Seperti menonton drama yang sangat menarik, anak itu bersorak: "Lipan, katak, buaya, semuanya mati. Paman juga hampir mati."
"Oh?" Menghadapi kabar kematian kakak iparnya, adik perempuan di antara ular-ular siluman hanya terkejut sebentar: "Kali ini datang orang macam apa? Bos, berani kau pergi?"
Sosok bayangan hitam yang memimpin melangkah keluar dari kegelapan, wajah tampannya memancarkan warna hijau kebiruan-keunguan, senyum garang merekah di sudut bibirnya: "Apa yang tidak berani? Lihat aku akan mencabik dia dan si jelek itu, persembahkan untuk Ibu."
Di bawah sinar redup samar-samar itu, jubah merahnya berkobar seperti api namun aura jahatnya bagaikan iblis, hiasan labu kecil di kepalanya merah pekat seperti darah.
"Ini..." Bibir tua misterius itu terbuka lebar dalam ketidakpercayaan.
Bagaimana mungkin...
Mengabaikan suara ketidakpercayaan sang tua, sosok bayangan hitam kedua berkata pada rekan di belakangnya: "Adik ketiga, ikut Kakak pergi."
“Ada apa?” Dari kegelapan muncul seorang anak yang penampilannya persis seperti remaja berjubah Merah, hanya saja ia mengenakan jubah kuning. Kesamaan terletak pada aura jahat yang sama persis. Ia mengerutkan alisnya: “Meremehkanku?”
Siluman ular berwujud gadis melirik dengan tatapan mengejek ke arah kakak di sampingnya, bersandar di kursi batu dengan suara malas: “Lao San jangan terburu-buru. Ibu akan senang jika suatu hari kau bisa secerdas Lao Er.”
Lao San mendengus dingin, tak lagi bicara. Ia berbalik menuju pintu, mengikuti langkah kakak yang seolah terlahir dari rahim yang sama.
Dalam kegelapan, setetes air hitam kotor kembali jatuh dari stalaktit akibat guncangan, menetes ke tanaman labu gelap. Terlihat jelas sebuah labu membesar sedikit, janin iblis terkontaminasi itu rakus menyedot segala nutrisi, membuat sifat aslinya yang belum terbentuk semakin garang.
Gua kembali tenggelam dalam keheningan, hanya diselingi desahan halus dari siluman ular di tempat tertinggi.
※※※
“Aku mengenalmu.” Bai Shuo menginjak-injak raga hancur berdarah-daging di bawah kakinya, memandang dari atas wajah buruk rupa itu: “Sayangnya kau tak mengenaliku.”
Pada tubuh cacat yang sama sekali tidak seperti manusia itu terdapat lubang besar, daging dan darah beterbangan di tanah sekitarnya, nanah kental serta darah kuning berbau busuk menyembur keluar — ekor kalajengking beracun itu telah dicabut paksa dari tubuh dengan kekuatan dahsyat, masih meneteskan racun yang berbau busuk.
Makhluk di bawah kaki Bai Shuo mengeluarkan suara terdistorsi seperti kawat besi menggesek kaca, berjuang keras melepaskan diri.
Bai Shuo tentu mengenalnya, dalam cerita "Calabash Brothers", siluman kalajengking yang menjadi suami siluman ular ini, dari segi Kekuatan Tempur hingga tingkat kecerdasan, sama sekali bukan tandingan istrinya — benar-benar siluman pecundang.
Hanya saja Bai Shuo tidak menyangka wujud aslinya jauh lebih buruk dari ingatannya, apakah standar estetika siluman semuanya begitu aneh?
"Sayang, cuma tampangnya yang menyeramkan." Bai Shuo melemparkan duri beracun di tangannya, tiba-tiba terdengar suara berat dari bawah kakinya.
Telapak kakinya menghancurkan tengkorak mengeris yang menjadi alas antara kakinya dengan Bumi, maka dalam gemuruh suara berat, terdengar suara khidmat dan kosong dari dewa utama:
"Membunuh Siluman Kalajengking mendapat 1500 poin hadiah."
Tidak disangka membunuh pemimpin level rendah seperti ini sudah tidak memberikan poin hadiah sebanyak dulu, rupanya untuk mendapatkan lebih banyak poin hadiah dan kartu alur cerita harus menantang musuh yang lebih kuat.
Hanya saja Bai Shuo tidak menyangka, karakter yang hidup begitu lama dalam alur cerita asli ternyata begitu rapuh.
Bai Shuo melangkahi mayat yang tidak utuh itu, lalu meraih trenggiling yang masih gemetar menutupi kedua cakarnya sambil merangkak di tanah.
Di sampingnya, siluman buaya, katak, dan lipan sudah terpenggal kepalanya. Yang paling mengenaskan adalah buaya yang menjadi sasaran pertama serangan 'Tebasan Ombak' bilah udara vakum, hampir terkoyak menjadi dua bagian.
Di sekitar mereka, puluhan kelelawar dan tikus siluman yang membawa pisau dan pistol terlihat ragu-ragu dalam ketakutan, tidak berani mendekat.
"Baik, jalan sudah ditunjukkan," kata Bai Shuo sambil mengangkat trenggiling itu, "Kalau takut, sembunyilah dulu di samping, keluar lagi setelah semuanya selesai."
Bai Shuo dengan santai menyelipkan setengah botol obat penyembuhan luka luar dan infeksi darah beku ke cakarnya: "Simpan ini, obati dirimu sendiri agar lukamu tidak semakin parah atau meradang."
Membungkuk untuk menaruh trenggiling yang masih trauma itu di tanah, Bai Shuo hendak menyuruhnya bersembunyi ketika tiba-tiba tubuhnya menjadi kaku.
Perlahan ia berbalik, ekspresi membeku menatap dua remaja yang keluar dari lubang, akhirnya kemarahan dan kekecewaan di hatinya meluap menjadi sebuah umpatan:
"Wocao!"
Dua remaja telanjang kaki yang mirip wajahnya, mengenakan pakaian warna berbeda, menginjak genangan darah di tanah sambil keluar dari lubang. Mereka memandangnya dengan tatapan meremehkan.
Dalam senyuman samar-samar itu, terbelit aura iblis yang tertanam dalam.
Dilengkapi dua hiasan berbentuk labu di kepala yang warnanya berbeda namun siluet yang sama, sangat indah dan eksotis.
Bai Shuo harus menghadapi kenyataan, meski sekeras apapun ia menolak mengakuinya.
Lebih buruk dari kondisi dalam cerita asli di mana hanya satu labu yang terkorupsi, benih labu yang dicabut iblis sejak akarnya telah tercemar Qi kotor. Buah yang dihasilkan tentu bukan makhluk baik, bisa dibilang janin iblis yang lahir dari sarang kejahatan tertinggi.
Si berjubah Merah dan kuning, Bos dan Lao San dari Tujuh Saudara Labu, merupakan kombinasi satu-satunya yang mampu menyaingi Bai Shuo dalam pertarungan frontal.
Bos, kekuatan tak terbatas, daya tahan luar biasa, dan bisa berubah menjadi raksasa.
Lao San, kepala tembaga dan lengan besi, tubuh sekuat baja, kebal senjata tajam.
Dan tampaknya Bai Shuo harus menghadapi tujuh bersaudara yang sepenuhnya terkorupsi. Seperti mendengar kritik Sun Wukong di Ruang Dewa Utama, kini mereka belajar kerja sama tim. Tingkat kerumitan benar-benar naik secara geometris.
Yang terpenting, ada tulisan yang tercantum dalam misi.
Sebagai tokoh kunci dalam plot, Tujuh Bersaudara Hulu tidak boleh mati. Kematian satu orang akan mengurangi 2000 poin.
Artinya, jika Bai Shuo tidak menahan diri dan menyerbu masuk dari sini, meski berhasil, semua poin hadiahnya akan habis terpotong.
Rintangan sejati yang dibuat oleh dewa utama baru sekarang memperlihatkan wujud aslinya, dan Bai Shuo benar-benar kehabisan akal.
Bai Shuo tiba-tiba menunduk lesu sambil menghela napas: "Lihatlah kekacauan yang kalian ciptakan ini."
Di antara kekagetan dan kegelisahan, "kalian" yang ia sebut tak jelas merujuk pada siluman, trenggiling, dewa utama, atau dirinya sendiri.
"Siapa duluan?" Bos berjubah Merah yang bertelanjang kaki berhenti di mulut gua, menyilangkan tangan di dada sambil berkata pada adiknya.
Remaja berjubah kuning melirik sekilas siluet Bai Shuo, lalu menunduk dengan ekspresi meremehkan: "Terserah."
"Oh..."
Saat jawaban itu keluar, remaja berjubah Merah yang semula berdiri di mulut gua tiba-tiba menghilang. Seketika terdengar desisan batu raksasa jatuh dari langit. Tubuh anak-anak itu tiba-tiba berubah menjadi raksasa yang cukup besar untuk menginjak Bai Shuo hingga hancur, menerjang dengan seluruh badan. Gerakannya membuat gunung berguncang, Bumi bergemuruh, membawa aura dahsyat yang sanggup menginjak habis semua penghalang. Telapak kaki telanjangnya bagai giok putih jatuh dari langit, membawa jejak darah, menghantam keras.
“Dalam badai yang hampir membuat tercekik, Bai Shuo mengangkat kepala memandang bayangan besar yang menyelubunginya, alisnya berkerut sedikit, namun tatapannya menunjukkan kepasrahan dan ketegasan setelah memilih.”
“Tampaknya, aku diremehkan, ya.”
“Sebenarnya, Bai Shuo bukan tidak punya cara. Saat tidak ada metode, yang tersisa hanya satu solusi - inilah cara terakhir ketika semua jalan buntu.”
“Kedengarannya rumit, tapi sebenarnya sederhana jika dipahami.”
“Untuk menyelesaikan tugas, mereka adalah musuh. Pertarungan sudah dimulai, tak perlu lagi memikirkan hal-hal rumit. Soal poin hadiah... Loa Zi tidak mau lagi!”
“Dalam bayangan yang menyelimuti seluruh tubuhnya, suara menusuk yang menembus penghalang terdengar: “Boom!””
“Memetik Bunga!”
“Di bawah tekanan bagai Gunung Tai dan angin ganas, jari-jari Bai Shuo menguncup. Di wajah garang penuh niat membunuh, tersungging senyum damai. Lima jarinya yang longgar terkunci, seolah memetik kelopak tak kasat mata. Kekuatan menusuk batu dan logam tidak keluar dari tangan, tapi menyatu dengan cahaya dalam tubuhnya. Seketika, cahaya menyembur dari pori-pori, membentuk lingkaran tak kasat mata di udara.”
“Salah satu bentuk barrier roda raksasa, Jalan Manusia, sementara tak bisa digunakan. Tapi bukan berarti Bai Shuo hanya bisa bertarung fisik tanpa metode lain.”
Dalam sekejap mata, niat membunuh ganas yang digerakkan oleh belas kasih masuk dan menyatu ke dalam 'roda raksasa'. Makna Pukulan Penghancuran Total yang pernah mengatasi dan bangkit kembali muncul bersama aliran cahaya dalam siluet barrier. Lingkaran tak kasat mata berubah bentuk di bawah kehendak Bai Shuo, berubah menjadi kekuatan dahsyat yang menjulang dari Bumi, menampakkan wujud nyata di udara.
Itu adalah raksasa cahaya dengan barrier sebagai tubuhnya, wajah samar-samar, dan sosok yang tidak jelas!
Tulisan suci yang terus berputar membentuk tubuhnya yang samar. Jiwa dan kehendak Bai Shuo sepenuhnya menyatu dengan raksasa yang berada di antara ilusi dan kenyataan ini.
Raksasa cahaya setinggi belasan meter masih terlihat lebih kecil dibandingkan iblis raksasa yang diubah dari remaja berjubah Merah, namun semangat ganasnya justru berbalik menekan aura lawan.
Raksasa cahaya yang samar-samar itu mengangkat lengannya menghadapi telapak kaki raksasa yang menghujam. Lima jarinya mencubit lembut, di ujung jarinya tiba-tiba bersinar kelopak bunga indah yang terbentuk dari cahaya menyilaukan.
Saat cahaya dan kegelapan bertabrakan dan menyatu, semua orang mengalami kebutaan sesaat. Kemudian, guncangan dahsyat terasa dari Bumi di bawah kaki. Retakan besar melebar dengan cepat. Lembaran batu yang awalnya rata retak-retak seinci-seinci. Gelombang Qi yang terbentuk seketika menerbangkan lapisan demi lapisan puing dan debu.
Dalam sekejap pertarungan ini, cahaya samar yang membentuk tubuh Raksasa Cahaya meredup sebentar. Sementara itu, iblis penopang langit yang berubah dari remaja berjubah merah terpental ke langit oleh kekuatan guncangan balik yang dahsyat.
Tubuh raksasa itu menutupi sinar matahari, bayangan besar tiba-tiba menyelubungi kepala semua orang. Rintihan samar terdengar saat raksasa berjubah merah yang terpental itu menyusut cepat, akhirnya kembali ke wujud remaja yang mendarat di tanah, alisnya kembali berkerut.
Di kaki kanannya yang seputih giok, bercak kebiruan mengerikan muncul dengan cepat. Kulit di telapak kakinya pecah, darah kental merembes keluar dari luka.
