Perasaan macam apa ini?
Angin kering menerpa wajah, bau debu pasir tercium. Meski tak melihat warna darah, Bai Shuo tahu perasaan itu telah kembali.
"Setelah mulai beradaptasi dengan kekejaman dan pertumpahan darah di dunia pertamanya, tiba-tiba ia kembali ke ruang dewa utama yang tak bisa dipahami, menghadapi berbagai hal yang belum pernah didengarnya. Untuk pertama kalinya, perasaan kebingungan muncul dalam dirinya."
"Setelah berjuang melepaskan diri dari pertarungan dan darah, dalam sepuluh hari ini ia merasakan ketidaknyamanan yang belum pernah dialami sebelumnya."
"Tidak bisa beradaptasi."
"Tidak bisa beradaptasi dengan kehidupan asing ini, tidak bisa menyesuaikan diri dengan jeda singkat di antara pembantaian. Meskipun jeda ini terlihat damai, aman, dan indah."
"Semuanya tak bisa disesuaikan, tak bisa diakui, juga tak bisa tenggelam di dalamnya."
"Tak ada cara membuat dirinya menjadi orang bebal yang 'hidup untuk hari ini'. Dalam hatinya masih ada hitungan mundur berdarah, angka yang terus berkurang tanpa henti selama sepuluh hari."
"Meskipun sistem yang kompleks, proyek penukaran yang berantakan, dan pembelajaran data intensif membuatnya tak jatuh dalam kekosongan, selalu ada sesuatu dalam hatinya yang mengingatkan: Ini hanya istirahat sementara, pertarungan belum berakhir. Yang menanti di depan hanyalah darah dan pembunuhan."
"Dia paham, dia merindukan - merindukan pertarungan hidup-mati itu, merindukan perjalanan tanpa akhir."
"Tanpa disadari, ia mulai menyukai kehidupan penuh krisis ini."
"'Sungguh... luar biasa...'"
※※※
"Bai Shuo perlahan melangkah keluar dari celah sempit pintu yang terbuka, kedua tangan tersembunyi di dalam lengan, berjalan maju perlahan ke kejauhan."
Di belakangnya, di dalam benteng, prajurit Serban Kuning yang menggenggam erat pedang dan golok memandangi tanah yang sebentar lagi akan ternoda darah segar.
Serangan resmi belum dimulai, tapi provokasi musuh sudah sampai di depan pintu gerbang.
Jenderal bernama Wang Hu memegang tombak besi, tertawa mengejek di atas kuda, menyapu ujung tombaknya ke wajah-wajah penuh ketakutan dan amarah di menara panah, lalu tertawa terbahak-bahak.
Provokasi selama tiga hari telah menghabiskan kemarahan dan semangat awal pasukan Serban Kuning ini. Menghadapi musuh yang menantang, mereka hanya bisa bersembunyi di dalam benteng tanpa bisa berbuat apa-apa. Aura tidak mengenakkan mulai menyebar di antara para prajurit.
Tak diragukan lagi, ini adalah perang yang sama sekali tidak diharapkan oleh pasukan Serban Kuning. Pertempuran panjang yang telah memasuki momen terakhir ini akan segera berakhir.
Api hebat Serban Kuning yang pernah membakar seluruh wilayah Dinasti Han kini hampir padam. Benih-benih terakhir pun akan lenyap sepenuhnya di bawah tekanan pasukan penumpas.
Itulah sebabnya muram, putus asa, dan tak punya harapan. Semua orang telah kehilangan keinginan untuk terus bertarung.
Wang Hu tertawa terbahak-bahak, mengendarai kudanya berputar-putar di depan benteng, mengayun-ayunkan tombak besinya dengan congkak, dan berteriak ke dalam benteng: "Pemberontak benar-benar tak berkutik! Bahkan keberanian untuk bertarung pun sudah hilang?"
Dadanya mengembang besar saat mengeluarkan teriakan yang tak bisa dihalangi oleh tembok tinggi: "Siapa yang berani bertarung tiga ratus ronde denganku!"
“Apakah kalian berani bertarung di depan dua pasukan?”
Keheningan yang sudah familiar kembali terjadi. Wang Hu tersenyum sinis sambil membalikkan kudanya. "Cukup untuk hari ini," pikirnya. Masih ada waktu sebelum pasukan besar maju.
“Teruslah bersembunyi seperti kura-kura... sekumpulan ayam kampung dan anjing tanah liat...”
“Betapa bersemangat...” Suara asing terdengar dari belakang formasi pasukan Wang Hu.
Ia perlahan menghentikan langkah kudanya dan berbalik arah. Dari atas kuda, ia memandang sosok yang mendekat. Jejak kaki seperti terukir di Bumi membentang dari markas Pasukan Sorban Kuning, bersumber dari bawah kaki orang asing itu.
Pria asing berpakaian aneh itu awalnya membuatnya tertegun. Tapi saat melihat wajahnya, Wang Hu tak bisa menahan tawa.
“Haha! Orang buta!” Wang Hu berusaha menahan diri tapi gagal. “Apa Pasukan Sorban Kuning sudah kehabisan orang? Mengirim orang buta... orang buta ke medan perang...”
Bai Shuo berhenti melangkah. Dari kejauhan ia memiringkan kepala sambil tersenyum tipis: “Kau Wang Hu...”
“Puuut...” Wang Hu kembali tertawa terbahak-bahak sambil memegang perutnya di atas kuda: “Bodoh... masih juga bodoh...”
Ekspresi Bai Shuo tetap sama. Ejekan seperti ini sudah biasa, tapi bukan berarti tidak membangkitkan amarahnya.
“Ejekan yang sudah lama tidak terdengar...” Bai Shuo berkata serius: “Sepertinya kau memang Wang Hu.”
“Haha… Benar, akulah…” Wang Hu menahan tawa: “Kau datang untuk menyerah? Atau menghantar nyawa?”
“Sayangnya, aku datang untuk membunuhmu.” Bai Shuo menggelengkan kepala, mengeluarkan tangan yang tersembunyi dalam lengan: “Terima kasih telah meringankan beban psikologisku...”
Perban putih yang menyebar dari pergelangan tangan terus menancap ke dalam lipatan lengan, perlahan terungkap seiring pengangkatan telapak tangan.
“Hei, si buta, kau cari mati ya...”
Senyum di wajah Wang Hu menghilang, perlahan ia mengangkat tombak besi berat di tangannya: “Aku akan memakukanmu ke tanah, membuatmu mati dengan mengenaskan...”
“Ini... namanya omong kosong ya?” Bai Shuo mengangkat tangan berperban, menggaruk wajahnya; “Pertama kali melihatnya...”
Meski tak memahami ucapan lawan, Wang Hu bisa merasakan nada meremehkan di dalamnya.
Saat kuda perang berbalik perlahan, Wang Hu memicingkan mata, mengarahkan tombak besi beratnya ke tubuh Bai Shuo, senyum dingin merekah. Ritme manusia dan kuda perlahan menyatu, aura pembunuhan berdarah mulai menyebar.
Meskipun dalam catatan sejarah resmi tidak pernah memiliki reputasi gemilang, dan dalam permainan hanyalah NPC yang tak dikenal, namun di dunia ini, ia jelas telah meraih prestasi signifikan di medan perang. Status sebagai jenderal diraih dengan menumpuk mayat musuh yang tak terhitung jumlahnya. Bukan seperti mereka yang sejak lahir telah menduduki posisi Jenderal Kavaleri tanpa kemampuan, melainkan menginjak-injak mayat musuh untuk mencapai posisinya saat ini. Kemampuannya sama sekali tak boleh diremehkan.
Bersamaan dengan rengekan panjang kuda perang, serangan berat dimulai dalam teriakan keras.
Kuku kuda yang menderu di tanah kuning menerbangkan debu beterbangan, hembusan angin menyebar ke segala penjuru. Kuda perang perkasa membawa tombak besi penuh niat membunuh yang menubruk Bai Shuo. Amarah yang tersulut oleh penghinaan musuh membuat kekuatan Wang Hu meledak mencapai puncak baru. Tombak besi mengiris udara, mengeluarkan suara nyaring yang halus. Serangan penuh persiapan ini telah sepenuhnya melampaui ambang tingkat tiga bintang.
Bahkan figur kecil yang tak tercatat dalam sejarah resmi pun memiliki martabat dan kekuatan yang tak boleh diabaikan. Kemarahan Wang Hu membuat gerakan tombak besi semakin gesit dan dahsyat.
Ujung tombak yang terkonsentrasi kekuatan besar ini mampu dengan mudah menusuk batu sekeras baja, apalagi tubuh manusia di hadapannya.
“Musuh akhirnya telah tiba di depan mata, senyum di wajah Wang Hu semakin liar. Ia ingin melihat Bai Shuo panik, sayangnya sang tunanetra tak bisa melihat tatapan ketakutannya. Mayat Bai Shuo akan digunakan untuk meluapkan amarahnya, membuat para pemberontak pengecut itu paham konsekuensi melawan Pria Kekar!
Bagai gerakan panik, Bai Shuo mengangkat telapak tangannya menyambut ujung tombak yang dingin. Dibandingkan dengan serbuan Wang Hu yang seperti batu raksasa menggilas, ini bagaikan belalang mencoba menghentikan roda kereta.
"Jin Gang..." Persis saat tombak panjang akan menusuk tubuhnya, suara parau keluar dari tenggorokan Bai Shuo.
Duri amarah dari kuda perang akhirnya menyentuh tubuh Bai Shuo. Dentuman keras bagaikan logam berbentuhan menyebar, angin dari serbuan itu menggulung debu dan menyebar ke segala penjuru.
Wajah Bai Shuo merekah senyum mengerikan, penglihatan anehnya mengunci Wang Hu yang tak percaya di depannya.
Dalam dentuman itu, tombak besi berat nan dingin dicengkeram erat oleh telapak tangan daging. Tombak yang mampu menembus batu pun terhalang, terjepit mati di genggaman tangan itu, lalu mengeluarkan suara menusuk telinga yang tak sanggup menahan beban.
Krak!
Pada seketika itu, tombak panjang di bawah telapak tangan Bai Shuo dan daya dorong yang hebat merintih, melengkung, akhirnya patah total!
