"Melihat separuh langit yang berwarna merah darah, tiba-tiba aku teringat pada Qing You si Pria Bertopi. Dulu demi menyelamatkanku, dia mengalami luka parah dan kedua kakinya tertembus. Entah bagaimana kabarnya sekarang, apakah kondisi tubuhnya sudah pulih?"
Setiap kali memikirkan ini, rasa bersalah menggelora di hatiku. Bisa dikatakan, kembalinya roh kedelapan dalam tubuhku ini sepenuhnya berkat Rushuang, Pria Bertopi, dan yang lainnya yang mempertaruhkan nyawa untukku.
"Shisan, apa yang kau lihat sampai melamun di sana?" Suara Rushuang tiba-tiba terdengar dari belakangku.
Aku berbalik memandangnya sambil menggelengkan kepala. "Tidak apa-apa. Mari kita kembali dulu." Sambil berkata demikian, kubuka gerbang Kuil Qingzhu dan berjalan bersama Rushuang menuju mobil Zhao Man yang diparkir di depan.
Setelah masuk mobil, Zhao Man menyalakan mesin lalu bertanya padaku dan si pria gemuk: "Sekarang kita langsung kembali ke Dongdian atau pergi ke tempat lain dulu?"
"Kembali ke Dongdian saja," jawabku sambil menatap keluar jendela mobil.
Zhao Man mengangguk setuju. Begitu diinjak gasnya, mobil langsung melesat di jalan. Melalui kaca spion yang semakin menjauh, kulihat bayangan Kuil Qingzhu yang membuat dadaku sesak oleh perasaan tak karuan.
Tiba-tiba aku sadar semakin membenci diriku sendiri sekarang: pembunuhan, kekerasan berdarah, tipu muslihat, kepalsuan, keegoisan... Untuk bertahan di dunia Yin-Yang yang kejam dan realistis ini, terpaksa kupelajari terlalu banyak hal yang tak ingin kukuasai.
"Aku sangat merindukan masa ketika aku pertama kali datang ke Kuil Qingzhu..." Tapi yang tersisa sekarang hanyalah kerinduan belaka...
Kecepatan mengemudi Zhao Man memang selalu cepat, ditambah semua mobil yang dibelinya adalah kendaraan berkualitas. Sebelum hari gelap, Zhao Man telah mengantar kami ke gerbang utama kompleks perumahan tempat pria gemuk tinggal.
Setelah turun dari mobil, aku bersama Rushuang, pria gemuk, dan Qiu Shasha memberi salam kepada Zhao Man, lalu bersiap kembali ke rumah pria gemuk.
"Hei, terima kasih!" Jendela mobil terbuka, Zhao Man mengeluarkan kepala dari dalam sambil melihat kami berempat dan mengucapkan terima kasih. Bekas luka hitam mengerikan di wajahnya sebelumnya sudah hilang, wajah cantiknya yang bak bunga persik musim semi telah pulih kembali.
Pria gemuk mengibaskan tangan, "Zhao Man, ucapan terima kasihmu ini terlalu formal. Kalau benar-benar tulus, lain waktu traktir kami makan di hotel bintang lima."
"Bisa! Janji deh. Kalau ada waktu telepon saja, aku siap mentraktir kapan pun. Sekarang aku pulang dulu, dadah!" Zhao Merapikan posisi duduk, menginjak gas hingga mobil meraung dan melesat pergi.
Memandang mobil Zhao Man menjauh, aku, Rushuang, pria gemuk, dan Qiu Shasha saling pandang lalu berjalan masuk ke dalam kompleks perumahan.
"Kalian pulang saja, aku tidak ikut." Tiba-tiba Qiu Shasha yang selama ini mengikuti di belakang kami berhenti, "Ada sesuatu yang harus kulakukan."
Aku menghentikan langkah, menoleh padanya dengan ekspresi bingung sambil berkata: "Qiu Shasha, kamu mau ke mana?"
"Aku... aku ingin jalan-jalan sendiri. Lagipula aku tidak mau terus mengganggu kalian dengan tinggal di tempatmu." Qiu Shasha memandangi aku dan si pria gemuk. Dari sorot matanya, kulihat bayangan kekhawatiran.
Sebenarnya apa yang dikhawatirkan Qiu Shasha?
"Kukira Nona Qiu, kamu sendirian di sini tanpa kenal siapa-siapa. Mau tinggal di mana?" si pria gemuk bertanya padanya.
"Aku ke hotel. Kalau kangen akan kembali. Duluan ya." Sebelum kami sempat menjawab, Qiu Shasha sudah berputar dan menghentikan taksi yang kebetulan lewat, lalu pergi.
"Shisan, kurasa Shasha sedang punya beban pikiran," kata Rushuang sambil menatap taksi yang menjauh.
Aku mengangguk diam. Dalam hati bertanya: Apakah Qiu Shasha buru-buru pergi untuk kembali ke Aliran Longhu? Apakah sekte itu benar-benar akan mengalami masalah besar? Atau mungkin dia pulang untuk menemui satu-satunya keluarga di dunia ini - ibunya, Hong Yan.
Semakin kupikirkan, semakin yakin bahwa bencana besar akan segera terjadi. Ketenangan saat ini hanyalah kedamaian semu sebelum badai...
"Shixiong, tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang tidak beres," bisik si pria gemuk sambil menyalakan sebatang rokok, menatapku dan Rushuang.
“Apa maksud perasaan tidak enak?” tanyaku.
“Sulit dijelaskan, ini semacam firasat bahwa sesuatu akan terjadi.” Pria gemuk itu mengisap rokoknya dalam-dalam. Bahkan dia pun merasakan pertanda besar akan datang, jelas ini bukan sekadar khayalanku semata.
Apapun yang terjadi, aku harus mempercepat latihan spiritualku. Secepat mungkin menguasai energi Yang untuk menggunakan cambuk darah kayu itu. Jika memungkinkan, sekalian memahami jurus pamungkas Lóng Hŭ Qī Shè Yìn. Berjaga-jaga lebih awal takkan salah.
Setelah merencanakan, aku bersama Rushuang dan si pria gemuk kembali ke dalam rumah.
Setelah mandi dan berganti pakaian, sementara Rushuang sedang mandi, aku menyendiri di balkon. Kukeluarkan giok liontin, tekan bagian tengahnya. Segera kabut hitam energi Yin mengelilingiku.
“Shisan, kau mencariKu?” Suara Raja Yama menggema dari balik kabut hitam itu.
Kuserukan: “Benar, Yang Mulia. Aku ingin bertanya sesuatu.”
“Masalah kebangkitan istrimu An Rushuang? Masalah tidak mau makan? Itu mudah. Sebagai manusia baru, energi Yangnya belum lancar. Cukup buka tiga titik vital di tubuhnya dengan energi Yangmu.” Raja Yama seolah tahu segalanya, bahkan menjawab sebelum kusampaikan pertanyaan.
Kubantah: “Bukan itu, Yang Mulia. Meski Rushuang sudah terlahir kembali sebagai manusia, umur Yangnya hanya dua belas hari.”
Raja Yama setelah mendengar, berkata dengan terkejut: "Umur Yang hanya tersisa dua belas hari?! Tidak mungkin! Aku akan periksa dulu."
Raja Yama terdiam cukup lama di sana, baru kemudian menghela napas padaku: "Benar hanya tersisa dua belas hari, haih... Ini mungkin takdir Langit, Shisan, tampaknya aku pun tak berdaya dalam hal ini."
Saat mendengar kata-kata Raja Yama, hatiku seolah dicengkeram erat oleh tangan tak kasat mata, membuatku hampir sesak napas. Setelah beberapa saat, baru kuteruskan pertanyaan: "Yang Mulia, benarkah... benar tak ada jalan lain sama sekali?"
"Takdir Langit tak bisa dilawan, manusia tak berkuasa. Kecuali..." Suara Raja Yama terhenti tiba-tiba.
"Kecuali apa?" Aku segera menyambung.
"Bukan, tadi salah ucap. Tak ada 'kecuali'. Karena Rushuang masih punya sisa sepuluh hari lebih, kau harus temani dia baik-baik. Biarkan dia tak meninggalkan penyesalan di hari-hari terakhir ini."
"Yang Mulia, ada satu hal lagi," tiba-tiba aku teringat sesuatu, "Jika Rushuang meninggal setelah dua belas hari, ke mana hantu yin-nya akan pergi?"
"Hantu yin secara alami kembali ke alam baka, tunduk pada hukum langit, memasuki enam jalan, memasuki siklus reinkarnasi."
"Maksudmu... Rushuang tak akan kembali jadi Hantu Spiritual Ribuan Tahun? Aku juga tak bisa menemukannya lagi?" Suaraku terasa tercekik.
"Kecuali ada kejadian luar biasa, memang begitu." Jawaban Raja Yama sangat blak-blakan.
Pada saat ini, aku terdiam. Aku tak menyangka usaha besar yang kulakukan, beberapa kali nyaris mati, hanya bisa menghidupkan Rushuang selama belasan hari. Setelah kematiannya, hantu yin-nya tak bisa tinggal di Dunia Manusia, hanya bisa bereinkarnasi.
"Shisan, jangan terlalu sedih. Semua manusia pasti mati. Sejak zaman kuno, tak ada dua orang yang bisa bersama selamanya. Asal bisa bersama orang yang disayang, apakah bedanya seumur hidup atau dua belas hari?" Setelah Raja Yama selesai bicara, energi Yin hitam pekat yang mengelilingiku mulai berangsur menghilang.
Aku menunduk melihat giok di tanganku, teringat kata Rushuang "Aku percaya padamu". Hati terasa seperti ditusuk pisau...
Kini, aku bagai domba tersesat yang terhuyung-huyung dalam kegelapan, tak kunjung menemukan pintu keluar.
Tiba-tiba, aku merasa seperti badut yang diperkosa oleh takdir, hukum langit, dan dunia sialan yang terus mengacau ini!
