"Hmm, iya, ada yang ingin kukatakan..." Bai Shuo tertegun, tiba-tiba menatap langit: "Apa ya? Aku lupa."
Sebuah tangan yang terasa sedikit dingin memutar dagunya kembali, Chen Jingmo menatapnya dengan amarah: "Kalau begitu pikirkan baik-baik, lalu setelah kembali ceritakan padaku dengan detail, selain itu..."
"Hmm?" Bai Shuo terlihat bingung.
Chen Jingmo menunjukkan senyuman aura hitam: "Jangan selingkuh, kalau tidak kau akan mati dengan mengenaskan."
Entah mengapa, Bai Shuo tiba-tiba menggigil, dia tertawa kaku: "Kau terlalu banyak berpikir."
Bai Shuo menepuk tangan dingin Chen Jingmo di wajahnya, menarik telapak tangannya ke bawah: "Jangan berpikir macam-macam, aku sudah bilang akan melindungimu."
Bai Shuo menunjukkan senyuman yang membuat Chen Jingmo agak malu, mundur dua langkah: "Sampai jumpa di Ruang Dewa Utama."
"Ya, sampai jumpa." Chen Jingmo menunduk, berkata dengan suara samar.
Hingga lama kemudian, Ottolia memecahkan keheningan, menahan senyum berkata: "Itu... Kapten sudah pergi, Wakil Kapten tidak perlu mempertahankan postur itu."
“……”
※※※
Liang Gongzheng terbangun dari koma, lalu melihat seorang pria tua tak dikenal. Meski tak tahu kenapa, secara insting dia menggigil, merasa wajah lawan bicaranya terasa familiar.
Insting pedagang yang sudah terukir dalam pembuluh darahnya membuatnya melontarkan kalimat tak terduga: "Wah, Bapak, dari perusahaan mana?"
……
"Tampaknya gangguan jiwanya belum sembuh." Duke Yuan bangkit dari situasi canggung, berkata pada Ma Liang di sampingnya: "Ditambah kehilangan jiwa, perlu istirahat total."
“Guru tidak perlu khawatir, meskipun Kak Liang kadang bicaranya kacau, tapi…” Ma Liang berpikir lama lalu berkata dengan serius: “Saat ini masih tergolong normal.”
Duke Yuan tertegun sejenak, menatap ekspresi bingung Liang Gongzheng, lalu berkata penuh makna: “Seperti peribahasa kehilangan kuda tapi mendapat berkah, siapa tahu itu bukan keberuntungan.”
Ma Liang terkejut dan bertanya: “Apa maksudnya? Apakah kondisi Kak Liang saat ini menyimpan rahasia tersembunyi?”
Duke Yuan mengerutkan kening: “Tak tahu siapa yang berani mencabut separuh jiwanya untuk menempa senjata tak kasat mata. Konsepnya sangat cerdik, tekniknya pun luar biasa.”
“Meski tidak bisa disebut merugikannya, tapi penyakitnya… sepertinya sudah tak tersembuhkan.” Duke Yuan tampak tidak menyukai perbuatan ini, ekspresi wajahnya tidak terlalu bagus: “Apakah ini berkah atau malapetaka, sulit dipastikan.”
Sebagai mantan dewa yang pernah menghabiskan waktu panjang di istana langit, dia paham beberapa cara makhluk surgawi. Tapi selalu tidak suka dengan sikap sebagian dewa yang main-main dengan dunia fana, tidak mempedulikan nyawa orang biasa.
Liang Gongzheng yang tak paham mendengarkan lama, menggosok kotoran mata dan bangun dari tempat tidur sambil menguap. Dengan mata masih mengantuk dia bertanya ke Duke Yuan: “Paman ini dokter baru? Kelihatannya pakar senior. Biayanya berapa?”
Ma Liang canggung menyikutnya: “Kak Liang, ini orang baik yang menampung kita. Beliau baru saja menerimaku sebagai murid, jangan bicara sembarangan.”
“Oh.” Liang Gongzheng dengan cukup tidak sopan menguap lalu berkata: “Terima kasih, Paman.”
Menghadapi orang yang omongannya ngawur dan logikanya kacau balau seperti orang dari Benua Barat Sapi ini, Yuan Gong pun tidak bisa marah. Lagipula dia memang tidak pernah mempermasalahkan hal-hal sepele, dan sebagai seorang dewa yang turun ke dunia, tidak pantas bertengkar dengan orang gila.
“Aku mau pipis.” Liang Gongzheng tiba-tiba mengacungkan tangan: “Di mana letak jamban?”
Ma Liang khawatir Yuan Gong akan terus marah, lalu berbisik padanya: “Keluar pintu, belok kiri.”
“Oh, kalau begitu aku pergi dulu.” Liang Gongzheng mengusap mata mengantuknya, lalu berjalan limbung keluar pintu.
Sementara di dalam ruangan, Ma Liang dengan penuh hormat menyodorkan setumpuk kertas berisi tulisan kepada Yuan Gong, seraya berkata: “Guru, murid mendapat pencerahan dari ajaran Guru kemarin, mohon bimbingan Guru.”
Beberapa hari terakhir ini, sambil menunggu Liang Gongzheng yang memang membosankan, Ma Liang yang terbiasa jongkok di bawah pohon melukis akhirnya terdeteksi oleh Yuan Gong. Menyadari keanehan Ma Liang, Yuan Gong tidak panik. Ia hanya mengangguk pelan sambil melihat lukisannya: “Lukisannya bagus, tapi tidak diberi kaligrafi?”
Kehidupan di pegunungan terlihat menyenangkan, tapi sebenarnya sehari-hari cukup membosankan. Setelah beratus tahun menjalani hidup sepi, seseorang pasti akan mencari cara untuk mengisi waktu.
Ketika tahu Ma Liang buta huruf, sang tua misterius itu setiap hari menyisihkan waktu khusus untuk mengajarinya membaca. Meski orang tua ini bukanlah sarjana besar yang menguasai ilmu klasik dan modern, namun soal pengetahuan, dia jauh melebihi para pelajar duniawi.
“Bagaimanapun juga, seberapa terpuruknya dirinya, dia pernah menjabat sebagai kepala di perpustakaan Istana Langit—berbagai aliran filsafat dan kitab-kitab suci para bijak sudah dihafalnya luar dalam. Saat mengajari Ma Liang menulis, berbagai prinsip yang tampak rumit bisa diucapkannya dengan mudah. Lambat laun, Ma Liang hampir bisa dianggap sebagai muridnya.”
“Hanya saja, dia tidak pernah memberitahu Ma Liang tentang kisahnya mencuri kitab langit karena tidak tahan melihat kekacauan di dunia manusia. Ma Liang yang penurut juga tidak pernah bertanya hal-hal yang tabu, apalagi mendekati gua batu di gunung belakang yang ditetapkan sebagai daerah terlarang.”
“Ma Liang benar-benar anak yang baik.”
“Sayangnya, Liang Gongzheng tidak demikian. Terutama saat dia tersesat berbelok-belok dan menemukan sebuah gua yang tampak menarik, dorongan untuk masuk pun tak terelakkan.”
“Ck, toilet ini benar-benar gelap.”
“Liang Gongzheng meraba dinding batu sambil bergerak perlahan, akhirnya dengan putus asa mengambil pena tak kasat mata dan menggambar lilin aneh berwarna hitam-merah yang menyala dengan darah.”
“Di bawah cahaya menyeramkan itu, ribuan karakter yang mengandung teknik dao dan kebenaran semesta menusuk masuk ke penglihatannya.”
“Makna filosofis yang terkandung dalam karakter-karakter itu berubah menjadi banjir tak terbendung yang mampu menghancurkan dan menenggelamkan jiwa Liang Gongzheng, menerjang masuk ke dalam pikirannya.”
“Dalam kegelapan itu, nyala lilin di tangan Liang Gongzheng berkedip-kedip sebentar sebelum akhirnya padam.”
“Sebuah jeritan melengking keluar dari mulut Liang Gongzheng, bergema di dalam lubang, dan akhirnya melesat ke langit.”
“Sial.” Duke Yuan terdiam sejenak saat mendengarnya: “Dia bisa melihatnya?”
※※※
Bai Shuo mengangkat kepalanya dan melihat debu kuning yang menyelimuti langit, naik dari tempat tak dikenal, terhempas angin, terbang hingga setinggi ini.
Ia menarik napas dalam, kedua tangan memanjat dinding batu, terus bergerak naik. Titik merah kecil di jam tangan yang mewakili dirinya perlahan menyatu dengan tujuan saat ia maju.
Namun yang terlihat di matanya masih hanya permukaan dinding batu yang bergerigi.
Apa yang harus dikatakan?
“Kakek minum Gaizhong Gai, naik-turun gunung setiap hari tidak capek?” Bai Shuo menghela napas pasrah, terus mendaki.
Memindahkan rumah ke lereng gunung, naik-turun gunung setiap hari, di usia senja seperti itu, apa tidak masalah?
Ia hanya bisa berkata: Kondisi fisik sang kakek benar-benar luar biasa.
Karena keterbatasan waktu, ia memilih memanjat langsung dinding batu alih-alih memutar ke sisi lain gunung mencari jalan setapak, mengejar tugas alur cerita kunci dalam misi ini – satu-satunya manusia dalam "Legenda Hulu".
Sang Kakek yang menanam Tujuh Saudara Hulu dari tanah.
Memori Bai Shuo tentang alur tugas kali ini agak kabur, namun garis besar prosesnya masih ia ingat.
Trenggiling menembus segel Dewa Gunung, sehingga siluman ular dan kalajengking melarikan diri dari gunung dengan sekarung siluman kecil. Trenggiling membawa kembali tali labu peninggalan Dewa Gunung, Kakek menanam tujuh kakak beradik labu. Namun tak sengaja ditangkap siluman, tujuh kakak beradik labu lahir satu per satu, lalu berjuang sambung-menyambung untuk menyelamatkan Kakek.
"Benar-benar sambung-menyambung." Sun Wukong menggeleng sambil menghela napas: "Namanya juga anak-anak, main dungeon binatang iblis saja perlu tank, healer, dan DPS. Kok tidak tahu pentingnya kerja tim?"
Sedangkan alat yang paling diperhatikan Tim Harapan dalam misi ini adalah tali labu yang bisa menumbuhkan kakak beradik labu itu.
Lebih luar biasa dari kacang Jack.
Soalnya kacang Jack cuma bertunas semalam lalu tumbuh sampai langit, mana bisa menyaingi keajaiban tali labu?
Tanam saja, siram air, beberapa hari kemudian akan tumbuh tujuh labu berisi kehidupan. Makhluk yang keluar darinya minimal punya kekuatan setara puncak tingkat tiga bintang.
Entah dari mana Dewa Gunung dapat benda ajaib ini. Sebelum berangkat, Sun Wukong berpesan berulang kali ke Bai Shuo: Kalau ada kesempatan, potong sedikit untuk ditanam di Ruang Dewa Utama. Siapa tahu bisa tumbuh sepupu Transformers dari Vajra Labu!
Meski kecil kemungkinannya orang Cybertron bisa menumbuhkan siluman untuk bermain. (Di sini aku tiba-tiba menyadari, sebenarnya Hulu Xiongdi sangat mirip dengan Ork Hijau... Sayang mereka tidak bisa berteriak waggggh!...)
Bai Shuo menggelengkan kepala, memadamkan dorongan acak di pikirannya yang tidak terkait dengan misi. Yang terpenting sekarang adalah menemukan Kakek terlebih dahulu, lalu menentukan sejauh mana plot cerita telah berjalan?
Jika bisa ditemukan di rumah, berarti plot belum dimulai. Jika di rumah hanya terlihat tujuh bunga di sulur labu, berarti plot baru saja dimulai. Jika sulur labu itu sudah gundul, maka situasinya akan sulit - plot minimal telah memasuki tahap akhir.
Ini metode paling langsung yang bisa dipikirkan Bai Shuo, meskipun dia memiliki perasaan bahwa dewa utama akan berbuat jahat.
Telapak tangan akhirnya menyentuh permukaan tebing yang berubah. Bai Shuo bergumam rendah, lalu memanjat ke atas. Di balik dinding batu dan hutan, terlihat atap kayu.
Tujuh jam digunakan untuk perjalanan. Untuk memastikan lokasi rumah Kakek, Bai Shuo menghabiskan tiga jam tambahan.
Sepuluh jam cukup untuk banyak hal terjadi. Bai Shuo hanya bisa bergumamkan doa bahwa plot belum mencapai puncak kesulitan.
Ketika menerima tugas, kubu default telah otomatis bergabung dengan pihak Hulu Xiongdi. Untuk memastikan tingkat kesulitan misi ini, sekuat apa BOSS yang akan dimunculkan dewa utama di pihak Siluman Ular?
Bagaimanapun, dalam plot aslinya, jika ketujuh Huluwa bisa membentuk tim untuk menyerbu gua ular, bisa dikatakan sama sekali tidak ada kesulitan. Begitu dirinya ikut campur, mungkin dewa utama tidak akan sesederhana yang dia perkirakan.
Realitas kejam memberitahu Bai Shuo bahwa semuanya tidak secantik yang direncanakan, sebaliknya justru sangat buruk.
