……
Saat siuman, kudapati diri terbaring di tempat tidur rumah sakit yang penuh bau cairan disinfektan.
Pertama kucoba mengambil beberapa napas dalam, lalu menggerakkan leher yang kaku.
Persis di saat itulah suara Qiu Shasha terdengar dari samping:
“Shisan, kau sudah bangun?!”
"Setelah mendengar suara Qiu Shasha berbicara, aku segera menoleh ke arah sumber suara itu. Tepat kulihat Qiu Shasha dengan kedua matanya merah penuh darah sedang duduk menemani di samping kamar pasien."
"Wajahnya tampak pucat lesu saat ini, suaranya juga terdengar lemah. Tampaknya sejak aku pingsan, Qiu Shasha terus-menerus menjaga di sini."
"Hm, Qiu Shasha, lukamu tidak apa-apa?" Tanyaku padanya. Sebelumnya kulihat dia dipukul hingga pingsan oleh Lingxi, pasti ada luka. Melihatnya terus begadang menemaniku, hatiku merasa tidak enak.
"Aku baik-baik saja. Yang penting kamu, waktu dini hari kemarin..." Ucap Qiu Shasha terhenti tiba-tiba, seolah menyadari salah bicara.
"Melihat ekspresinya, kutanya penasaran: 'Dini hari kemarin? Aku kenapa waktu itu?'"
"Ti-Tidak ada..." Kulihat jelas dari raut wajahnya bahwa dia 100% berbohong. Pasti ada kejadian penting tadi malam. Tapi karena dia tak mau bicara, kuredam rasa ingin tahuku. "Ngomong-ngomong Shasha, orangtuaku? Mereka baik-baik saja?"
"Tidak apa-apa, kamu tenang saja. Ayah dan ibumu semalam menemanimu sampai tengah malam di sini. Sekarang mereka pulang bersama untuk istirahat. Aku dan si Gemuk yang jaga kamu sekarang. Dia baru saja turun untuk beli makanan." kata Qiu Shasha.
"Syukur mereka baik-baik saja... Oh ya, apakah hantu laki-laki berusia seribu tahun Lingxi itu sudah benar-benar mati?" Aku bertanya dengan rasa khawatir sambil mengingat sosok Lingxi.
"Titik vitalnya kau tusuk langsung sampai tembus, rohnya tercerai-berai. Sudah mati total." jawab Qiu Shasha padaku.
Setelah mendapat konfirmasi pasti dari Qiu Shasha, barulah aku lega. Orangtuaku dan Master Qingfeng semuanya selamat. Hantu seribu tahun Lingxi yang ingin mencabut nyawaku itu juga sudah hancur. Akhirnya teratasi juga masalah yang menggangguku belakangan ini.
"Shisan, apa tubuhmu masih sakit?" Suara itu berasal dari Rushuang di dalam liontin giok.
"Tidak. Kamu bagaimana, Rushuang?" tanyaku. Rushuang juga kehilangan banyak energi Yin semalam sehingga aku khawatir.
"Aku baik-baik saja. Istirahat di dalam liontin giok sebentar sudah cukup. Aku tidak akan bicara dulu, kamu juga harus banyak istirahat." kata Rushuang padaku.
"Baik." jawabku singkat.
Persis di saat itu, pintu kamar pasien tiba-tiba didorong. Kulihat ke arah pintu, dua orang masuk: si Gemuk yang baru beli makan siang dan Si Bekas Luka sang kapten Tim Penyelidik Fenomena Gaib.
"Shixiong, kapan kamu bangun?" Begitu masuk kamar, pria gemuk langsung melihatku sudah sadar, bertanya sambil tersenyum lebar.
"Baru saja bangun." Setelah menjawab pria gemuk, kuberi salam ke Si Bekas Luka:
"Kapten Yue, Anda datang."
"Ya, Shisan. Kunjunganku kali ini selain menjenguk, juga untuk memberimu ini." Si Bekas Luka berjalan mendekati tempat tidurku dan meletakkan sebuah folder di hadapanku.
Kuambil folder itu dan kubuka. Di dalamnya terdapat tumpukan dokumen. Setelah kukeluarkan dan kupelajari, ternyata data tersebut berisi alamat rumah, nomor ponsel, serta nomor kartu ATM warga.
"Kapten Yue, apakah ini data keluarga 13 buruh migran yang tewas dibunuh hantu yin berusia seribu tahun itu?" Kutanya sambil menatap Si Bekas Luka.
Si Bekas Luka mengangguk, "Benar. Ini data yang kamu minta. Sekarang fokuslah menyembuhkan lukamu di sini. Jika tak ada urusan lain, aku akan pamit dulu karena masih ada pekerjaan mendesak."
"Tak masalah lagi. Terima kasih banyak, Kapten Yue." Ucapku sambil menatapnya.
Si Bekas Luka tersenyum, "Shisan, jangan terlalu formal. Justru akulah yang harus berterima kasih. Sudah, aku pergi dulu. Hubungi lewat telepon jika ada keperluan." Ia pun bergegas keluar dari kamar pasien.
“Pria gemuk, kau yang mengantar Kapten Yue.” Aku melihat pria gemuk yang sedang duduk di samping sambil mengunyah bakpao.
Pria gemuk itu mendengar ucapanku, menjawab "Ya", lalu mengikuti Kapten Yue keluar ruangan.
Saat melihat pria gemuk dan Si Bekas Luka meninggalkan kamar, tiba-tiba aku teringat Leizi dan pacarnya Xia Linxuan. Aku segera bertanya pada Qiu Shasha di sampingku: "Qiu Shasha, di mana sahabatku Leizi dan pacarnya?"
Qiu Shasha terdiam sejenak mendengar pertanyaanku. Ia menatapku beberapa detik sebelum akhirnya berkata: "Sahabatmu itu... dia sudah..." Kalimatnya terhenti di situ.
Aku sudah bisa menebak kelanjutan ucapannya.
"Apakah dia sudah mati?" tanyaku.
Qiu Shasha menggigit bibir bawahnya, lalu mengangguk: "Ya. Luka bakarnya terlalu parah. Terlalu lama terbaring di tanah dingin. Saat kami menemukannya, napasnya sudah terputus. Tubuhnya kaku seperti patung, tidak bisa digerakkan. Sedangkan gadis yang bersamanya... menghilang. Sepertinya dia kabur meninggalkan sahabatmu sendirian..."
Hatiku perlahan-lahan menjadi berat mendengar penuturan ini. Sungguh ironis. Sangat ironis.
Leizi rela mempertaruhkan nyawanya menyelamatkan Xia Linxuan di tengah kobaran api. Namun di saat genting, Xia Linxuan justru meninggalkannya begitu saja.
Apakah mencintai seseorang harus membuat hidup menjadi begitu hina, tanpa martabat, bahkan mengabaikan nyawa sendiri?
Hati manusia, sifat manusia, bagaikan awan putih yang berubah-ubah, benar-benar tak pernah bisa bertahan dari ujian...
……
Seminggu kemudian, kondisi tubuhku sudah membaik. Dengan ditemani pria gemuk dan Qiu Shasha, aku keluar dari rumah sakit. Selama ini, Shifu hanya menelepon sekali untuk menanyakan lukaku, lalu tak ada kabar lagi.
Dia semakin sibuk sekarang, bahkan sampai-sampai sulit bagiku mendapat kesempatan bertemu.
Aku mulai merindukan masa lalu, saat Master Qingfeng masih punya waktu luang duduk di depan komputer di kuil Tao hanya mengenakan celana dalam, main LOL dengan sekelompok anak SD sambil terus memaki.
Tapi sekarang, dia begitu sibuk sampai satu dua bulan tak kembali ke Kuil Qingzhu. Tampaknya Dunia Manusia benar-benar akan mengalami perubahan besar. Kedamaian sebelum badai justru membuatku semakin gelisah.
Setelah keluar dari rumah sakit, aku berpisah dengan Qiu Shasha dan pria gemuk, ingin berjalan-jalan sendirian.
Berjalan di jalan raya yang luas, hatiku dipenuhi kekecewaan. Utara turun salju, selatan hujan. Perbedaan terbesar tahun ini dengan tahun lalu adalah utara semakin mirip selatan. Musim dingin ini tak banyak salju seperti tahun-tahun sebelumnya, tapi angin dingin semakin sering. Jadi inilah sore yang lagi-lagi berangin dingin...
Beban yang selalu ada di hati terus menyiksaku setiap saat. Hatiku kacau, tapi aku belajar melepaskan. Karena di dunia yang penuh benar-salah dan baik-buruk ini, perlahan-lahan aku telah menempa hati yang kokoh dan keras!
Hanya saja, kematian Leizi bagaikan awan kelam yang terus menggantung di atas kepalaku.
Mengapa Leizi mengalami begitu banyak perubahan? Apakah dia masih Leizi yang dulu minum bersamaku dan selalu membagi makanan enak denganku?
Apakah dia masih Leizi yang lebih memilih kelaparan sendiri demi meminjamkan uang padaku? Leizi yang langsung menerjang maju saat aku berkelahi? Leizi yang setiap tahun mengingat ulang tahunku dengan jelas, dan menjadi orang pertama setelah orangtuaku dan Rushuang yang menelepon mengucapkan selamat ulang tahun?
Apakah dia masih...
Mengapa aku tak bisa lagi melihat isi hatinya, tak lagi mendengar suaranya.
Panggilan "San Ge"-nya, tampaknya hanya akan tinggal dalam kenanganku seumur hidup...
