Di atas tengkorak Naga Hitam tiba-tiba menyala dua gumpalan cahaya merah, dalam kegelapan, bagai tercelup darah - itu adalah sepasang pupil yang dipenuhi kegilaan dan kebencian. Tekanan spiritual naga yang tak terkendali menyebar, menyelubunginya sepenuhnya.
Secara kasat mata, tubuh Li Jing mulai gemetar ringan. Di bawah tekanan mengerikan ini, otot-ototnya sudah mulai bergetar di luar kendali.
"Lagi-lagi... anak durhaka itu lagi..." giginya menggeretak sementara tangannya mencengkeram gagang pedang di pinggang, "Sudah kuduga, dia monster. Tak kusangka malapetaka yang ditimbulkannya bahkan sudah mencelakakan rakyat Chentangguan... Benar, benar tak boleh dibiarkan hidup..."
Dalam sekejap, Li Jing telah membuat penilaian 'paling benar': mengorbankan putranya yang jahat dan menyimpang itu. Seorang putra tak berarti dibandingkan nyawa rakyat Chentangguan, atau lebih tepatnya, dibandingkan segel komandan garnisun Chentangguan.
"Oh? Sungguh menarik..." Naga Hitam memicingkan mata. Ketegasan dan kekejaman manusia di hadapannya membuatnya terkejut, sekaligus memperdalam rasa remeh dalam hatinya. Klan naga yang sulit bereproduksi lebih dari siapapun memahami nilai berharga keturunan darah, juga pentingnya keluarga - demi melestarikan warisan klan, mereka rela tunduk pada Kerajaan Surgawi, menjadi budak yang ditindas, menanggung tatapan meremehkan para makhluk surgawi.
Tapi manusia, terlalu rumit. Begitu rumit sampai menggelikan, begitu menggelikan sampai membuatnya mual.
“Begitu mudahnya, kau meninggalkan putramu sendiri?” Sang Raja Naga yang juga seorang ayah tiba-tiba merasa terhina.
“Li Jing? Kau... cukup berani.” Naga Hitam tersenyum dingin, tak lagi menghiraukannya: “Sudah seperempat jam berlalu, di mana si bajingan kecil itu?”
“Nezha dia...” Ekspresi wajah Li Jing berubah rumit, tenggorokannya kering saat hendak berbicara, namun tiba-tiba terpotong oleh semburan api yang muncul mendadak.
Dari pusat gravitasi Kota Chentang yang gelap gulita, tiba-tiba melesat semburan api keemasan. Selendang merah membara meliuk-liuk di udara, menerjang puncak tembok kota dengan dahsyat, dalam sekejap membentuk penghalang antara naga raksasa dan Li Jing.
“Monster jahat! Jangan sentuh ayahku!” Remaja penuh amarah itu akhirnya lolos, tangan kanannya menggenggam Vajra Emas yang membuat Naga Hitam ciut, berdiri tegak melindungi ayahnya sambil melotot ke arah naga hitam.
“Berani-beraninya datang sendiri, kebetulan kulitmu juga akan kukuliti.” Si remaja yang murka hendak menerjang, namun tiba-tiba lengannya ditarik kuat oleh pria di belakangnya.
“Ayah...” Nezha menoleh bingung, namun yang menyambutnya adalah tamparan tak terduga yang memutuskan kata berikutnya di mulutnya.
Prak!
Gema suara tamparan keras bergema di atas tembok. Bekas merah membara terpampang di pipi Nezha, membuatnya terpaku tak percaya.
“Anak durhaka！”Bibir Li Jing gemetar, wajahnya dipenuhi amarah: “Kau masih ingin menciptakan bencana lebih besar? Anak tidak berbakti!”
“Aku tidak...” Nezha berusaha membela diri, namun yang menyusul tetap tamparan yang terasa lambat bagaikan abadi.
Prak!
Dua tamparan berturut-turut membuat kabut air ketidakadilan muncul di mata Nezha. Andai musuh tidak ada di sampingnya, mungkin ia sudah menangis dengan rapuh.
Meski kuat, ia tetaplah seorang anak, lebih rapuh dari siapa pun.
“Ayah...” desahnya tercekat.
“Masih berani membantah! Bersujud!” Li Jing berteriak kencang, merampas selendang merah dan gelang emas dari tangan putranya, memandangi anaknya dengan mata berapi.
Naga Hitam dari awal hingga akhir menyaksikan adegan konyol ini dengan tatapan mengejek, kepuasan balas dendam di hatinya semakin membara.
Di atap sebuah penginapan kota, gadis rambut emas tak kuasa menggenggam pedangnya, berteriak histeris: “Keterlaluan! Itu kan anak sendiri!”
“Benar, sungguh menjijikkan,” Chen Jingmo mengangkat teropongnya mengamati puncak tembok kota, sementara telapak tangan satunya mencengkeram pergelangan tangan Ottolia, mencegah gadis pemarah itu maju bunuh diri.
Chen Jingmo jauh lebih tenang darinya: "Jangan terburu nafsu, sebagai Wakil Kapten, aku tidak bisa membiarkanmu melakukan pengorbanan sia-sia. Seekor naga biasa pun cukup untuk membunuh kita dengan mudah."
Ottolia menggigit bibirnya, berkata dengan ketidakrelaan: "Tapi apakah kita hanya diam melihat? Anak itu... dia..."
Hatinya dipenuhi penyesalan. Dia takut, karena dialah yang membuatnya percaya pada orangtua, hingga menyebabkan tragedi di Chengguan dalam plot.
Andai saja dulu dia tidak mengatakan apapun; Membiarkan anak itu mati karena perkataannya, itu akan menghantuinya seumur hidup.
"Belum saatnya untuk turun tangan, dan kita pun tidak punya kesempatan," Chen Jingmo menggeleng penuh penyesalan: "Maaf, tapi kita hanya bisa menjadi penonton."
Ottolia terdiam, menundukkan kepala: "Aku mengerti."
Chen Jingmo menghela napas pasrah, tetap mengangkat teropong sambil mengobservasi detail pemandangan di puncak tembok kota.
Menghadapi perintah ayahnya, tanpa sedikit pun dorongan untuk melawan, Nezha perlahan merebahkan diri ke tanah. Kepalan tangannya mengeras. Setelah mencapai puncak perasaan terzalimi, akhirnya tetap tidak memilih untuk memberontak.
Li Jing melemparkan kain merah dan gelang emas di tangannya ke samping. Saat Nezha terjatuh ke tanah, wajah penuh rasa takutnya menyungging senyum merayu: "Dewa agung, putra hamba sudah menyesal, bisakah..."
“Tidak bisa.” Naga Hitam membuka matanya, memandang dingin ke serangga di bawah: “Sudah kukatakan, dia harus mati hari ini...”
“Meski anak durhaka ini bandel, tapi dosanya belum sampai...” Li Jing mengumpulkan sisa keberaniannya, namun di bawah tatapan dingin itu, keberanian rapuhnya menghilang.
Tiba-tiba muncul ide brilian di hati Naga Hitam. Dengan senyum dingin, jarinya menggerakkan kekuatan tak kasat mata yang tiba-tiba menyedot pedang dari pinggang Li Jing. Pedang panjang yang tajam berputar di udara mengeluarkan desisan dingin, akhirnya menancap di tembok kota di depan Li Jing.
“Pedang yang bagus.” Naga Hitam menatap bilah tajam itu: “Sangat tajam.”
“Jika Dewa menyukainya, silahkan diterima.” Li Jing mengangkat pedang itu, merangkak dua langkah ke depan menyerahkan dengan kedua tangan.
“Tidak, simpanlah sendiri.” Naga Hitam yang melingkar di ombak setinggi sepuluh ribu zhang tersenyum dingin: “Li Jing, kau tidak ingin Chen Tang Guan hancur berantakan, bukan?”
“Ya, ya.” Li Jing mengangguk dengan wajah kebingungan.
“Kalau begitu ambil pedang itu, tebas kepala si anak haram itu dan tunjukkan padaku.” Naga Hitam mengeluarkan kata-kata jahat dengan senyum dingin: “Sudah dua keit (≈15 menit), tinggal satu keit lagi. Tiga ratus ribu rakyat Chen Tang Guan tergantung di genggamanmu, jangan ragu-ragu!”
Brak! Pedang di tangan Li Jing jatuh ke tanah. Matanya memancarkan permohonan, tapi tak tahu harus berkata apa.
“Klan Naga, dengarkan baik-baik!” Naga Hitam tiba-tiba mengaum keras: “Dalam satu kejapan, jika Nezha tidak mati, Chen Tang Guan akan ditenggelamkan!”
Klan Naga yang bersembunyi di langit dan samudera bersahutan mengaum, berteriak: “Tenggelamkan Chen Tang Guan! Tenggelamkan Chen Tang Guan!”
Li Jing bangkit gemetar-gemetar dari tanah, meraih pedang di tanah. Tangannya bergetar, beberapa kali gagal mencengkeram, hampir melukai tangannya sendiri.
Cukup dengan membunuh putranya sendiri, dia bisa melindungi warisan leluhur generasi ke generasi, menyelamatkan tiga ratus ribu rakyat; Hanya satu nyawa yang perlu diambil, dan orang-orang akan memujinya karena mengutamakan keadilan, menjadi pilar negara...
Nezha mengangkat kepala, memandang Li Jing yang bangkit berdiri dengan tatapan penuh ketakutan. Matanya dipenuhi permohonan dan keputusasaan.
“Ayah... jangan...” Dia berlutut di tanah, menatap lelaki yang pernah mendekapnya sambil tertawa bahagia itu, menggenggam ujung celana ayahnya, berdesahan: “Jangan percaya mereka, aku bisa melindungimu, aku bisa melindungi Chen Tang Guan...”
“Nezha...” Li Jing menggenggam pedang, perlahan mengulurkan tangan untuk membelai kepala putranya. Ekspresi wajahnya rumit, menyiratkan sesuatu yang membuat Nezha putus asa: “Jangan membenciku, demi Chen Tang...”
“Ayah!” Teriakan putus asa Nezha memotong ucapannya. Remaja yang berlutut itu tak pernah merasakan ketakutan dan keputusasaan sedahsyat ini, akhirnya tak kuasa menahan tangis: “Apa Ayah benar-benar akan membunuhku?!”
Bagi dia, apa lagi yang lebih membuat putus asa daripada ayah yang selalu dia kagumi dan hormati justru ingin membunuhnya? Meskipun memiliki kekuatan fisik yang luar biasa, Nezha menangis lebih menderita daripada anak mana pun, merengek-rengek pada ayahnya.
Siapapun yang mungkin membunuhnya, dia tidak akan takut. Tapi mengapa orang itu harus Li Jing?
Siapa pun boleh, kecuali Ayah!
Gerakan Li Jing terhenti sejenak, matanya berjuang melawan perasaan, mengarahkan pedangnya ke anaknya sendiri: "Jika ingin membenci, bencilah aku. Benci aku yang membawamu ke dunia ini..."
Akhirnya kehilangan semua harapan, Nezha menundukkan kepala dengan putus asa: "Anak mengerti... Ayah benar-benar ingin membunuhku..."
Kepalan tangannya tiba-tatah mengeras, membuat Li Jing tak sengaja mundur selangkah, memandangi putranya dengan tatapan ketakutan.
Nezha perlahan meraih gagang pedang di tangan Li Jing, dengan mudah merebutnya. Li Jing limbung mundur, menunjuk anaknya yang kini memegang pedang, bibirnya bergetar tanpa suara.
Nezha menatap tajam mata pedang yang memantulkan mata kosong dan putus asanya: "Sejak kecil aku hanya membuat masalah, membuat Ayah marah, menjadi Monster yang dibenci, mendatangkan malapetaka ke Chen Tang Guan... Sebenarnya, aku hanya ingin melihat Ayah tersenyum padaku..."
“Jika aku mati, Ayah akan lebih bahagia dan bisa melindungi Benteng Chentang, biarlah aku yang melakukannya sendiri.”
Kehilangan harapan untuk bertahan hidup, Nezha tiba-tiba memutar gagang pedang, mengarahkan mata pedang yang tajam ke lehernya sendiri. Ia menatap ayahnya untuk terakhir kali, tersenyum getir lalu menunduk sambil berucap:
“Hanya ini satu-satunya hal yang bisa kulakukan.”
Bilah pedang menyambar seketika, dengan desiran angin yang tajam dan tekad untuk menghancurkan diri sendiri, berubah menjadi kilatan cahaya yang menyambar leher remaja tersebut.
Darah segar pun menyembur deras.
Sebuah telapak tangan tiba-tiba menghalangi bilah pedang, mencengkeramnya erat-erat meski daging dan tulang hampir terbelah. Darah menyembur, mengotori wajah Nezha yang berada dalam jarak sangat dekat.
