Di dalam mobil, aku berpikir apakah permintaan mendadak Fang Ziyan ini merupakan jebakan lagi?
Aku sendiri tidak khawatir dengan jebakan, yang kukhawatirkan adalah jika ada penyergapan, Rushuang yang ikut denganku akan terbawa masalah. Tapi jika kutinggal Rushuang di rumah dan pergi sendiri ke rumah sakit, takut ini strategi Mengalihkan Perhatian Harimau dari Gunung. Jadi terpaksa kubawa Rushuang bersama.
"Shisan, penyakit kanker itu sebenarnya apa? Parah tidak?" tanya Rushuang padaku setelah naik mobil.
"Sangat parah. Kalau kanker sudah stadium akhir, itu penyakit mematikan. Pengobatan modern sama sekali tidak bisa menyembuhkan, hanya menunda waktu kematian pasien. Umumnya tidak lebih dari beberapa bulan," jelasku pada Rushuang.
"Astaga, teman sekelasmu yang mana yang kena penyakit ini? Kasihan sekali," tanya Rushuang.
"Kamu juga mengenalnya, Fang Ziyan," jawabku jujur pada Rushuang.
"Dia?!" Rushuang terkejut mendengar ucapanku, lalu merenung sejenak sebelum bertanya, "Shisan, aku tahu pikiran ini agak picik, tapi aku benar-benar tidak tenang. Menurutmu, apakah permintaan Fang Ziyan yang tiba-tiba ini jebakan lagi?"
"Sebenarnya bukan hanya Rushuang yang berpikir begitu, aku sendiri juga terus meragukan keaslian perkataan Fang Ziyan yang disampaikan melalui telepon sebelumnya. Tapi dari nada bicaranya, sama sekali tidak terkesan dibuat-buat atau direkayasa. Setelah ragu-ragu, akhirnya aku memutuskan harus pergi melihat."
"Jika ini benar-benar jebakan, meski hari ini kita tidak pergi, cepat atau lambat mereka akan datang juga. Jadi setelah kupikir-pikir, aku merasa lega. Hal yang harus dihadapi tidak bisa dihindari selamanya, lebih baik segera hadapi."
"Bisa menghindari tanggal satu, tapi tak bisa lari dari tanggal lima belas."
"Rushuang, entah ini jebakan atau bukan malam ini, bukankah hal yang harus kita hadapi tetap harus dihadapi?" Kataku sambil meraih tangan kiri Rushuang.
Rushuang mengangguk setelah mendengar perkataanku:
"Ya, kamu harus berhati-hati. Kondisiku sekarang lemah seperti orang sakit, tak bisa membantumu sama sekali." Suara Rushuang penuh rasa bersalah.
"Rushuang, selama ini kamu sudah terlalu banyak membantuku. Sejak ada kamu, aku seperti anak yang selalu dilindungi dan dirawatmu. Jika terus begini, aku akan kehilangan tanggung jawab sebagai pria. Ke depannya, cukup temani aku di sampingku. Biarpun langit runtuh, aku yang akan menanggung." Genggamanku pada tangan Rushuang semakin erat.
"Baik!" Rushuang mengangguk setuju lalu bersandar di pelukanku. Tiba-tiba kusadari, aku bagai dermaga dan Rushuang seperti kapal yang berlabuh di bahuku, persis kapal yang bersandar di dermaga...
Karena rumah sakit tempat Fang Ziyan berada terletak di pinggiran kota, jaraknya cukup jauh. Taksi yang kami tumpangi melaju selama lebih dari setengah jam sebelum akhirnya mengantarkan aku dan Rushuang ke pintu gerbang rumah sakit.
Membayar dan turun dari taksi, aku membawa Rushuang langsung menuju ke alamat kamar pasien yang sebelumnya dikirimkan Fang Ziyan. Kami naik lift menuju lantai empat.
Saat tiba di depan kamar pasien nomor 421, aku mengetuk pintu dengan lembut.
"Silakan masuk." Suara wanita paruh baya yang tak dikenal terdengar dari dalam kamar. Mendengar itu, aku langsung mendorong pintu dan masuk.
Di dalam kamar terdapat dua tempat tidur. Fang Ziyan terbaring di tempat tidur bagian dalam dengan mata terpejam rapat, menerima infus. Wajahnya memutih pucat seperti orang sakit.
Di samping tempat tidurnya duduk seorang wanita paruh baya - mungkin ibu Fang Ziyan. Matanya merah darah, entah karena kurang tidur atau terlalu banyak menangis.
Setelah masuk, aku segera mengumpulkan energi Yang ke penglihatan untuk memindai tubuh Fang Ziyan. Nyatanya, energi Yang di tubuhnya memang sudah sangat tipis. Ternyata dia tidak berbohong, sisa umurnya memang tinggal hitungan hari...
"Permisi, kalian siapa?" Ibu Fang Ziyan mengernyitkan dahi melihat kehadiran kami.
"Oh, selamat siang Bibi. Saya Zuo Shisan, teman sekelas Fang Ziyan. Dengar-dengar dia sakit, jadi kami datang menjenguk." Aku tersenyum ramah menjelaskan pada ibu tersebut.
“Oh oh, ternyata teman sekelas ya, Yanzi, Yanzi… bangunlah, temanmu datang menjengukmu.” Ibu Fang Ziyan menepuk bahunya pelan, memanggil dengan suara lembut.
Fang Ziyan perlahan membuka matanya. Saat melihat aku dan Rushuang berdiri di samping tempat tidurnya, dia tersenyum dipaksa pada kami, lalu menoleh ke ibunya: “Bu, bisakah Ibu keluar sebentar? Aku ada yang ingin dibicarakan dengan teman sekelasku ini.”
“Baik, baik, Ibu akan jalan-jalan di bawah. Sebentar lagi kembali. Yanzi, kalau tidak nyaman telepon saja Ibu, tidak akan pergi jauh.” Ibu Fang Ziyan bergegas keluar dari kamar pasien.
Kini di dalam kamar itu hanya tersisa aku, Rushuang, dan Fang Ziyan bertiga.
Fang Ziyan menatap kami berdua, kami pun saling memandang. Tak ada yang bicara. Rushuang yang kini telah terlahir kembali sebagai manusia, tak lagi menguasai ilmu energi Yang, sama sekali tidak bisa melihat apakah Fang Ziyan di ranjang ini pura-pura sakit atau benar-benar sakit. Sejak masuk kamar ini, dia selalu berhati-hati.
Setelah lama, akhirnya kumemecahkan kesunyian yang canggung: “Fang Ziyan, sudah dipastikan diagnosisnya?”
Fang Ziyan mengangguk pelan: “Ya. Kanker kerongkongan stadium akhir. Paling... paling hanya dua bulan lagi.” Suaranya menggambarkan ketakutan akan kematian, ketidakrelaan dan kepasrahan. Usianya baru dua puluh tahun, kehidupan indahnya baru saja dimulai.
“Pertama-tama kamu harus menyesuaikan pola pikir dengan baik, berusaha bekerja sama dengan dokter dalam pengobatan. Selalu ada kemungkinan keajaiban terjadi.” Aku menatap Fang Ziyan, mengucapkan kata-kata yang bahkan aku sendiri tidak percaya. Kanker stadium akhir sama persis seperti dihukum mati oleh pengadilan.
Fang Ziyan menggeleng sambil tersenyum getir: "Shisan, niat baikmu kuhargai. Sebenarnya beberapa hari lalu aku sangat ketakutan, tapi sekarang saat sendirian aku terus merenung... semakin kupikirkan semakin tidak takut. Shisan, apa benar ada alam baka di dunia ini? Apakah aku akan pergi ke sana setelah mati?"
"Ada. Kamu akan pergi ke sana. Kamu akan bereinkarnasi kembali, kehidupan baru pun akan dimulai lagi," jawabku.
"Apakah ingatanku semasa hidup masih akan tersisa?"
Fang Ziyan melanjutkan pertanyaannya sambil menatapku.
"Tidak. Kamu tidak akan ingat apapun," kataku.
Cahaya kesepian melintas di kedua mata Fang Ziyan. Setelah hening sejenak, ia menoleh ke Rushuang: "Kak Rushuang, aku ingin minta maaf. Perbuatanku terhadap Shisan sebelumnya semuanya salah. Sungguh tidak seharusnya aku melakukan itu. Maukah kakak memaafkanku?"
Rushuang tersenyum mendengar perkataannya: "Aku tidak pernah menyalahkanmu. Menurutku, apapun yang pernah kau lakukan pada Shisan, setiap orang yang setia pada perasaannya patut dihormati - meski pernah berbuat salah."
"Terima kasih Kak Rushuang. Bolehkah aku memelukmu?" tanya Fang Ziyan pada Rushuang.
"Rushuang mengangguk, lalu berjalan mendekati Fang Ziyan yang terbaring di tempat tidur rumah sakit. Setelah berpelukan, Fang Ziyan memandang Rushuang dengan heran dan bertanya, 'Kak Rushuang, kamu... kamu punya suhu tubuh?!'"
"Benar. Karena Shisan sudah membantuku terlahir kembali sebagai manusia," jawab Rushuang sambil menatap Fang Ziyan.
"Sungguh?! Selamat untuk kalian berdua! Aku tulus mendoakan kalian bisa bersama sampai rambut memutih, seumur hidup!" Kata Fang Ziyan dengan tulus sambil tersenyum tulus dari hati.
Mendengar ucapannya, hatiku kembali terasa sesak. Aku tidak berharap seumur hidup. Yang kuminta hanyalah bisa menemani Rushuang dengan tenang selama 12 hari terakhirnya di dunia manusia.
……
Setelah keluar dari rumah sakit, Fang Ziyan dibawa perawat untuk pemeriksaan endoskopi lanjutan. Sementara itu, aku dan Rushuang memanggil taksi.
Kami tidak pulang ke rumah, melainkan langsung menuju rumah pria gemuk itu.
Di rumah pria gemuk, dia terus bertanya kapan aku akan mengajak Zhao Man makan bersama. Tampaknya perasaannya pada Zhao Man masih tersisa.
Aku menggelengkan kepala pasrah. Saat hendak mandi dan melatih energi Yang, tiba-tiba telepon dari Kapten Bekas Luka Tim Penyelidik Fenomena Gaib berdering.
Begitu mengangkat telepon, kalimat pertamanya langsung membuat jantungku berdebar kencang:
“Zuo Shisan, segera ke Aliran Longhu, kalau terlambat mungkin Aliran Longhu sudah tidak ada lagi!!!”
