Pria gemuk itu mengabaikan perkataan Cuichun. Dengan tangan satunya, ia menarik kerah baju Feng'er yang menghalangi dan menyampingkannya.
Di saat bersamaan, Kapten Guo yang masih terengah-engah di tanah tiba-tiba menengadah: "Jangan serang! Dengarkan... Untuk masuk ke pedalaman tanah kosong itu dengan selamat, kita harus melewati daerah yang dihuni kawanan serigala merah. Jika salah jalan sampai ketahuan, tulang-belulang kita akan habis dimangsa..."
“Sudah sampai tahap ini, masih mau bohong ke Pangye! Tempat sengsara begini, bahkan makhluk hidup pun tidak kelihatan, masih ada kawanan serigala?! Dasar kau! Tenang saja, jalan terus lah!!” Pria gemuk itu mengangkat sekop tentara di tangannya, bersiap menghantam kepala Kapten Guo.
Melihat ini, aku segera menghalangi pria gemuk itu:
“Hey gemuk! Jangan buru-buru menyerang dulu!!”
Pria gemuk itu menghentikan sekopnya di udara, menoleh padaku dengan dahi berkerut: “Shixiong, sudah begini masih percaya omong kosong si keparat ini?!”
Aku tidak menjawabnya, melainkan berjalan mendekati Kapten Guo dan menghantamkan tinju ke wajahnya.
“Braak!” Tinju itu mendarat sempurna di pipinya. Kepala Kapten Guo terpental ke belakang, darah merah segar menyembur dari mulutnya.
Sebelum sempat membalik, tinju kedua sudah menghantam sisi wajahnya yang lain. Setelah dua pukulan, tubuh Kapten Guo yang duduk di tanah mulai bergoyang-goyang, seperti akan terjatuh kapan saja.
“Kau sudah meludahi saya dua kali. Dua tinju ini balasannya. Sekarang jawab – apa sebenarnya serigala merah di mulutmu itu?” tanyaku menatap Kapten Guo.
Kapten Guo menarik napas dalam-dalam beberapa kali, meludahkan darah di mulutnya ke tanah, lalu menatapku perlahan sambil berkata: "Serigala merah adalah serigala liar berbulu merah darah dari ujung kepala hingga ekor. Kebuasan dan kekejamannya jauh melebihi serigala biasa..." Di sini Kapten Guo menelan ludah, lalu melanjutkan: "Aku...aku hanya pernah melihatnya sekali. Saat itu, semua orang yang bersamaku habis digigit sampai tulang pun tak tersisa. Kalau kalian tersesat ke wilayah mereka, mustahil bisa keluar hidup-hidup."
Mendengar perkataan Kapten Guo, hatiku mulai menghitung. Seandainya ini terjadi sebelumnya, saat energi Yang dan tenaga Shasha dan aku masih utuh, kami sama sekali tidak akan menganggap serius gerombolan serigala merah itu.
Tapi di saat khusus ini, energi Yang kami sudah habis. Tenaga kami bahkan lebih lemah dari orang biasa. Dalam kondisi seperti ini, jika bertemu gerombolan serigala merah, lari pun tak akan sanggup. Nyawa kami pasti melayang.
Memikirkan ini, kutatap Kapten Guo dan bertanya: "Lalu bagaimana kau tahu lokasi teritori serigala merah itu?"
Kapten Guo menggelengkan kepala pelan: "Ini tidak bisa kubicarakan. Jika aku bocorkan semua rahasia, kalian pasti akan BUNUH aku."
Belum habis Kapten Guo bicara, si pria gemuk muncul dari belakangku dan bertanya: "Shixiong, apa kau percaya omong kosong si keparat ini?!"
Setelah mendengar pertanyaan pria gemuk, aku segera menarik lengannya dan menahannya ke samping, lalu berbisik padanya: "Sekarang ini bukan masalah apakah aku percaya pada ucapannya atau tidak."
"Lalu masalah apa?" Pria gemuk mengernyitkan dahi sambil menatapku.
"Pada saat kritis seperti ini, aku sama sekali tidak bisa mempertaruhkan nyawa kita bertiga. Jadi entah dia berbohong atau jujur tadi, kita tidak boleh mengambil risiko ini. Lagipula, energi Yang di tubuhku dan Qiu Shasha sedang terikat, tidak bisa digunakan. Jika benar-benar bertemu gerombolan serigala merah itu, kita bahkan tidak akan sempat kabur." Aku menjelaskan pada pria gemuk.
Setelah mendengar penjelasanku, pria gemuk terdiam sambil menunduk beberapa saat, lalu bertanya: "Shixiong, jadi kita akan melepaskan dia begitu saja? Lupa bagaimana dia menyerang kita, meludahi tubuhmu, dan memperlakukan Nona Qiu dengan cara itu?"
Aku menggeleng: "Dengarkan dulu sampai selesai. Maksudku biarkan dia hidup sementara waktu. Baru kita bertindak setelah dia memandu kita melewati area dengan selamat." Setelah melalui berbagai pengalaman, aku semakin memahami pepatah: "Terlalu bermurah hati pada musuh sama saja dengan menyiksa diri sendiri."
Pria gemuk berpikir sejenak lalu mengangguk: "Baik, ikuti rencanamu. Biarkan si keparat itu hidup sedikit lebih lama. Aku akan cari tali untuk mengikatnya dulu, jangan sampai kabur." Dia mengambil tali pendakian yang sebelumnya digunakan untuk mengikatnya sendiri dari tanah, lalu berjalan menuju Kapten Guo.
Saat itu, Qiu Shasha justru berjalan mendekatiku. Setelah sampai di sampingku, dia menatapku dan bertanya, "Shisan, aku tahu apa yang ada di hatimu. Saat kembali nanti, kalian semua jangan ikut campur. Aku harus membunuhnya dengan tanganku sendiri!" Qiu Shasha mengucapkan sambil menoleh ke arah Kapten Guo. Dari sudut matanya, kulihat niat membunuh yang menggebu. Rupanya tindakan Kapten Guo tadi benar-benar menyentuh titik kelemahan Qiu Shasha.
"Baik, seranglah." Aku mengangguk setuju. Saat sedang bersiap membereskan barang untuk melanjutkan perjalanan, Qiu Shasha tiba-tiba mendekatiku lagi dan berbisik, "Shisan, aku... aku ingin berdiskusi sesuatu denganmu."
"Apa itu?" tanyaku sambil memeriksa barang-barang dalam tas ransel apakah ada yang tertinggal.
Qiu Shasha tiba-tiba terlihat canggung. Dengan malu-malu dia berkata, "Shisan, aku... aku... lupakan saja, tidak apa-apa." Setelah terbata-bata, akhirnya dia tidak mengutarakan maksudnya dan berbalik menuju pria gemuk itu.
Kulihat bayangannya menjauh sambil menggelengkan kepala pasrah. Entah apa yang ada di pikiran wanita itu...
Setelah memeriksa tas dengan cermat dan memastikan tidak ada barang yang tertinggal, aku mulai memeriksa lukaku di dada. Awalnya ingin kuoleskan bubuk antiradang dan penghenti darah, namun saat kubuka baju, lukanya membuatku terkejut karena sudah berhenti berdarah dengan sendirinya dan mulai menyembuh...
Setelah mengoleskan bubuk antiradang pada lukanya, saya segera memanggil Si Gemuk karena tubuhnya juga penuh luka akibat pertarungan sengit sebelumnya dengan si berjanggut itu.
Setelah memberikan perawatan yang sama pada lukanya, kami semua duduk beristirahat sambil menyantap bekal untuk mengisi perut sebelum melanjutkan perjalanan ke pedalaman wilayah liar itu.
Setelah beristirahat sekitar sepuluh menit, kami bertiga bersama Kapten Guo dan dua anak buahnya - total enam orang - mulai membereskan perlengkapan dan tas ransel untuk melanjutkan perjalanan.
Sebagai tindakan pengamanan, saya menyuruh Kapten Guo yang diikat Si Gemuk untuk berjalan di depan sebagai pemandu.
Tapi Si Gemuk ini benar-benar keterlaluan. Tidak hanya mengikat erat kedua lengan Kapten Guo di belakang punggungnya dengan tali pendakian, dia juga memegangi ujung tali lain yang diikatkan ke leher Kapten Guo, persis seperti menarik anjing...
Kelihaian Si Gemuk dalam menyiksa sungguh tiada tanding. Prinsip "Bangsawan lebih baik mati daripada terhina" diinjak-injaknya dengan menginjak harga diri dan kehormatan Kapten Guo.
Tapi di sisi lain, Kapten Guo ini pembunuh, pemerkosa, dan mampu melakukan segala perbuatan binatang - apakah orang seperti ini masih punya harga diri?
Saya menggelengkan kepala, mengusir pikiran itu. Sambil berjalan di belakang rombongan, saya membuka peta dan mencocokkannya dengan kompas di jam tangan.
Setelah memeriksa silang, aku menyadari jalan yang ditempuh Kapten Guo saat ini hampir sama dengan rute yang tertera di peta, hanya ada sedikit penyimpangan. Mungkinkah rute yang tergambar di peta ini sengaja menghindari wilayah kekuasaan kawanan Serigala Merah di Wilayah Liar?
Tapi karena kami memilih Kapten Guo sebagai pemandu, untuk sementara kami biarkan dia hidup. Bagaimanapun ini hanya tebakanku. Seperti pepatah, "Hati-hati adalah induk dari keamanan", lebih baik tetap waspada.
Lagipula, aku dan Qiu Shasha saat ini hampir tidak punya kemampuan mempertahankan diri. Jadi selama bisa menghindari risiko, lebih baik tidak menyentuhnya.
