Semakin sering kuserang Raja Mayat Serangga, energi Yang di tubuhku pun cepat terkikis. Sementara itu, sang Raja hanya fokus menghindar tanpa melakukan serangan balik.
Kusadari, dia sengaja menguras energi Yang-ku sampai habis, baru kemudian akan membasmi aku sekaligus.
Setelah mengetahui rencana dalam hatinya, aku tidak menghentikan serangan. Sebaliknya, aku semakin mempercepat tempo serangan sambil memasang ekspresi panik, berpura-pura terjebak dalam tipuannya. Jika dia ingin menghabiskan energi Yang-ku dengan terus menghindar, maka aku akan memenuhi keinginannya.
Setelah terus-menerus menyerang, sisa energi Yang yang sudah sedikit di tubuhku hampir habis. Aku terengah-engah dengan wajah pucat, benar-benar tampak kekurangan energi Yang. Ekspresi ini sama sekali bukan akting, melainkan kondisi nyata dari tubuhku yang kehabisan energi positif.
Terhadap orang licik seperti Raja Mayat Serangga yang telah hidup lebih dari seratus tahun, berpura-pura kekurangan energi Yang pasti akan ketahuan. Jika rencanaku terbongkar, semua usaha akan sia-sia. Karena itu, aku harus memainkan peran ini dengan sempurna - menyamarkan kebenaran dalam kepalsuan.
Yang kubutuhkan sekarang adalah sebuah kesempatan, saat dia mempersiapkan serangan balik terhadapku!
Seperti yang diduga, begitu Raja Mayat Serangga melihat energi Yang di tubuhku telah habis, senyum dingin yang nyaris tak terlihat mengembang di bibirnya. Menghindar sekali lagi dari seranganku, dia mendekat dengan langkah pasti. Tangan keriputnya yang seperti kulit pohon terkembang, siap mencengkeram dadaku.
Inilah saatnya! Menyambut serangan Raja Mayat Serangga dengan tangan kiri, secara bersamaan kukontrol dengan kesadaran Pedang Pemotong Kegelapan yang telah mengintai di belakangnya sejak tadi. Senjata itu kuhunjamkan ke punggungnya dengan kecepatan kilat.
Dalam sekejap, tangan kanan Raja Mayat Serangga bertemu dengan tangan kiriku di udara. Dengan energi Yang yang sudah sedikit, aku langsung terdorong mundur akibat cakarannya.
Saat aku terus mundur, Pedang Pemotong Kegelapan menusuk dari atas. Kilatan cahaya putih menyambar, disusul semburat merah darah.
"Pshh~!" Pedang itu menembus punggung Raja Mayat Serangga. Seluruh bilah pedang melesat keluar dari tubuhnya dan melayang ke arahku.
Pedang Pemotong Kegelapan melayang di depanku. Kuangkat kepala memandang Raja Mayat Serangga. Wajahnya pucat membatu, tubuh bongkoknya semakin melengkung menahan sakit. Tangannya gemetar menunjukku: "Zuo Shisan... Kau... Kau..." Ucapannya terhenti. Matanya kehilangan cahaya perlahan sebelum tubuhnya ambruk ke tanah.
Setelah Raja Mayat Serangga jatuh, tak kusuruh pedang itu kembali. Kukumpulkan energi Yang di mataku. Dari tubuhnya, energi Yang perlahan menyebar hingga lenyap. Baru setelah yin hun keluar dari tubuhnya, kulepaskan napas lega. Kupalingkan wajah ke belakang.
Di mana pun pandanganku mengarah, selain Rushuang yang masih terbaring di tanah, Pria Bertopi, serta Master Lu dan guruku Master Qingfeng yang menjaganya, tidak ada lagi orang hidup yang tersisa—yang lain sudah kabur entah ke mana.
Gui Dian yang terluka, Yi Honghua, serta dua tukang santet dari Jepang lainnya sudah lama menghilang tanpa jejak...
Setelah sekali lagi menyapu sekelilingku dengan tatapan waspada dan memastikan tidak ada bahaya yang mengintai, barulah kusarungkan Pedang Pemotong Kegelapan. Bersamaan dengan itu, tangan kananku melepas formasi tangan kelima Lóng Hŭ Qī Shè Yìn—cahaya merah di telapak tangan pun sirna seketika.
Energi Yang yang terus terkuras tadi membuatku lega begitu alirannya berhenti.
Langsung kuberlari ke arah Rushuang, kuangkat tubuhnya dari tanah. Kulihat wajahnya yang masih terpejam, kusebut namanya pelan: "Rushuang... Rushuang..."
Terdengar desahan lembut. Perlahan ia membuka mata, bibir pucatku bergetar tak terkendali. Tak sepatah katapun terucap. Tangannya yang gemetar menyentuh pipiku, lalu kedua kelopaknya kembali mengatup perlahan. Seluruh tubuhnya mulai memudar...
Melihat keadaan Rushuang, dadaku serasa dihantam palu godam. Kondisinya sekarang... persis seperti pertanda roh akan tercerai-berai!
Aku hanya bisa terduduk tak berdaya, menyaksikan sosok hantu yin yang paling kukasihi itu perlahan menjadi transparan, partikel demi partikel menghilang dari pandangan, sementara kepanikan membakar setiap inci tubuhku tanpa bisa berbuat apa-apa.
“Aku tak bisa menggambarkan emosi saat ini, aku menatap Rushuang, sakit hati sampai hampir tak bisa terus bernapas. Aku tak bisa menerima fakta bahwa Rushuang akan pergi selamanya dariku. Tanganku gemetar mencoba memeluknya erat-erat, tapi yang kudapat hanyalah udara. Roh Rushuang kini telah memudar, tubuh semi-transparannya di hadapanku bagai angin lalu!”
“Melihat roh Rushuang semakin transparan, perlahan lenyap di depan mataku, waktu seakan membeku pada detik itu. Seluruh tubuhku terasa kosong mendadak, tak bisa merasakan apa-apa, bahkan detak jantungku sendiri tak terdengar. Hampir saja aku pingsan. Ingin berteriak tapi suara tak keluar, ingin menangis tapi air mata tak mengalir.”
“Sesak, perih, hati remuk redam. Kini lebih baik aku pergi bersama Rushuang, tak perlu bangun lagi...”
“Baru sekarang kusadari betapa pentingnya Rushuang dalam hidupku. Saat rohnya mulai transparan, seluruh duniamu mendadak memucat tanpa warna! Penderitaan sejati takkan pernah membuat orang tenang. Bahkan keberanian untuk terus hidup sendirian pun sirna...”
“Rushuang, bagiku dia terlalu berarti!!”
“Shisan, cepat keluarkan Giok-mu, masukkan istrimu yang hantu itu!!” Tiba-tiba suara Taotie dari Giok kuno itu terdengar.
Setelah mendengar suara Taotie, barulah aku terbebas dari penderitaan sebelumnya. Aku menatap sekeliling dan bertanya, "Taotie, kamu... apa yang baru saja kamu katakan?! Rushuang... Rushuang belum roh tercerai-berai?!"
"Kau pikir Hantu Roh mudah hancur?! Lihatlah ke belakangmu!" kata Taotie padaku.
Mendengar ucapannya, aku segera menoleh ke belakang. Di sana kulihat pancaran cahaya putih samar melayang di belakang kepalaku.
Cahaya putih tipis ini sangat kukenal. Setiap kali Rushuang masuk ke dalam liontin giok di leherku, dia selalu berubah menjadi cahaya putih seperti ini sebelum menyelam masuk.
Melihat cahaya putih yang familiar itu, aku buru-buru mengeluarkan liontin giok dari leherku. Cahaya putih samar itu perlahan bergerak menuju liontin di tanganku, lalu tiba-tiba menyusup masuk ke dalamnya.
Aku menarik napas lega, menggenggam liontin erat-erat, lalu bertanya pada Taotie, "Taotie, sebenarnya apa yang terjadi pada Rushuang tadi?! Hampir saja membuatku mati ketakutan!"
"Ini fenomena normal saat Hantu Roh kehabisan Energi Yin. Bukan benar-benar roh tercerai-berai. Beri dia waktu untuk memulihkan Energi Yin di liontin giokmu, dan semuanya akan baik-baik saja," jelas Taotie padaku.
Aku merasa sedikit tenang setelah mendengar itu, lalu menoleh ke arah Pria Bertopi. Saat ini orang lain yang masih membuatku khawatir adalah dia.
Saat ini, guruku Master Qingfeng dan Shibo Lu Zhenren berkumpul di sekitar Pria Bertopi untuk membantu menghentikan pendarahan dan membalut lukanya. Tampaknya kondisi luka Pria Bertopi sangat parah.
Ketika aku mendekat, Master Lu bahkan tidak memandangku saat bertanya: "Shisan, apa kamu masih membawa Fu Yang di tubuhmu?!"
"Ada... Ada!" Aku mengiyakan sambil mengeluarkan selembar Fu Yang dari tas ranselku dan menyerahkannya ke Master Lu.
Setelah mengambil Fu Yang dariku, Master Lu segera menempelkannya di titik vital di dada Pria Bertopi. Guru Qingfengku melihat Master Lu dan bertanya: "Shijie, sekarang sudah bisakah kita mencobanya?"
Mendengar pertanyaan Master Qingfeng, Master Lu menggigit bibirnya dengan ragu-ragu.
Master Qingfeng bersikeras lagi: "Shijie, kita benar-benar tidak bisa menunda lebih lama. Dia kehilangan terlalu banyak darah dan aliran nyawanya terputus. Jika terus ditunda, hanya ada Jalan Buntu. Mari kita coba, masih ada harapan baginya untuk bertahan hidup!"
Akhirnya Master Lu mengangguk pelan: "Baik... Baik! Mari coba." Dia mengeluarkan dua butir pil putih dari botol keramik kecil yang selalu dipegangnya, lalu memasukkannya ke mulut Pria Bertopi...
