Ketika aku hendak menghindari kutukan darah itu lagi, Qiu Shasha tiba-tiba berlari menghampiri dan menghalang di depanku. Kulihat dia mengeluarkan kertas jimat dari tubuhnya dan melemparkannya ke arah kutukan darah. Keduanya bertabrakan di udara, mengurung darah itu dengan erat.
Begitu menyentuh tanah, kertas jimat yang dilempar Qiu Shasha langsung berubah merah darah, lalu mengeluarkan asap hitam sebelum lenyap dimakan korosi darah hingga bersih.
“Shisan, sekarang tidak menyesal membawaku kan? Aku akan menahan dia, cepat gunakan Lóng Hŭ Qī Shè Yìn sekarang!” seru Qiu Shasha tanpa menoleh sambil mengeluarkan lembaran kertas jimat lain dari tubuhnya.
Melihat Qiu Shasha berada di atas tubuhku, sementara menghalangi serangan nenek tua itu, aku segera membentuk mudra jurus keenam Lóng Hŭ Qī Shè Yìn sambil berseru keras: "Ping jiu shi shen ning, ji zhao mian mian nei mo hun. Lóng Hŭ Qī Shè Yìn! She!!" Begitu mantra selesai kukatakan, Qiu Shasha yang berada di depanku tiba-tiba mengerang berat, tubuhnya terhuyung mundur dan menghantam tubuhku.
Cepat-cepat kuulurkan tangan menyangga Qiu Shasha. Saat menunduk melihatnya, kudapati wajahnya pucat pasi dengan garis darah merah segar mengalir di sudut bibir—jelas dia mengalami cedera cukup parah tadi.
"Qiu Shasha, kamu baik-baik saja?!" tanyaku panik melihat keadaannya.
Shasha menggelengkan kepala. Sebelum sempat bicara, matanya tiba-tiba berkedip lalu berteriak: "Shisan hati-hati! Dia di belakangmu!!"
Bersamaan dengan teriakannya, indraku menangkap adanya hembusan angin kencang dari belakang.
Tanpa sempat menoleh, terpaksa kuraih pinggang Shasha dan melompat gesit ke depan sambil memeluknya erat.
Begitu mendarat, kuhamparkan tubuh Shasha perlahan lalu segera menoleh ke belakang.
Namun yang mengejutkan, di belakang hanya terlihat sungai bermandikan cahaya hijau—sosok nenek tua itu raib tanpa jejak.
“Sialan! Nenek itu punya gerakan tubuh dan kecepatan yang luar biasa!” Aku mengumpat dalam hati sambil memusatkan energi Yang ke penglihatan dan pendengaran. Saat ini, dengan mengamati dan mendengarkan sekitar, pastilah si nenek sedang bersembunyi di kegelapan. Setiap ada gerak-gerik sekecil apapun, aku pasti bisa mendeteksinya.
Untuk hal ini, aku memiliki keyakinan mutlak karena po ke-8 telah kembali ke tubuhku. Jangankan nenek tua ini, bahkan Hong Yan sekalipun datang, aku yakin bisa merasakan kehadirannya sebelum dia mendekat.
Ini bukan kesombongan, melainkan kepercayaan diri. Meski tipis batasnya, hakikat keduanya berbeda. Percaya diri adalah keyakinan akan kemampuan sendiri, sedangkan sombong adalah meremehkan lawan. Perbedaan mendasar terletak pada pemahaman akurat terhadap kemampuan diri sendiri dan lawan.
Aku takkan pernah meremehkan lawan manapun, tapi juga takkan merendahkan kemampuan diri sendiri.
“Shixiong, aku sudah bawa Cui Chun dan Feng Er bersembunyi di depan. Si nenek tua itu mana?!” Suara pria gemuk itu terdengar terengah-engah sambil berlari mendekat.
Begitu mendengar perkataannya, hati ini langsung waspada. Sebelum sempat memperingatkannya untuk jangan mendekat, telinga sudah menangkap suara gesekan kaki di tanah.
Mendengar suara itu, aku segera menoleh ke arah sumber suara.
Benar saja, dari kegelapan muncul bayangan hitam yang sedang melesat cepat ke arah pria gemuk itu.
“Pria gemuk, cepat merunduk!!” Setelah berteriak pada si gemuk, aku menggerakkan kaki dengan bantuan momentum dan segera mengejar nenek tua itu.
Bagaimanapun juga, saat ini aku sama sekali takkan membiarkannya menyakiti sahabatku.
Si gemuk yang telah menemani aku melewati hidup-mati sekian lama ini memang punya chemistry hebat denganku. Persis saat ucapanku meluncur, ia langsung dengan cepat meloncat ke depan hingga seluruh tubuhnya terjatuh ke tanah.
Bayangan hitam si nenek pun melesat melewati depan pria gemuk itu pada detik berikutnya.
Aku dalam hati menghela napas lega. Untung reaksi si gemuk cukup cepat. Sedikit lebih lambat saja konsekuensinya akan fatal.
“Dasar p****n, lawanmu di sini!!” Aku mengaum sakin mempercepat langkah menerjang si nenek tua.
Melihat ini, si nenek tertawa terkekeh-kekeh "kekekeke..." ke arahku, lalu berdiri di tempat sambil kedua tangannya cepat-cepat membentuk mudra dan menghantam ke arah wajahku.
Kulihat ini kesempatan emas. Tanpa ragu sedikitpun, langsung kuhantamkan Lóng Hŭ Qī Shè Yìn gaya keenam tepat ke depan.
Kedua tangan bertabrakan dengan dentuman berat. Energi Yin hitam pekat di tangannya dan energi Yang merah di tanganku saling berbenturan. Getarannya membuat tangan kananku sakit bukan main, sementara kekuatan dahsyat merambat ke lengan kanan hingga hampir saja aku terjungkal mundur.
Saat itu aku menggigit gigi dengan tekad bulat, kedua kaki mengerahkan tenaga, tubuhku memanfaatkan momentum untuk menekan ke bawah, menstabilkan postur tubuh, dengan keras kepala tetap berdiri di tempat tanpa mundur selangkah pun!
"Braak!!!" Suara dentuman berat yang lebih keras dari sebelumnya menggema, disusul teriakan kesakitan dari nenek yang sedang beradu telapak tangan denganku, seluruh tubuhnya terlempar ke belakang akibat pukulanku.
Dari pertarungan tadi, aku menang mutlak. Ternyata pengembalian Delapan Po ini benar-benar meningkatkan kemampuanku lebih dari satu level.
Sebelumnya, jika harus berhadapan langsung dengan lawan yang memiliki energi Yin sekuat ini, bukan hanya mustahil bagiku untuk tetap berdiri tegak sambil melontarkannya, bahkan bertahan dari satu serangannya saja masih diragukan.
Nenek tua yang kulempar itu terjatuh ke tanah. Dengan susah payah ia bangkit, kini matanya telah memerah darah karena pembuluh kapiler pecah, dahi terluka akibat benturan dengan bebatuan, darah segar terus mengalir deras.
Namun sang nenek mengabaikan lukanya, tatapan penuh kebencian terus tertancap padaku... Akhirnya, dari sela giginya yang terkunci, ia memaksakan beberapa kata:
"Tadi kau menggunakan Jurus Keenam dari Lóng Hŭ Qī Shè Yìn?!"
Aku tidak mengiyakan maupun membantah. Kutatap diam-diam sambil melangkah mendekatinya.
Bagaimanapun juga, aku tak akan berbelas kasih pada siapa pun yang berniat membunuhku. Bantuannya selama ini hanyalah taktik untuk memanfaatkanku mencari Air Suci Sungai Luo di tempat ini.
“Hehe……Jika aku tahu akan ada hari seperti ini, pertama kali itu seharusnya aku tidak membantumu, biarkan kau dibunuh oleh wanita gila itu.” Nenek itu berbicara dengan nada Dingin Menusuk sambil menatapku.
“Di dunia ini hanya ada hasil dan konsekuensi, tidak pernah ada 'jika-jika'.” Kataku sambil mendekati postur tubuhnya dengan cepat.
Namun nenek itu tiba-tiba menyerah melawan, putar badan dan lari dengan kecepatan yang hampir menyamai kecepatanku.
Tampaknya luka yang kuderikan saat bertarung tadi murni karena kecerobohannya meremehkanku, membuatnya terluka parah. Sekarang penyesalan pun sudah terlambat.
Sepertinya jika bukan karena kecerobohannya tadi, mungkin aku akan kesulitan mengalahkannya.
Sambil berpikir demikian, aku mulai mengejarnya dari belakang.
Tak lama setelah mulai mengejar, aku menyadari sesuatu tidak beres! Nenek itu ternyata tidak berniat kabur, malah berlari ke arah Sungai Luo yang memancarkan cahaya hijau...
Melihat nenek itu melompat ke Sungai Luo, tubuhnya dengan cepat berenang ke tengah sungai lalu perlahan tenggelam ke dasar.
Saat aku hendak menyusul ke tepian, tiba-tiba seseorang menarik lenganku dari belakang. Suara Qiu Shasha segera terdengar:
“Shisan, kemampuan renangmu biasa-biasa saja. Demi keselamatanmu, jangan buru-buru menyusulnya ke sungai.”
“Baik.” Aku menyetujui sambil memandang tajam ke posisi tenggelamnya sang nenek di sungai.
Energi Yin yang menyelimuti tubuhnya masih ada, ini membuktikan bahwa saat ini dia masih berada di bawah sungai belum melarikan diri, terus menyelam dalam air.
Persis di saat ini, tiba-tiba kulihat sebongkah batu sebesar setengah semangka terbang dengan cepat dari belakang kami, menghantam tengah sungai hingga menimbulkan dentuman berat:
"Brak~!!" Seketika memercikkan air setengah meter lebih tinggi.
Aku menoleh ke belakang, pria gemuk sedang mencari batu berikutnya di lantai. Segera memanggilnya:
"Pria gemuk, sudahlah, jangan congkel lagi. Sekalipun pakai batu, kau takkan bisa menghantamnya. Cuma buang-buang tenaga."
Mendengar ucapanku, pria gemuk meluruskan pinggangnya dan bertanya: "Lalu... apa yang harus kita lakukan sekarang? Terjebak di sini bersama Nek tua itu?!"
Aku menggelengkan kepala, baru saja mau bicara, tiba-tiba jantungku berdebar kencang!
