Setelah kegembiraan, datanglah ketenangan. Jika Rushuang memang tidak mati, seharusnya dia sudah mencariku. Memikirkan hal ini, kukatakan pada Taotie dalam giok: "Taotie, lebih baik kau jangan bercanda seperti ini. Jantungku tidak kuat menerima stimulasi."
Taotie mendengus: "Tidak percaya? Sudah sana pergi! Aku malas bicara panjang lebar dengan anak ini. Nanti kau akan tahu sendiri. Ngomong-ngomong Shisan, inti energi yang kuminta kau ambil dulu itu tidak hilang kan?"
Setelah mendengar ucapannya, aku langsung teringat inti energi hitam yang dulu kudapat dari tubuh makhluk kepala manusia berekor kalajengking itu. Segera kukeluarkan tas ransel dan mulai mengobrak-abrik isinya.
"Ngomong-ngomong, makhluk kepala manusia berekor kalajengking itu sebenarnya apa sih? Kenapa punya kepala manusia dan badan kalajengking?" tanyaku sambil terus mencari inti energi tersebut kepada Taotie.
"Sudah mati kok masih mau tahu banyak? Beberapa hal justru lebih baik tidak diketahui." Jawab Taotie dengan ambigu.
Setelah kupikir-pikir, perkataan Taotie memang benar. Yang mati sudah tak relevan lagi. Entah itu Hong Yan yang selalu membisikkan hasutan di kepalaku atau makhluk kepala manusia berekor kalajengking itu - semuanya sudah tak berarti karena mereka semua tewas.
Setelah menemukan inti energi hitam itu di tas ransel, kutatap benda itu sambil bertanya ke Taotie: "Taotie, sebenarnya untuk apa inti energi ini? Kok kamu sangat memperhatikannya?"
"Ini bisa mengembalikan hantu yin-ku ke dunia yang. Asal kau berikan inti ini ke harimau atau singa jantan, aku bisa menempel di tubuh mereka dan bebas dari batasan giok kuno ini. Jadi, Shisan, tolong lanjutkan bantuanmu ini." Jelas Taotie.
"Oh begitu rupanya." Kutatap inti energi hitam di tanganku dengan takjung. Tak kusangka benda ini punya kemampuan ajaib seperti itu.
"Tapi Taotie, kita harus bicara dulu di depan. Aku memang ingin membantumu, tapi mencari harimau atau singa itu permintaan yang terlalu tinggi. Kita tak punya kemampuan dan izin memelihara hewan liar. Bagaimana kalau... kamu ganti hewan lain untuk ditumpangi?" kataku pada Taotie.
"Harimau dan singa tidak bisa? Kalau begitu carikan beruang atau macan tutul biar aku menempel di tubuh mereka!" kata Taotie.
Aku menggelengkan kepala:
"Sepertinya itu juga tidak mungkin."
"Lalu kamu mau mencarikan apa untukku?" Taotie mulai tidak sabar.
"Anjing liar, kucing jalanan, babi betina, tikus, monyet, kelinci, ayam-bebek-angsa, kambing-sapi-babi, semua bisa. Pilihanmu masih banyak," jawabku.
"Zuo Shisan, dasar nenekmu! Aku ini dewa purba berusia sepuluh ribu tahun, kamu berani mencarikan hewan kelas bawah untuk kutumpangi?! Kalau saja aku bisa keluar dari giok ini, pasti kucabik-cabik tubuhmu hidup-hidup!" Suara Taotie di giok itu bergemuruh.
"Lalu kamu mau menumpangi hewan apa?" tanyaku pasrah.
Taotie terdiam. Di saat yang sama, suara gonggongan "Huzi kecil" bergema dari halaman.
Mendengar suara itu, tiba-tiba aku mendapat ide. "Taotie, aku tahu! Aku akan carikan hewan yang gagah perkasa untukmu. Pasti beraura!"
"Hewan apa?" tanya Taotie dari dalam giok sambil mengernyit.
"Husky!" jawabku.
“Apa ini? Ha apa qi?” Taotie terlihat semakin bingung mendengar nama "Husky", sepertinya makhluk ini memang belum pernah mendengar tentang Husky. Ini memudahkan rencanaku.
“Dia disebut Husky, predator paling ganas dan berkarakter di antara spesies canidae yang ada sekarang. Bukan aku sombong, satu Husky dewasa pasti bisa mengalahkan singa jantan!” Aku membual pada Taotie.
“Beneran? Seekor anjing biasa bisa sehebat itu?!” Taotie setengah percaya.
“Pasti! Besok aku akan ke pasar hewan pilihkan Husky gagah untukmu. Kau tinggal menempel di tubuhnya saja,” kataku.
“Baiklah. Tapi Shisan, kuperingatkan - kalau kau berani membohongiku, akan kugigit sampai mati!” Taotie mengancam.
Aku segera pura-pura ketakutan:
“Jangan Taotie! Gigi tajam Husky itu bisa dengan mudah menggigit pahaku sampai putus.”
“Baik! Aku istirahat dulu. Besok pilihlah Husky besar dan kuat untuk kucoba tempeli.” Suara Taotie menghilang dari giok kuno.
Bayangkan Taotie menempel di tubuh "Kaisar Ekspresi" Husky, aku saja sudah ingin tertawa.
……
Kukembalikan inti energi hitam itu ke tas ransel dengan hati-hati. Sendirian duduk di kasur kayu, kupandangi jendela dalam hening.
Saat itu, langit sudah mulai gelap. Suara "Xiao Huzi" sesekali terdengar dari halaman. Di sini, aku sendiri, pikiran seolah kembali ke pertama kali datang ke Kuil Qingzhu...
Aku takkan pernah lupa pertemuan pertama dengan Shifu Qingfeng. Waktu berlalu, di Kuil Qingzhu yang kini sunyi ini, aku semakin merindukan Master Qingfeng yang terlihat "tidak bisa diandalkan", juga An Rushuang yang selalu diam-diam menemani dan melindungiku. Aku juga teringat Kakek-Nenek yang telah pergi, serta Leizi yang tumbuh besar bersamaku sejak kecil...
Mereka semua telah pergi, tinggal aku sendiri di sini. Tiba-tiba di detik ini, aku merasa sangat sepi, seakan dibuang oleh seluruh dunia. Seolah yang benar-benar mati bukan mereka, tapi diriku.
Tanpa cinta, kemana pun pergi hanyalah makam.
Aku takkan pernah melupakan tahun sembilan tahun itu, saat bertemu Rushuang. Saat itulah aku percaya pada sesuatu yang disebut cinta. Kini dia tiada, tinggalku sendiri dengan kenangan.
Kupikir di hari-hari mendatang, aku harus belajar menerima realita, belajar menjadi kuat, belajar hidup sendiri dalam kesepian, belajar bagaimana merindukannya. Rushuang tak pernah benar-benar pergi, setidaknya dia akan terus menemaniku di hati sepanjang hidupku.
Semakin kupikir, dadaku semakin sesak. Perasaan ini tak tertahankan. Aku turun dari kasur, ingin berjalan-jalan di halaman.
Keluar dari halaman, aku melirik ke arah kamar tidur tempat Master Qingfeng pernah tinggal. Hidungku mulai terasa pedih. Mulai saat ini, suara shifuku tak akan pernah lagi terdengar.
Secara refleks, aku berjalan memasuki rumah Master Qingfeng.
Memandangi komputernya, kupikir nanti ketika ada waktu, aku harus mencoba main game online "Yingxiong Lian Meng" yang sering dia mainkan.
Saat mendekati meja Master Qingfeng, dengan penasaran kubuka laci. Di dalamnya, kudapati setumpuk slip transfer bank.
Kuambil slip-transfer itu dan perhatikan baik-baik. Semuanya adalah catatan transfer Master Qingfeng ke berbagai sekolah harapan dan lembaga amal. Memandangi tumpukan slip di tangan, tiba-tiba aku mengerti mengapa dia begitu mencintai harta - uang itu bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk mereka yang membutuhkan pendidikan dan pertolongan.
Selama ini aku salah paham padanya. Air mataku tak tertahan lagi, menetes deras membasahi slip putih itu. Semua uang ini... dibayar Master Qingfeng dengan nyawanya sendiri...
"Kreeek!" Tiba-tiba kudengar suara dari luar. Segera kuletakkan slip-transfer dan berlari ke halaman. Kulihat sosok hitam melompat ke atas tembok.
"Huzi" juga waspada memandangi bayangan di atas tembok, mengaum keras untuk memperingatkanku tentang tamu tak diundang.
Dengan bantuan cahaya bulan, kuperhatikan baik-baik - ternyata yang datang adalah Qiu Shasha.
“Qiu Shasha, kenapa kamu datang ke sini?” Aku bertanya pada Qiu Shasha yang baru saja melompat dari atas tembok.
“Aku mencari kamu.” Qiu Shasha berkata dengan dingin, sambil menggenggam kuas kaligrafi putih di tangannya.
Sepertinya aku tahu alasan Qiu Shasha mencariku.
“Sou~!” Suara gesekan udara terdengar. Qiu Shasha menusukkan kuasnya ke arah dadaku.
Aku menghindar dengan memiringkan badan. Kuas putih itu melesat masuk melalui jendela kayu dan menancap di dinding rumah.
“Zuo Shisan, setelah kau mati mulai hari ini, kita takkan bertemu lagi!” Setelah berkata demikian, Qiu Shasha berbalik badan dan menghilang di balik tembok dalam sekejap.
Saat ia berbalik, kulihat jelas jejak air mata yang berkilau mengalir dari kedua matanya.
Tentu saja dia mencariku untuk membalas dendam ibunya. Tak peduli seberapa jahat ibunya dulu, tetaplah darah dagingnya. Aku yang membunuh Hong Yan adalah pembunuh ibunya - fakta yang tak bisa diubah.
Sejak aku membunuh ibu kandung Qiu Shasha, semua hubungan antara kami telah berakhir selamanya.
"Qiu Shasha, dengan tulus kuberikan restu agar segala hal baik menyertaimu." Aku berbisik sambil menatap punggungnya yang semakin menjauh.
