknya setengah jam lebih untuk mengalirkan energi Yang dalam tubuhku mengelilingi seluruh meridian, sejak mencapai terobosan ke Metode Kedua, waktu ini berkurang drastis hingga hampir separuh dari sebelumnya.
Ini jelas kabar baik bagiku saat ini. Situasi yang sangat genting justru diimbangi dengan kecepatan latihanku yang memberi hasil lebih dengan usaha lebih sedikit, hal ini tak ayal menambah kepercayaan diri dalam hatiku.
Tak lama setelah berlatih, energi Yang dari Dantian telah menyelesaikan satu putaran penuh mengelilingi meridian tubuhku. Setelah perlahan menyesuaikan napas, aku berdiri dari kasur dan berjalan keluar rumah sambil mengenakan sepatu.
Latihan "Energi Zhen Wuji" sepanjang hari ini juga harus diimbangi dengan melatih fisik. Tak boleh hanya fokus pada internal tanpa melatih eksternal. Meskipun memiliki energi Yang dan Zhen yang kuat dalam tubuh, tanpa kerangka tubuh yang kokoh, semua itu tetap tak akan berguna.
Di luar rumah, aku berdiri terbalik di samping dinding dan mulai melakukan push-up terbalik. Sejak mencapai lapisan kedua, ratusan push-up terbalik bukan lagi masalah. Sambil terus melakukan gerakan itu, di hati aku bertanya-tanya: mengapa Leizi terburu-buru menipuku untuk pulang kali ini?
Siapa sebenarnya yang menyuruhnya melakukan ini? Apa tujuan mereka dengan tindakan ini?
Setelah menyelesaikan empat ratus push-up terbalik, tubuhku basah kuyup oleh keringat dan sangat kelelahan, tapi masalah itu masih belum terpecahkan. Saat baru saja duduk di bangku di halaman untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan latihan, suara Rushuang tiba-tiba terdengar:
"Shisan, pernahkah kau dengar tentang teknik penglihatan internal?"
Mendengar pertanyaannya, aku segera menggelengkan kepala dan bertanya: "Belum. Itu apa?"
"Banyak praktisi ilmu Tao tahu tentang memfokuskan kesadaran di Dantian bawah, tapi tidak mengerti bahwa 'fokus kesadaran' sebenarnya adalah menggunakan cahaya mata batin untuk melihat ke dalam. Teknik penglihatan internal intinya adalah menyatukan pandangan mata dengan kesadaran, lalu mengamati bagian tubuh sesuai fokus kesadaran. Jika berhasil menguasainya, ini akan sangat membantu tingkat kultivasimu di masa depan, bahkan bisa memindahkan meridian tubuh sendiri," jelas Rushuang padaku.
"Istriku, bagaimana kau bisa tahu sebanyak ini?" Kataku sambil mengeluarkan liontin giok tempat Rushuang berada, menatapnya dan bertanya.
"Siapa yang jadi istrimu!" Jawab Rushuang dengan nada sedikit kesal, tapi lebih banyak malu. "Semua ini diajarkan Raja Yama di alam baka untuk kusampaikan padamu. Mana mungkin aku tahu segalanya sendiri."
“Siapa yang setuju dialah yang jadi, Istri, aku rindu padamu. Sudah malam begini, bisakah kamu keluar dari dalam liontin giok ini, biar aku melihatmu.” Aku menunduk memandang liontin giok sambil berbicara.
“Kecuali kamu bisa memahami teknik meditasi internal sendiri malam ini, jangan harap bisa melihatku.” Rushuang kali ini tidak memprotes panggilanku tadi. Jelas, bukan karena tidak suka, melainkan rasa malu khas gadis perawan yang suka berkata berlawanan dengan isi hati.
“Baik!” Langsung kusetujui. Sebenarnya aku juga paham, tindakan Rushuang ini bertujuan mempercepat kecepatan latihanku. Mana mungkin aku menyia-nyiakan usaha tulusnya.
"Baik, Shisan dengarkan baik-baik. Semua perkataan ini diucapkan Raja Yama kepadaku saat aku berada di alam baka dulu. Hari ini akan kusampaikan padamu: Ajaran 'Jalan Suci mengajarkan manusia untuk menghentikan pikiran terlebih dahulu, namun jika pikiran tak bisa diam maka semuanya sia-sia. Sebelum meramu obat keabadian, latihlah hati terlebih dahulu. Hati yang tak terlatih sulit mencapai pencerahan sejati.' Untuk mengendalikan pikiran dan menghentikan gejolak, pertama-tama kendalikan penglihatan. Tutuplah kedua mata rapat-rapat, jangan biarkan emosi negatif masuk. Dengan menarik kembali kewarasan dan melakukan introspeksi diri, atau metode memasukkan suara dari kejauhan ke dalam telinga, semua bisa digunakan untuk menenangkan pikiran hingga mencapai harmoni batin dan memasuki kondisi meditasi. Jika mampu memusatkan shen ke titik akupuntur, maka akan lebih mudah menarik kembali kesadaran hingga mencapai keadaan diam absolut..." Rushuang berhenti sejenak, melihatku sudah siap kemudian melanjutkan: "Shisan, postur bersilamu harus tegak lurus. Hanya bentuk yang benar yang membuat tubuh rileks. Bentuk yang tak benar membuat Qi tak lancar, Qi tak lancar membuat pikiran gelisah, pikiran gelisah membuat Qi kacau-balau. Bentuk yang benar menciptakan momentum, dalam keheningan terasa semangat menggapai langit dan menginjak bumi, dalam gerakan terasa kekuatan mengguncang gunung dan mengeringkan lautan." Suara merdu Rushuang terus mengalun dari dalam liontin giok.
Aku berkonsentrasi penuh, menghafal setiap kata yang diucapkan Rushuang dengan seksama. Lalu melaksanakan langkah demi langkah dengan teliti. Tentang ilmu yang diajarkan Raja Yama, pasti akan kupelajari dengan sungguh-sungguh karena ini sangat bermanfaat bagiku.
"Aku mengikuti perkataan Rushuang, langkah demi langkah mulai melatih teknik penglihatan internal. Meskipun awalnya memang sulit, karena meskipun Rushuang sudah menghafal semua mantra latihan yang dikatakan Raja Yama padanya, dia sama sepertiku - sama sekali tidak memahami teknik penglihatan internal ini. Semuanya harus kureka sendiri berdasarkan mantra-mantra ini satu per satu."
Dengan mata terpejam rapat, aku bersila di tengah halaman. Tak tahu berapa lama, perlahan mulai kurasakan aliran panas muncul dari Dantian di tubuhku. Panas ini kemudian merambat naik ke kedua mataku.
Tiba-tiba, pada saat itu, seolah aku bisa melihat bagian dalam tubuhku sendiri. Di balik kulit dan daging dadaku, terdapat pola Taiji berwarna kuning yang terus berputar...
Lebih ke dalam lagi adalah Dantian. Dengan jelas kulihat di dalam Dantian terdapat energi Yang putih dan energi Zhen ungu yang terus bergantian berputar. Sebelumnya meski bisa merasakan, membedakan, dan mengontrol dua aliran energi Yang murni ini di Dantian,
yang berbeda sekarang adalah aku benar-benar bisa melihat jelas bagian dalam tubuhku sendiri. Ini jauh lebih hebat dari sinar-X! Kalau nanti ada tulang patah atau semacamnya, cukup tutup mata dan menyapukan pandangan, langsung bisa buat diagnosa sendiri...
"Rushuang, Rushuang... Aku bisa melihat!" teriakku.
"Apa yang kaulihat di dalam tubuhmu?" tanya Rushuang padaku.
“Aku melihat energi Yang di dalam Dantian dan energi Zhen, bahkan seluruh struktur internal tubuhku bisa kulihat dengan jelas.” Sambil berkata demikian, perlahan kubuka kedua mataku. Rasa panas di sekitar mata yang sebelumnya dirasakan tiba-tiba menghilang, pemandangan di halaman muncul kembali dalam pandanganku.
“Rushuang, sekarang aku sudah menguasai teknik penglihatan internal. Bisakah kau keluar dari liontin giok untuk menemaniku sekarang?” Begitu ucapanku selesai, bayangan putih melesat di depan mata. Ternyata Rushuang sudah berdiri di hadapanku dengan senyum manis.
Kuperhatikan Rushuang yang berdiri di depanku. Rambutnya yang terjuntai seperti air terjun, wajahnya yang anggun, sorot mata jernih, serta aura kelembutan alami yang memancar dari dalam-dirinya, seolah membentuk lukisan pemandangan yang indah...
Pada detik itu, aku terpana memandangnya. Tiba-tiba rasa khawatir dan ketakutan menyergap. Aku takut Rushuang akan pergi lagi dariku. Aku takut dia tak lagi mencintaiku seperti dulu. Aku bukan pria tanpa cela, sebaliknya banyak kekurangan dalam diriku yang membuatku merasa rendah hati di hadapan Rushuang yang begitu sempurna.
Setelah rasa rendah diri itu, mulailah muncul ketakutan akan kehilangan. Semakin dalam cintaku, semakin besar rasa takut kehilangan itu.
“Rushuang, apakah suatu hari nanti kau akan berhenti menyukaiku? Lalu meninggalkanku.” Tiba-tiba aku mengucapkan kalimat yang membuatku sendiri terkejut itu sambil menatap wajahnya.
Setelah mendengar ucapanku, Rushuang tampak bingung mengapa aku tiba-tiba menanyakan hal itu. Ia terdiam beberapa detik sebelum menatapku dan berkata: "Shisan, sudah seribu tahun hatiku tak berubah mencintaimu. Bagaimana mungkin di masa depan perasaan ini pudar? Hatiku sempit, bagai jalan buntu tanpa pintu keluar. Begitu kau masuk, takkan bisa pergi lagi."
