Dia menyangga bahu Bai Shuo untuk mengangkatnya, melambaikan tangan: "Istirahatlah dulu. Selamat malam."
"Dahi..." Sun Wukong refleks menengadah melihat langit, tapi hanya kegelapan. Dia terkekeh sinis: "Selamat malam."
"Selamat malam." Ottolia mengangguk pada Chen Jingmo, berdiri di bawah bola cahaya sambil berpikir.
Liang Gongzheng meneteskan air liur, bingung memandang sekeliling: "Liu Xue, Liu Xue, di mana kau? Tahukah kau..."
Setelah pintu kamar Chen Jingmo tertutup, Sun Wukong duduk bersila di bawah bola cahaya. Tiba-tiba dia tersenyum dan mengulurkan tangan: "Dewa utama, bisakah menciptakan manusia?"
“Fungsi penciptaan manusia belum diaktifkan, apakah akan melakukan penukaran terkait?”
Suara dingin menghancurkan khayalannya, Sun Wukong bertanya kesal: “Tukar?”
Persis saat ucapannya berakhir, muncul daftar panjang di hadapannya. Berbagai item tersusun berdasarkan harga dan tingkatan bintang, membuat matanya berkunang-kunang.
“Wah, satu Imouto Misaka butuh 3.000 poin plus kartu d? Mahal amat!”
“Kategori penukaran: Pengikut, klon Misaka Mikoto, Kesesuaian bawaan penuh, risiko genetik dihilangkan, Skill awal: lv2, Defek listrik, dapat ditingkatkan, akhirnya mampu mengendalikan sepenuhnya gaya dasar alam semesta - magnetisme...”
“Cukup cukup, aku paham.” Ia terus menggulir daftar sambil bergumam: “Lho, bisa menukar Heroic Spirit juga... Waduh, ada Saya, selera yang aneh... Gila, Hiyori juga ada, Tripitaka versi sempurna... Buat apa ini semua?”
Setelah lama bergumam, pria paruh baya Sun Wukong beralih ke daftar senjata, termasuk berbagai senjata teknologi yang paling ia kuasai.
Dua jam dihabiskannya untuk melihat-lihat kurang dari seperseratus senjata canggih, puas memanjakan mata. Tapi melihat poinnya yang menyedihkan, ia hanya bisa menelan ludah.
“Dompet tipis nih...” Sun Wukong geleng-geleng kepala. Tanpa berdiskusi dengan Chen Jingmo, ia memilih penukaran yang paling penting baginya saat ini.
Hongtashan kemasan keras tak terbatas produksi Dewa Utama, dilengkapi korek api zippo edisi terbatas, harga 1 poin hadiah.
Kemudian dengan tegas kembali ke kamar tidur.
Pengalaman dua hari ini terlalu mistis, membuatnya perlu mencerna dengan baik.
Setelah Chen Jingmo pergi, Ottolia hanya berkonsultasi tentang data dasar lalu mencari kamar sembarangan untuk istirahat.
Sebelum pergi dengan sangat antusias, dengan tipu muslihat melemparkan Liang Gongzheng ke kamar mana pun, masa harus tidur di lantai?
Ruang kosong kembali sunyi, entah berapa lama, senyum puas Liang Gongzheng yang berpenampilan kumal muncul diam-diam dari kamar seperti kabur dari pengawasan dokter.
Dengan kesadaran kacau, setelah cosplay selebritas Tiongkok dan luar negeri, dia mulai mencari wanita bernama Liu Xue lagi, akhirnya tertarik pada bola cahaya besar yang melayang di tengah hampa.
Mengeces, dia tertawa bodoh sambil menekan sembarangan daftar penukaran.
……
Malam yang panjang 'satu malam' pun berlalu begitu saja.
※※※
Saat Bai Shuo bangun, yang pertama terlihat adalah uap tebal, seperti sauna sempit yang kebanyakan air hingga penglihatan tertutup kabut putih.
Tubuhnya terendam dalam tong besar, air hangat setinggi leher bergoyang perlahan mengikuti gerakannya, menimbulkan suara gemericik.
Dia mengerutkan kening, melambaikan tangan, tapi pandangan tetap tertutup kabut putih.
Seperti tiba-tiba teringat sesuatu, Bai Shuo menarik kembali telapak tangannya, lalu mendorongnya kembali perlahan seolah menggerakkan sesuatu yang tak terlihat. Gerakan jari dan telapak tangannya menciptakan aliran udara lembut, namun aliran ramping itu—dengan dukungan kekuatan tertentu—berubah menjadi angin yang menderu.
Gerakan lambat itu justru memicu desiran angin dahsyat. Kabut putih akhirnya terkoyak membuka celah lebar, memperlihatkan perabotan di sekitarnya yang dipenuhi tetesan air.
Dan seorang gadis yang tertidur pulas di tempat tidur tak jauh dari sana.
Terbungkus selimut yang sudah basah oleh kabut air, Chen Jingmo masih terlelap. Seolah menyadari hembusan angin tiba-tiba itu, alisnya berkedut. Dia mengusap mata dan bangkit dari tempat tidur, lalu melihat Bai Shuo yang berdiri dari bak air.
"Kau bangun... puuut..."
Sorot mata penuh kelegaan terpancar. Saat hendak berbicara, pandangannya tiba-tiba mengembara ke bagian tubuh Bai Shuo yang berbeda dengannya. Saat ini, tubuh Bai Shuo sama sekali tak tertutup, terbuka sepenuhnya...
Seketika wajahnya memerah hampir batuk. Memalingkan kepala, dia melemparkan pakaian yang sudah disiapkan.
"Setidaknya kau pakai baju dulu, oke?"
Akhirnya menyadari kondisinya, Bai Shuo membersihkan kerongkongannya. Dengan kecepatan yang sulit terlihat oleh mata manusia, dia mengenakan pakaian itu, lalu bertanya santai: "Apa yang terjadi setelah aku pingsan?"
Chen Jingmo melihat Bai Shuo yang terlihat seperti tidak terjadi apa-apa, tak bisa menahan diri menggigit gigi.
Setelah akhirnya perasaannya sedikit tenang, Chen Jingmo menghabiskan belasan menit untuk menjelaskan kejadian setelah Bai Shuo koma. Di tengah penjelasan, Bai Shuo bahkan bertanya mengapa dirinya dilempar ke dalam tong air...
Menyinggung hal ini, Chen Jingmo memandang rambutnya yang seperti terbakar dengan wajah terzalimi, ingin menangis namun tak keluar air mata.
Sebenarnya, setelah berusaha keras menggotong Bai Shuo ke kamar, Chen Jingmo sudah berada di ambang kelelahan mental. Lelah mendalam yang berasal dari jiwa membuatnya ingin langsung memeluk bantal dan tertidur pulas.
Setelah asal melempar Bai Shuo ke tempat tidur, ia terlelap setengah sadar di atas kasur, hampir seketika langsung tertidur.
Hasilnya, di tengah malam ia bermimpi sedang memanggang diri di perapian musim panas, kepanasan tak tertahankan. Saat mencium bau gosong, ia terbangun dan baru mendeteksi suhu tubuh Bai Shuo yang menjadi seperti besi panas, membakar rambutnya hingga hangus, terlalu panas untuk disentuh. Tanpa cara lain, setelah menghubungi dewa utama, hanya diberitahu ini reaksi fisiologis normal.
Saat itu Chen Jingmo hampir tak bisa menahan diri untuk mengambil senjata dan menghancurkan dewa utama. Selain elemen api, ia benar-benar belum pernah mendengar makhluk dengan suhu tubuh yang bisa menggoreng telur.
Membiarkannya begitu saja juga bukan solusi. Chen Jingmo terpaksa membuat tong besi besar di dalam kamar, mengisinya dengan air es.
"Hanya dua jam kemudian, air dingin telah berubah menjadi air mendidih, lalu mengubah seluruh kamar menjadi ruang sauna."
Sampai di sini, Chen Jingmo memandang kamar yang telah diatur dengan teliti sambil ingin menangis tanpa air mata.
Saat Bai Shuo koma, dia rela mengorbankan semua poin hadiah demi membangunkannya. Tapi setelah Bai Shuo sadar, dia mulai menyesali barang-barang kecil yang susah payah dikumpulkannya.
Wanita memang makhluk yang sangat aneh, tapi tiba-tiba Bai Shuo merasa ini justru daya tariknya.
"Buat kamar mandi, lalu tutup pintu kaca agar uap tidak keluar." Bai Shuo mengangkat bahu.
"Benar juga... Uh..." Chen Jingmo memeluk selimutnya yang sudah jenuh uap sambil bersuara kesakitan: "Aku tak terpikir..."
"Tak apa." Bai Shuo menggenggam bahu Chen Jingmo menghibur: "Kebodohan alami itu juga salah satu daya tarikmu."
"Kau sendiri yang bodoh alami!" Chen Jingmo menyambar bantalnya, menekannya ke wajah Bai Shuo: "Tertawa lagi! Tertawa lagi!... Aku suruh kau tertawa!"
Setelah diejek Bai Shuo, Chen Jingmo yang meledak sepenuhnya membantingnya ke tempat tidur basah, terus-menerus memukul dengan bantal sambil mengeluarkan suara tak jelas.
Hingga akhirnya, suara kemarahan itu menyembunyikan tangisan kecil yang pecah menjadi isakan tersendat.
Kecemasan dan ketakutan yang terpendam lama akhirnya meluap menjadi air mata yang jatuh dari sudut mata.
Chen Jingmo melemparkan bantal, menggenggam Bai Shuo, terus-menerus memukulinya dengan terputus-putus: "Memutus sambungan panjang gelombang jiwa tanpa sepatah kata! Tidak mau merepotkan orang lain, apakah kau merasa sangat senang melakukan ini! Kau memang hebat! Sangat heroik!..."
"Aku sangat mengkhawatirkanmu! Kau tahu tidak?!"
Suara tersedak itu akhirnya meninggi, berubah menjadi jeritan pelampiasan.
Seperti kehilangan seluruh tenaga, Chen Jingmo merebah di dada Bai Shuo, menangis seperti anak kecil: "Aku sangat mengkhawatirkanmu... Jangan seperti ini, setidaknya jangan tinggalkan aku... Bahkan mati bersama pun tak apa..."
Bai Shuo dengan cemas menggantungkan kedua tangannya di tengah hampa, merasakan tubuh ramping dalam pelukannya gemetar tak menentu, perlahan menghela napas lalu memeluk Chen Jingmo erat, menepuk-nepuk punggungnya sambil bersenandung dengan nada sumbang yang aneh.
Itu adalah lagu pengantar tidur yang dulu dinyanyikan ibunya di ranjang saat dirinya menangis di masa kecil.
Mendengar suara Chen Jingmo yang berubah dari gelisah menjadi mengantuk, Bai Shuo tersenyum, memikul semua keluhan dan kesakitan Chen Jingmo ke bahunya sendiri.
Berat di belakang punggung, tampaknya bertambah banyak lagi.
Tapi beban yang selalu dirindukan ini, ingin rasanya ditambah lagi.
