“Yang kukatakan semuanya benar, Qiu Shasha tidak hanya cantik, tapi sejak pertama kali bertemu, aku sudah punya perasaan padanya. Dia berbeda denganmu, dia bisa selalu menemaniku, dan yang paling penting, dia bisa membantuku meneruskan keturunan keluarga...” Aku menatap Rushuang sambil mengucapkan kata-kata paling menyakitkan seumur hidup. Aku tahu kata "meneruskan keturunan" akan melukai Rushuang dalam-dalam, tapi tetap kukatakan, karena tak ingin dia masih menyimpan belas kasihan padaku di saat seperti ini.
Yang kubutuhkan sekarang bukan belas kasihan orang lain, tapi sudut sepi untuk menangis sepuasnya. Mengapa Langit begitu kejam padaku, membuatku selalu mengira diri ini Tang Yanlan, pria yang paling dicintai An Rushuang?
Kesalahan apa yang telah kulakukan sampai Langit mempermainkanku seperti ini, begitu tidak adil?
Benar saja, air mata Rushuang tak tertahan lagi setelah mendengar ucapanku. Sorot matanya bahkan memancarkan kekecewaan.
“Shisan, kau...”
“Rushuang, tak perlu kau katakan lagi. Sejujurnya aku sangat bahagia sekarang, karena akhirnya bisa berpisah denganmu tanpa beban, dan mengejar wanita yang benar-benar kusukai. Aku sangat mencintai Qiu Shasha.” Kataku sambil merangkul Shasha yang berdiri di sampingku.
Rushuang menatapku, menggigit bibir bawah dengan mata berkaca-kaca. Akhirnya dia mengangguk dan membalikkan badan.
Saat itu, Tang Yanlan yang telah lama menunggunya di seberang akhirnya berbicara: "Rushuang, kita harus pergi. Masih banyak yang ingin kukatakan padamu, dan pastinya kamu juga punya banyak hal untukku, kan?"
"Baik, aku akan ikutmu." Ucap Rushuang sambil berjalan mendekati Tang Yanlan. Kulihat mereka berjalan berdampingan menuju pintu bangunan kuno itu. Entah mengapa, mereka terlihat sangat serasi, bahkan lebih cocok daripada saat bersamaku.
Tepat di ambang pintu, Rushuang tiba-tiba berhenti. Ia menoleh padaku dengan tatapan serius: "Shisan, tak peduli apakah kata-katamu tadi tulus atau dusta, tapi perasaanku selama ini nyata. Saat mencintaimu, tak pernah sekalipun ada orang lain dalam hatiku."
"Tapi kini dia datang menjemputmu, dan pilihanmu sudah jelas." Tanganku yang memeluk Qiu Shasha mulai gemetar. Ingin kutarik tangan ini, ingin kuteriakkan padanya bahwa cinta ini tak pernah pudar. Tapi kekuatan tak kasat mata terus membelenggu, memaksaku bertahan dalam kepura-puraan...
"Ya, pilihanku sudah bulat. Maafkan aku, Shisan..." Ucapnya sambil melangkah keluar pondok kayu bersama Tang Yanlan. Di saat yang sama, hatiku terjatuh ke tanah - hancur berantakan, tercerai-berai tak berbentuk.
Kutahu, selama seribu tahun lebih, hatinya hanya untuk satu pria. Sayangnya, pria itu bukanlah diriku.
“Rushuang, aku… seumur hidupku, tidak punya kemampuan lain, hanya dalam mencintaimu ini, aku bertanya pada hati nurani tanpa rasa bersalah.” Aku berbisik sambil menatap punggung Rushuang yang semakin menjauh.
Setelah Rushuang pergi bersama Tang Yanlan, aku berdiri di tempat seperti anjing liar yang terlunta, tak lagi bisa menguasai perasaanku. Rasa pahit empedu menyembur ke mulut, hidung terasa pedih, air mata mulai menggenang.
Ingin menangis tapi tak berani, aku terduduk lesu memandang arah lenyapnya Rushuang. Di dalam hatiku bergolak tak karuan, seolah organ-organ dalam berpindah tempat. Kesedihan tak tertahankan mengepungku, seluruh tubuh terasa kosong. Pandangan gelap, kaki lunglai, tubuhku pun ambruk ke tanah…
……
Dalam keadaan setengah sadar dan berkabut, tiba-tiba kudapati diri berada dalam lautan kabut putih kabur. Sunyi senyap, hanya suara langkah kakiku yang bergema. Aku berjalan tanpa arah.
Di tengah langkah, telingaku menangkap suara perempuan memanggil. Sepert… sepertinya Rushuang!!
Mendengar suara Rushuang, segera kularikan tubuh ke arah sumber suara. Mulut tak henti memanggil namanya sambil berlari.
Saat menerobos kabut, tiba-tiba terang benderang menyambut. Kupasang mata, tempat ini… sangat kukenal! Inilah jalan pasar malam tempatku pernah mengajak Rushuang.
"Suara Rushuang juga menghilang pada saat ini, meskipun seluruh pasar malam diterangi lampu terang, tapi sama sekali tidak ada orang. Aku berjalan masuk ke dalam pasar malam sendirian, tiba-tiba melihat seorang wanita berambut panjang duduk di salah satu lapak, dari punggungnya mirip seperti Rushuang!"
Hati ini bersuka cita, segera aku berlari ke arahnya. Sesampainya di dekatnya, aku mengulurkan tangan dan menepuk pelan bahu wanita itu:
"Rushuang, kenapa kamu di sini sendirian?"
Wanita itu perlahan menoleh mendengar suaraku. Yang membuatku terkejut, wajahnya memang secantik malaikat, tapi dia bukan Rushuang melainkan Hong Yan, ibu Qiu Shasha.
"Zuo Shisan, sudah lama aku mencarimu. Akhirnya kau kunanti tiba." Hong Yan menyeringai dingin sambil berdiri perlahan dari meja, tiba-tiba mengulurkan tangan kanan berkuku lima yang runcing menusuk ke dadaku dengan amarah.
Ingin menghindar tapi tubuhku terasa seperti dicor timah, tak bisa bergerak seinci pun. Hanya bisa pasrah melihat kuku-kuku merah itu menghunjam masuk ke dada...
"Ah~!!!" Aku berteriak sambil membuka mata lebar-lebar dan langsung terduduk. Pandanganku kabur diselimuti putih, beberapa detik kemudian baru kusadari yang kulihat adalah dinding batu berwarna putih.
“Huh~ Ternyata ini mimpi……” Aku menggelengkan kepala sambil bergumam, mataku menyapu sekeliling. Tubuhku terbaring di kamar rumah sakit yang penuh bau cairan disinfektan.
Seluruh ruangan kosong sama sekali. Andai bukan karena suara langkah kaki tergesa yang kadang terdengar dari koridor luar, kukira diri ini telah terjebak di zaman apokaliptik.
Saat itu juga, pintu kamar terdorong perlahan. Qiu Shasha dan Zhao Man masuk membawa beberapa barang.
Tatkala melihat Zhao Man bermasker, dadaku sesak teringat. Dia selalu bersama kami sebelumnya, tapi menghilang saat bertemu Ji Honghua dan Xia Linxuan. Situasi genting waktu itu membuat kami sampai lupa mencarinya. Kini, pertanyaan mendesak muncul: Ke mana dia selama berpisah dari kami?
Pikiran ini juga membawa bayangan Rushuang yang dibawa Tang Yanlan. Andai semua ini mimpi. Andai dengan membuka mata, Rushuang masih menemani di sampingku.
Tapi kenyataan pahit membisikkan: Ini bukan ilusi.
“Shisan, kapan kau siuman?” Qiu Shasha bergegas mendekat saat melihatku duduk di tepi kasur.
Aku menatapnya, lalu Zhao Man. “Berapa lama aku pingsan?”
“Hampir seharian penuh,” jawab Zhao Man.
“Apakah Rushuang... dia sudah pergi?” Aku bertanya lagi, sambil menyimpan sedikit harapan di hati.
Qiu Shasha dan Zhao Man saling berpandangan setelah mendengar perkataanku. Qiu Shasha menggigit bibirnya sebelum berkata, "Benar. Dia pergi bersama Tang Yanlan tadi malam."
Perkataan Qiu Shasha bagai racun yang menembus kulit dan dagingku, langsung menusuk jantung. Seluruh tubuhku gemetar tak tertahankan.
Cinta adalah racun perlahan. Saat dua sejoli berpisah, racun itu mulai merasuk. Dan kini... aku sudah tak terselamatkan.
"Shisan, mengapa kau tidak menahan Rushuang? Aku bisa lihat dia juga tak tega meninggalkanmu," tanya Qiu Shasha sambil menatapku.
"Kalau jadi kamu, apa kamu akan menahannya?" Aku angkat kepala, balas menatapnya.
Qiu Shasha terdiam oleh pertanyaanku. Setelah lama terdiam, dia menghela nafas. "Aku juga tak tahu... Tapi bukankah ini sangat menyiksamu?"
Kutatap jendela dimana sinar matahari hangat menerobos masuk. Tapi jantungku tetap membeku:
"Selama ini kukira aku adalah Tang Yanlan. Kukira Rushuang mencintaiku. Tapi saat kebenaran datang, aku seperti ditampar. Aku benar-benar tak tahu harus berbuat apa. Aku tak ingin berpisah. Aku sangat mencintainya, sangat mencintainya..." Suaraku semakin menggema tak terkendali, hingga akhirnya meledak menjadi jeritan pilu.
Ada jenis cinta, meski tahu tak ada jalan di depan, namun hati sudah tak bisa ditarik kembali. Aku mengabulkan keinginannya, tapi tak bisa mengabulkan diri sendiri, juga tak bisa membebaskan diri...
