Serigala Merah!!!
Ini reaksi pertamaku setelah melihat mata-mata merah darah itu.
Sialan! Jangan-jangan si keparat keluarga Guo itu sengaja menyesatkan kita lewat jalan yang salah, membawa kita masuk ke wilayah kekuasaan gerombolan Serigala Merah ini.
Aku berdiri di kejauhan, menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Tangan kananku merogoh ke dalam tas ransel, mengeluarkan Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks, menggenggamnya erat siap menghadapi pertempuran hidup-mati melawan gerombolan serigala merah ini.
Dalam prinsip hidupku, betapapun putus asanya situasi, pantang menyerah sampai detik terakhir kematian yang sesungguhnya. Perlawanan harus terus dilakukan sampai napas terakhir.
Menoleh ke depan, kulihat pria gemuk telah menempelkan sekop tentara di leher Kapten Guo. Wajah kapten itu pucat pasi ketakutan, namun ia tak berani bersuara. Hanya terus menggelengkan kepala mati-matian, berusaha menunjukkan bahwa dia tidak salah arah.
Kurakati langkah mendekati pria gemuk dan Qiu Shasha. Saat sampai di sampingnya, pria gemuk itu berbisik sambil menatap kumpulan mata merah darah: "Goblog, dasar paman sialan! Shixiong, bagaimana kalau kita bantai keparat ini sekarang buat umpan serigala?!"
Kugelengkan kepala, lalu membisikkan ke telinganya: "Jangan gegabah. Jangan sampai ada darah. Kawanan serigala bakal makin ganas kalau mencium aroma amis."
Di Wilayah Liar sepi ini, binatang jarang ditemui. Pasti serigala-serigala merah ini kelaparan. Jika kita bantai Kapten Guo sekarang, bau darah akan membuat mereka menerjang tanpa takut.
Lagipula serigala merah di sini berbeda dengan yang di luar. Saat mendekati mangsa, mereka tidak mengepung dari segala arah, tapi berkumpul di satu sisi lalu mendekat perlahan.
"Sialan! Bunuh juga tidak bisa. Lalu... kita harus bagaimana?!" desis pria gemuk padaku.
Pada saat ini, aku juga sudah kehabisan akal. Di tempat yang sama sekali tidak memiliki objek untuk berlindung atau pohon yang bisa dipanjat ini, dikepung oleh kawanan serigala merah yang ganas dan haus darah, benar-benar seperti sudah ditakdirkan binasa.
"Bagaimana kalau... kita diam saja di tempat tanpa bergerak dan menunggu sampai subuh?" Saat itu, Chui Chun menatapku dan si pria gemuk sambil mengusulkan.
Mendengar sarannya, aku, si pria gemuk, dan Qiu Shasha saling pandang, lalu menggelengkan kepala dengan pasrah.
Mereka yang memahami perilaku kawanan serigala tahu betul bahwa kerja sama antar serigala sangat kompak. Kesabaran serigala juga luar biasa besar, mereka bisa menghabiskan waktu sangat lama untuk sebuah target tanpa merasa bosan sedikitpun.
Sikap mereka sangat fokus dan sederhana: tekad tak tergoyahkan untuk menangkap mangsa. Dalam prinsip hidup serigala, tidak ada yang bisa menggantikan ketekunan. Justru semangat pantang menyerah inilah yang membuat serigala bisa bertahan hidup melalui segala rintangan.
Jadi meskipun kawanan serigala merah ini belum menyerang kita, berusaha mengulur waktu dengan serigala jelas merupakan strategi terburuk.
Selain itu, saat kawanan serigala mulai menguji kesabaran dengan mangsa, hanya ada dua kemungkinan: jika mangsa kabur ke atas pohon, mereka akan berjongkok menunggu di bawah selama berhari-hari tanpa pergi.
"Situasi lainnya adalah ketika kekuatan seimbang dengan mangsa, mereka akan memilih untuk mengikuti tanpa terburu-buru menyerang, terus-menerus menguras stamina mangsa hingga bisa menaklukkan sekaligus. Biasanya, hanya dalam dua kondisi inilah kawanan serigala akan memilih untuk bertahan dengan mangsanya."
"Jelas, kedua kondisi ini tidak berlaku bagi kami. Kami hanya berenam, sementara perkiraanku jumlah serigala minimal empat puluh sampai lima puluh ekor. Kemampuan kami dan mereka bagai langit dan bumi."
"Seiring berjalannya waktu, mata-mata merah itu mulai perlahan mendekati kami. Saat mereka semakin dekat, kulihat dengan jelas tubuh-tubuh serigala kurus kering di balik sorot mata itu..."
"Tampaknya mereka sudah lama tidak kenyang. Hari ini di sini, kecuali kita bisa membasmi mereka sekaligus, mustahil kita bisa pergi dari sini hidup-hidup."
"Shixiong, apa...apa kamu masih bisa pakai kitab Di Jing atau apa itu di tasmu? Aku dasar merasa gerombolan sialan ini mau mengincar kita!" kata pria gemuk itu sambil menatap kawanan serigala merah.
"Tidak tahu. Aku belum pernah menggunakan 《Xuan Huang Di Jing》 dua kali dalam sehari," jawabku sambil mengeluarkan kitab itu dari tas ransel.
"Kalau...kalau begitu coba dulu. Jika berhasil, nyawa kita bisa selamat lagi," ujar pria gemuk itu padaku.
Aku mengangguk, membuka halaman pertama kitab 《Xuan Huang Di Jing》 di tanganku sambil berseru keras: "Zhao!!" Teriakan itu diikuti keributan dalam kawanan serigala merah, bahkan beberapa serigala mulai melolong ke langit malam, seolah telah siap untuk menerjang.
Kitab 《Xuan Huang Di Jing》 di tanganku tidak memancarkan cahaya meski telah kuteriakkan karakter "Zhao", tubuhku juga tidak merasakan aliran kekuatan. Jelas ini tidak efektif. Tampaknya kitab 《Xuan Huang Di Jing》 ini hanya bisa digunakan maksimal sekali dalam sehari.
Sebenarnya sejak awal aku sudah tidak yakin. Setiap kali selesai menggunakan 《Xuan Huang Di Jing》, tubuhku selalu menjadi sangat lemah dan sifatku berubah sangat pemarah. Jika dipaksakan digunakan berturut-turut, mungkin saja tubuhku langsung direbut oleh energi jahat yang bersembunyi di kedalaman.
Pada saat itu, aku tidak hanya gagal menyelamatkan pria gemuk dan Qiu Shasha, tapi juga akan kehilangan tubuh pemberian orangtua ini.
"Tidak mempan?" Pria gemuk itu bertanya saat melihat kitab 《Xuan Huang Di Jing》 di tanganku tidak berpendar maupun melayang.
"Sepertinya tidak..." jawabku sambil mengangguk.
"Sialan, kali ini kita benar-benar terjebak!" Ucap pria gemuk itu dengan nada putus asa dan ketidakrelaan.
Saat ini, di sekitar kami, kawanan serigala merah itu sebagian sudah melengkungkan pinggang dan memperlihatkan taring, siap untuk menerjang. Begitu serigala pemimpin memberi perintah, mereka pasti akan langsung menyerbu. Enam orang kami ini bisa terkoyak seketika, tak tersisa tulang-belulang.
"Shisan, pria gemuk, bagaimana kalau kita lari ke arah sana bersama?!" Qiu Shasha mendekati kami dan mengajak bicara.
"Lari? Apa kita bisa lebih cepat dari kawanan serigala itu?!" Pria gemuk menatap Shasha sambil bertanya.
Mendengar pertanyaan itu, Shasha menoleh dan balik bertanya: "Kalau tidak lari, apa kita hanya akan berdiri di sini menunggu kematian? Pria gemuk, kau punya akal lain?"
"......" Pria gemuk terdiam, tak tahu harus menjawab apa.
Aku memandang ke arah yang ditunjuk Shasha tadi. Menggigit gigi kuat-kuat, aku putuskan: "Lihat ke sana! Nanti saya hitung 1,2,3. Saat sampai 3, semua lari sekuat tenaga! Jangan ada yang menoleh!"
Semua mengangguk kompak, bersiap untuk kabur.
Menarik napas dalam-dalam, kuambil segenggam tanah dan teriak: "1!"
“2！”Belum sempat aku meneriakkan angka 3, Kapten Guo di samping tiba-tiba berlari kencang ke depan.
“Goblog nenekmu!!” Si Gemuk mengumpat keras.
“Cepat kabur semua!!” Aku langsung berlari bersama Qiu Shasha, Si Gemuk, Feng'er dan Cui Chun menyusul Kapten Guo yang sudah lebih dulu lari ke depan.
Sambil berlari, kukibaskan segenggam debu di sekitarku untuk menyamarkan postur tubuhku, sambil memperlambat langkah agar berada di belakang Qiu Shasha dan Si Gemuk.
Melihat mereka tak menyadari posisiku di belakang, tiba-tiba kumenghentikan langkah dan berdiri di tempat. Kulihat mereka berlari membawa debu ke depan, lalu kupergokkan tubuhku dan tanpa ragu maju menghadapi kawanan serigala merah yang mengejar.
Jika terus kabur begini, kita semua akan mati dimangsa serigala. Jadi kucoba habis-habisan menahan gerombolan ini, sedetik pun cukup untuk memberi waktu Si Gemuk dan Qiu Shasha kabur. Jika mereka selamat itu rejeki mereka, jika tidak, aku takkan menyesal.
Karena pernah kusumpah, takkan lagi kulihat seorang sahabat mati di depan mataku.
Jadi, jika harus mati, biar aku yang duluan!
"Ayo, anak-anak serigala!!" Aku berteriak sambil mengeluarkan Pedang Pemotong Kegelapan dari tas ranselku dengan tangan kiri, menggenggam erat dua pisau belati di kedua tangan, lalu menghunjamkan dengan cepat ke kepala serigala merah yang sudah menerjang ke arahku...
