Saat hantu itu berbalik, seketika kulepaskan Pedang Pemotong Kegelapan. Kilatan pedang menyambar, langsung membelah roh hantu itu menjadi dua. Arwah yin-nya sekaligus dimurnikan oleh pedang pusaka ini.
Alasan aku menggunakan begitu banyak energi Yang untuk membunuh hantu kecil ini dengan Pedang Pemotong Kegelapan bukan karena ia sulit dikalahkan. Tapi karena karakteristik pedang ini: Ia tak pernah membunuh hantu, hanya memurnikan arwah.
Aku menatap hantu yin perempuan yang telah didoakan arwahnya oleh Pedang Pemotong Kegelapan. Kuhela napas pelan, berkata: "Yang mati tetaplah mati. Yin-Yang terpisah, masuklah ke roda enam kelahiran kembali..." Setelah berkata, kupandangi guci di tanah. Dengan kendali kesadaran, kuhantamkan Pedang Pemotong Kegelapan dari jarak jauh ke arah guci itu. Kilatan pedang menyambar, guci hancur berkeping. Energi Yang di dalamnya menyebar di udara, terbang tertiup angin...
Memandangi energi Yang yang tercerai-berai itu, kugelengkan kepala. Kubalikkan badan dan berjalan keluar dari rumpun bambu ini.
Saat baru saja keluar dari rumpun bambu, langsung kulihat Qiu Shasha yang sedang menunggu di luar. Si pria gemuk mungkin ketinggalan karena tak sanggup mengejar kecepatan langkah Shasha.
Melihatku keluar dari bambu, Qiu Shasha bertanya: "Shisan, apa kau sudah mendoakan arwah hantu perempuan itu?"
Kuanggukkan kepala:
"Ya."
"Dalang di balik semua ini adalah ibuku?" Tanya Shasha padaku. Sepertinya dia sudah mendengar percakapanku dengan hantu itu di dalam rumpun bambu tadi, sekarang ingin memastikan lagi.
Kukembali mengangguk:
"Benar, Hong Yan ibumu. Dia menyuruh hantu ini mengumpulkan energi Yang dari orang-orang hidup."
Mendengar ucapanku, Shasha menghela napas panjang. Matanya menatap kegelapan di belakangku, lama baru berbisik pelan:
“Shisan, tahukah kamu, aku sangat menyesal datang ke dunia ini...” Saat mengucapkan ini, mata Qiu Shasha dipenuhi ekspresi keputusasaan dan penderitaan. Dari kedalaman matanya memancar kilatan cahaya sementara butiran air mata kristal mengalir di pipi putihnya yang bersih.
Melihat kondisi Shasha yang menderita ini, aku hanya bisa berdiri diam menemaninya. Aku bukan siapa-siapa baginya, sehingga tak bisa memberi penghiburan atau bahu untuk bersandar. Kupikir mungkin dia benar-benar perlu mencari seorang pria, pria bertanggung jawab yang bisa menyayanginya dan merawatnya. Karena di mata satu-satunya kekasihnya di dunia ini, Qiu Shasha sama sekali tidak dianggap ada.
“Shisan, aku... aku hidup seperti anjing! Anjing liar tak berumah yang tak ada yang mengaku!” Pandangan Shasha seolah menatapku tapi juga melihat ke belakangku. Setelah mengucapkan ini, dia terus menggigit bibir bawahnya dengan gigi mutiaranya.
Di saat seperti ini, pasti hatinya sangat tersiksa. Dia sangat menyedihkan. Tapi semua ini adalah takdir manusia yang tak bisa diubah. Kita tak bisa memilih orangtua kita, sama seperti kita tak bisa mengubah hal-hal yang sudah menjadi fakta.
Qiu Shasha melihatku mendekat dua langkah, lalu berkata padaku: "Apa kau tahu sejak lahir, takdirku sudah ditentukan. Sejak mulai mengingat, tak ada satu hari pun yang benar-benar bahagia. Sejak kecil, aku dipaksa ibu untuk berlatih ilmu Tao. Saat berusia empat belas tahun, dia memperlakukan aku seperti pion. Ketika pertama kali menolak permintaannya, nyaris saja aku dipukuli sampai mati olehnya. Shisan, tahukah kau rasanya hati remuk redam saat melihat orang terpenting dalam hidupmu berusaha membunuhmu?" Suara Qiu Shasha terhenti, digantikan isakan tangis yang tertahan...
"Di... di usiaku yang kelima belas tahun, aku dipaksa ibu untuk pertama kalinya membunuh seseorang. Tahukah kau bagaimana perasaan anak di bawah umur lima belas tahun yang melihat mayat hasil pembunuhan tangannya sendiri terbaring di tanah dingin?! Kuberitahu, lebih menyiksa daripada mati sendiri! Sejak itu, aku berubah menjadi boneka hidup tanpa kebebasan! Siang hari menjadi pion yang menjalankan perintah, malam hari terjebak dalam mimpi buruk tak berujung yang membuatku ingin membenturkan kepala ke tembok sampai mati!!"
"Shisan... Meski kalian melihatku setiap hari bersikap santai, seolah sama sekali tak punya beban, tapi tahukah kamu, di balik senyumku, hatiku terus-menerus mengucurkan darah!! Tragedi terbesar manusia hidup di dunia ini bukan ketidakmampuan melihat takdirnya sendiri, melainkan menyaksikan nasib seumur hidup namun tak bisa mengubahnya... Perasaan ini membuatku benar-benar ingin mati, kalau bukan karena..." Qiu Shasha melirikku, tak melanjutkan ucapannya, lalu mengubah pertanyaan: "Shisan, apakah seumur hidupku ini lebih hina daripada seekor anjing liar?"
"Qiu Shasha, kau bilang dirimu anjing, aku pun merasa diri ini anjing. Sejak kecil punya keluarga tapi tak pernah bisa pulang, hanya tinggal di rumah kakek-nenek yang membesarku dengan susah payah. Tapi mereka justru tewas karena aku memilih jalan Tao. Keduanya adalah orang terpenting dalam hidupku, tapi mati karena ulahku. Kadang kupikir, mungkin aku memang anjing terlunta yang terus mendatangkan malapetaka bagi keluarga dan sahabat..." Aku menatap Qiu Shasha melanjutkan: "Tapi meski begitu, kita harus tetap bertahan hidup. Untuk diri kita sendiri, juga untuk keluarga dan sahabat yang sudah tiada maupun masih hidup. Apapun rintangan dan kesulitan yang menghadang, kita harus hadapi. Kematian dan lari dari masalah adalah pilihan pengecut. Setidaknya aku punya kamu sebagai sahabat, dan kamu pun punya aku, bukan?"
Setelah mendengar perkataanku, Qiu Shasha menatapku dengan pandangan kosong beberapa saat, akhirnya mengangguk dengan mantap:
"Ya! Kita adalah sahabat, selamanya akan tetap sahabat!!"
……
Saat berjalan keluar dari taman bersama Qiu Shasha, kami melihat pria gemuk yang sedang mencari kami di sekitarnya, lalu memanggilnya untuk pulang bersama.
Setelah tiba di rumah pria gemuk, dia pergi ke lantai bawah untuk membeli nasi sedangkan Qiu Shasha mandi di kamar mandi. Aku sendiri duduk bersila di atas kasur kamarnya, dengan gugup mencabut liontin giok dari leherku, menggenggamnya erat sambil berbisik: "Rushuang, Rushuang..." Tidak ada jawaban dari An Rushuang di dalam giok itu. Sudah lama sekali, aku sama sekali tidak tahu kondisi Rushuang di dalam giok. Kecemasan di hatiku semakin menjadi.
Tanpa pilihan lain, kutekan bagian tengah liontin giok itu. Seketika kabut hitam Energi Yin menyembur keluar, dalam sekejap mengurungku di dalamnya.
Ada dua tujuan aku mencari Raja Yama kali ini.
Pertama, menanyakan apakah Raja Yama bisa melihat kondisi luka Rushuang setelah melihat giok ini. Kedua, ingin bertanya kembali tentang lokasi pasti Wilayah Liar di Selatan itu. Bahkan jika tidak bisa dapat titik pasti, setidaknya tahu arah umumnya lebih baik daripada buta sama sekali.
Tak lama kemudian, dari dalam kabut Energi Yin terdengar suara langsung Raja Yama:
"Shisan, kenapa kau mencariku sekarang? Ada masalah apa lagi?"
Aku tidak berusaha akrab dengan Raja Yama, langsung bertanya: "Raja Yama, istri hantuku Rushuang sekarang terluka parah di dalam liontin giok. Aku tidak paham kondisi lukanya, jadi ingin bertanya padamu."
Raja Yama terdiam sejenak setelah mendengar pertanyaanku, lalu berkata: "Huu... Istri hantumu ini memang terluka berat, hampir saja rohnya tercerai-berai. Tapi sekarang dia baik-baik saja, cukup beristirahat di dalam giok. Jangan ganggu dia! Tapi Shisan, sebenarnya apa yang terjadi padamu sebelumnya?!"
Mendengar penjelasan Raja Yama, hatiku lega mengetahui Rushuang tidak apa-apa. Kukumpulkan pikiran lalu menceritakan secara singkat pertarungan hidup-matiku dengan Gui Dian, Ji Honghua, dan tukang santet Jepang.
Raja Yama merenung setelah mendengar ceritaku, kemudian berkata: "Begitu rupanya. Keberadaan po ke-8 dalam dirimu bahkan tidak kuketahui. Sepertinya po ini memang tidak pernah kembali ke alam baka. Tapi ini justru bagus. Dengan ingatan reinkarnasimu yang pulih, kemampuanmu akan melonjak drastis. Kini kau bisa menyaingi Hong Yan maupun yin hun kaisar. Tapi..." Ia menatapku tajam, "Berapapun hebatnya ilmu Tao dan tingkat kultivasimu, ingatlah empat karakter ini: ‘Si Sombong Pasti Kalah’. Sepak apapun kekuatanmu."
