Tubuh Hong Yan yang terkena jurus keenam itu langsung tertembus, meninggalkan lubang hitam sebesar telapak tangan di dada kirinya.
Kabut hitam pekat menyembur deras dari lubang itu, membungkus seluruh tubuhnya sebelum akhirnya menghilang tertiup angin.
Sialan! Ini jebakan! "Manusia" tadi bukan Hong Yan asli, melainkan tipuan mata yang dipasangnya.
“Delapan po-nya telah kembali, tidak heran ada energi Yang yang begitu murni dan kuat di tubuhmu. Meskipun energi Yang-mu murni, tapi otakmu agak kurang. Tipuan mata sederhana seperti ini saja bisa mengelabuimu. Sekarang kau sama sekali bukan lawanku. Hari ini aku harus mendapatkan darah kehidupan dari Tubuh Tao Bawaan-mu. Dengan darah kehidupanmu sebagai pelengkap, tingkat kultivasiku pasti akan naik ke level yang lebih tinggi, hehehehe... Zuo Shisan, kau sengaja datang ke sini untuk bunuh diri!!” Dari belakangku, suara Hong Yan yang penuh sengatan dingin menggema.
Mendengar ucapannya, aku segera memutar badan. Kulihat Hong Yan berdiri tak bergerak di atas pohon poplar di belakangku. Tubuh femininnya yang lembut gemulai berdiri di atas pucuk pohon seukuran jari.
Hanya dengan melihat itu saja, aku sudah tahu takkan bisa menyainginya. Jangankan berdiri di pucuk sehalus jari, bahkan jika bisa naik ke sana, aku tak mungkin menjaga keseimbangan sekaligus mengontrol berat badan agar tidak mematahkan ranting.
"Ternyata kau belum menguasai jurus terakhir Lóng Hŭ Qī Shè Yìn. Sayang sekali. Sebenarnya aku selalu penasaran seberapa kuat jurus terakhir itu. Tampaknya aku takkan mendapat kesempatan mencobanya." Hong Yan menghentakkan ujung kaki di ranting, tubuhnya yang ringan seperti burung layang-layang menyergapku dengan cepat.
"She!" Aku berteriak sambil mengontrol Pedang Pemotong Kegelapan yang melayang di udara dengan kesadaran, menghunjamkannya ke arah Hong Yan.
Saat itu seluruh tubuhnya berada di udara, momen terbaik untuk menyerang.
Tapi yang tak kusangka, postur tubuh Hong Yan ternyata bisa menghindar dengan lincah di udara. Ia memutar pinggangnya, memanfaatkan gaya putar tubuh untuk menghindar dengan mudah dari serangan Pedang Pemotong Kegelapan.
Persis saat aku ingin mengendalikan kembali pedang itu untuk menghunjamkan dari belakang ke punggung Hong Yan, kulihat kedua tangannya dengan cepat membentuk mudra yang sangat aneh. Mudra ini sama sekali bukan mudra Tao, melainkan seperti mudra Buddhis!
"Bǐ wén fó hào, xīnshén sǒng rán, jíshí bì hù, piāo duò xiù wài..." Seiring Hong Yan terus melantunkan mantra Buddhis dari mulutnya, kulihat jelas lapisan cahaya kuning muda menyelimuti tubuhnya. Saat itu ia sudah mendekatiku, mengayunkan telapak tangan ke arah wajahku dengan memanfaatkan gaya jatuh.
Aku tetap berdiri di tempat, sama sekali tak berniat menghindar. Langsung kukumpulkan energi Yang dalam tubuhku, bertekad untuk berhadap-hadapan langsung dengan Hong Yan. Meski dalam posisi lemah, keyakinanku pada Jurus Lóng Hŭ Qī Shè Yìn tetap tak tergoyahkan.
Cahaya merah dan kuning berpendar lebih menyilau saat telapak tangan kami bertabrakan. "Dorr!!" Dentuman berat menggema. Seketika tangan kananku merasakan gaya dorong balik yang dahsyat, melemparkan seluruh tubuhku ke belakang.
Tiba-tiba aku kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke lantai. Begitu berusaha berdiri, darah terasa menyembur ke kepala dengan pusing yang luar biasa. Kakiku terseret mundur beberapa langkah hingga nyaris terjatuh kembali.
Aku menggelengkan kepala, berusaha berdiri mantap sambil mengangkat kepala memandang ke arah Hong Yan. Sebelumnya, tak pernah terbayang bahwa wanita ini tidak hanya menguasai ilmu Tao, bahkan mahir dalam teknik Buddha. Tampaknya kemampuan wanita ini jauh melampaui tebakanku. Di balik dirinya, mungkin masih tersimpan banyak rahasia yang tak kuketahui.
Saat ini Hong Yan sedang berdiri di seberang memandangku dengan dingin. Di balik sorot matanya yang kini menatapku, terpancar ejekan dan penghinaan. Tatapan itu persis seperti memandangi seorang pengemis...
"Hmph! Sampah tetaplah sampah. Meski po kedelapanmu kembali ke tubuh, Zuo Shisan... kau tetap saja sampah," ujar Hong Yan sambil menatapku.
“Sebuah rasa terhina dan perasaan gagal yang belum pernah kurasakan sebelumnya merembes dari dasar hatiku seperti tinta hitam yang menetes ke air jernih, dalam sekejap mengotori seluruh tubuhku, membuatku gemetar dari ujung kepala hingga kaki.”
“Sampah, sudahlah, jangan terus meronta-ronta sebelum mati. Kuberi kau kesempatan menyerah, atau bisa juga kuberi akhir yang cepat. Ini menguntungkan kita berdua, setidaknya kau akan mati dengan nyaman.” Hong Yan mengangkat bibir merahnya sambil tersenyum kepadaku.
“Kamu boleh menertawakanku, juga boleh memakiku, tapi sama sekali tidak akan membuatku menyerah.” Kataku sambil bergerak cepat menerjang Hong Yan. Saat menyerang, aku juga mengontrol Pedang Pemotong Kegelapan yang melayang di belakangnya dengan kesadaran. Rencanaku adalah menarik perhatian Hong Yan ke arahku, lalu mencari kesempatan untuk melukainya dengan pedang itu.
Sebelum sempat mendekati Hong Yan, kulihat dia mengeluarkan lentera tembaga dari tubuhnya. Dengan kibasan tangan kirinya, nyala hijau menyala tiba-tiba di atas lentera itu.
Meski merasa lentera itu seram, aku sudah tak punya pilihan selain memaksakan diri. Saat mendekati Hong Yan, kuhantamkan telapak tangan ke titik vital di dadanya. Sambil itu, kusiapkan Pedang Pemotong Kegelapan di belakangnya untuk menghunjam begitu ada kesempatan.
Meski aku terus menyerang, Hong Yan sama sekali tidak menghiraukan. Seolah seranganku tak layak diperhatikan. Matanya hanya terpaku pada lentera tembaga kuning berapi hijau di tangannya.
Dia benar-benar mengabaikan seranganku!
Perasaan diremehkan ini melukai harga diriku. Dengan jeritan keras, tangan kananku menghantam titik vital di dada Hong Yan.
"Braak!" Dentuman berat terdengar. Sensasi lembut di tangan kananku meyakinkanku bahwa yang kukenai adalah Hong Yan asli, bukan 'pengganti'-nya.
Hanya saja yang membuatku terkejut adalah Hong Yan yang terkena pukulan gaya keenam Lóng Hŭ Qī Shè Yìn di titik vital dadanya sama sekali tidak terluka. Dengan senyum mengejek, ia menatapku sambil berkata: "Lihat? Inilah perbedaan antara kita berdua. Dengan tingkat kultivasimu sekarang, bahkan jika aku diam tak bergerak, kau tak bisa melukaiku sedikitpun." Sambil berbicara, Hong Yan menghembuskan napas halus yang memadamkan lentera tembaga di tangannya.
Pasti ada yang aneh dengan lentera tembaga itu! Tampaknya serangan telapak tanganku tadi yang seharusnya mengenai Hong Yan, dihalau oleh lentera tersebut.
Cepat-cepat kutarik kembali tangan kananku dari titik vital dada Hong Yan, lalu mengayunkan telapak tangan untuk menyerangnya lagi.
Tiba-tiba penglihatanku gelap. Seluruh tubuhku terlempar jauh akibat tendangan Hong Yan.
Sebelum sempat mendarat, segera kukendalikan Pedang Pemotong Kegelapan yang tersembunyi di belakang Hong Yan dengan kesadaranku, menusuk tajam ke arah punggungnya.
Merasakan ancaman pedang dari belakang, Hong Yan dengan gesit menggeser tubuh untuk menghindar.
Di saat yang sama, tubuhku jatuh menghantam tanah. Aku terduduk di atas batu besar yang nyaris membuat pantatku pecah berantakan.
Menahan rasa sakit, kukatupkan gigi dan bangkit berdiri. Kulihat Hong Yan telah memindahkan Pedang Pemotong Kegelapan dari tubuhnya. Kucari tempat persembunyian baru untuk senjata itu sambil menunggu kesempatan berikutnya untuk menyerang.
"Hehehe... Zuo Shisan, kau pikir pedang pemotong kegelapan yang baru saja terbebas dari segel ini bisa mengalahkanku? Memang Pedang Pemotong Kegelapan sangat kuat, tapi dengan tingkat kultivasimu sekarang, kau takkan bisa melukaiku dengannya. Karena kau tak mau menyerah sampai melihat peti mati, aku tak akan berbaik hati lagi!!" Hong Yan berubah menjadi bayangan merah samar, langsung menerjang ke hadapanku.
Aku segera menghadang, tapi terlambat sesaat. Tubuhku terasa ringan, rahang bawahku nyeri menusuk, seluruh tubuhku kembali terlempar ke belakang.
Terjatuh di tanah, kepalaku sudah mulai berkunang-kunang. Aku berusaha bangkit, tapi tiba-tiba tulang iga bawahku nyeri hebat. Hong Yan yang sudah mengejar kembali menendangku hingga terlempar.
Tubuhku baru berhenti setelah menabrak batang pohon. Terbaring di tanah, organ dalamku terasa bergejolak. Aku tak bisa menahan batuk.
Hong Yan sudah mengejarku lagi. Kakinya menginjak kepalaku, bertanya dengan nada dingin: "Zuo Shisan, sekarang aku sudah tak tertarik dengan metode latihan 'Energi Zhen Wuji'. Segera keluarkan kitab 《Xuan Huang Di Jing》 yang kau bawa! Aku akan memberimu akhir yang cepat!!"
