Pada saat yang sama, tak terhitung energi menyebar bersama cahaya. Sun Wukong merasakan dirinya tiba-tiba terperangkap dalam arus kacau dasar laut, seketika dikepung oleh kekuatan tarikan yang tak berujung. Meski setiap kekuatan itu halus tak terlihat, kombinasi arus kacau dengan arah berbeda yang tak beraturan ini membuatnya mulai kehilangan keseimbangan dalam pusaran kompleks tersebut.
Bagi seorang pesilat, tidak ada yang lebih menakutkan daripada kehilangan keseimbangan.
Menggigit gigi, kepalan tangannya melesat disertai kilatan cahaya yang menyilaukan bak puluhan sinar matahari terkonsentrasi di tinjunya, menusuk tajam ke mata Bai Shuo.
Sehebat apapun pesilat, perubahan intensitas cahaya yang tiba-tiba pasti akan membuat penglihatannya hilang sejenak meski mampu beradaptasi.
Seketika, cahaya menusuk itu menerobos pupil mata Bai Shuo. Pupil matanya bergetar lalu menyala dengan cahaya merah keemasan bagai hantu pemburu nyawa. Pada detik itu juga, pandangannya menggelap sejenak.
Rencana Sun Wukong berhasil.
Segera menyusul, pukulan bola voli dengan seluruh kekuatan terakhirnya!
Sun Wukong pernah menganggap nama ini tidak enak didengar, namun setelah puluhan kali dikalahkan oleh Tien Shinhan menggunakan jurus ini, ia mulai menyingkirkan sikap meremehkannya dan mengerahkan energi mental besar-besaran untuk menguasai aliran tinju ini. Pada akhirnya, ini justru menjadi teknik bela diri terkuatnya di aliran Crane!
Kedua telapak tangannya menyatu, sepuluh jari terkait erat. Dengan putaran pinggang yang gesit, lengannya berayun seperti batang besi, tinju ganda yang terkepal mengeluarkan suara mencekam layaknya batu raksasa yang membelah angkasa.
Tanpa sedikitpun menahan diri, tengkorak Bai Shuo di bawah serangannya berubah bak bola voli yang siap dipukul sewenang-wenang!
"Ha..." Tertawa aneh tiba-tiba menggema di telinga Sun Wukong. Baru sekarang ia tersadar, bagi sang kaptennya, kehilangan penglihatan sementara sama sekali tidak mengurangi kekuatan tempurnya. Penjelasan ini membuatnya kalang kabut.
Karena Bai Shuo memang sejak awal adalah pria buta!
Saat kaki Sun Wukong berusaha menyeimbangkan kekuatan dahsyat di antara kedua lengannya, tiba-tiba muncul gaya gravitasi dahsyat dari langit.
Seperti arus laut ganas yang menyelimutinya, di bawah pengaruh kekuatan ganda dari dirinya dan Bai Shuo, keseimbangannya pun buyar. Kekuatan tinju ganda itu berputar liar dalam pusaran arus kacau, terserap oleh ribuan gaya tarik mikroskopis.
Serangan Sun Wukong gagal total, malah mempertontonkan kelemahan terbesarnya!
Tubuh Bai Shuo tiba-tiba bergerak maju beberapa meter tanpa diketahui asalnya, telapak tangan yang misterius tiba-tiba menempel di dadanya. Jarak antara mereka berdua menjadi sangat dekat, bahkan Sun Wukong bisa melihat ketenangan yang tak berubah di pupil mata keemasan kemerahan Bai Shuo.
Telapak tangan yang menempel di dada itu dalam seketika mengumpulkan kekuatan yang membuat Sun Wukong terkagum-kagum.
Lalu, ia mendengar bisikan Bai Shuo yang sangat dekat: "Tebasan Ombak."
Waktu seolah melambat. Ia bisa merasakan kekuatan terkonsentrasi di telapak tangan Bai Shuo yang siap meledak, pertarungan ini akan segera berakhir. Melihat wajah tenang Bai Shuo, tiba-tiba ia menyunggingkan senyum dingin. Alih-alih mundur cepat atau menghindar seperti perkiraan Bai Shuo, ia justru menghentikan gerak tubuhnya dengan kaki, mengangkat lengan, merapatkan empat jari tangan kiri lalu menunjuk lurus ke jantung Bai Shuo.
Ini adalah Dodonpa, jurus saling melukai!
Tak peduli cedera pada tubuhnya sendiri, jari Sun Wukong langsung membesar seketika. Jurus yang belum sepenuhnya dikuasai membuat jarinya membengkak akibat konsentrasi Qi, berubah warna hijau kebiruan-keunguan. Garis-garis merah darah menyembur dari pori-porinya, diikuti kilau cahaya gemilang di ujung jari.
Pada saat yang sama, seperti arus laut yang memusatkan cahaya, sinar lain juga melesat dari telapak tangan Bai Shuo. "Tebasan Ombak" yang sengaja dilemahkan telah kehilangan kesan tak tertembus, melainkan mengubah seluruh kekuatan fisiknya menjadi upaya breakthrough. Dada Sun Wukong tiba-tiba cekung seketika, darah segar menyembur dari mulutnya sebelum tubuhnya terlempar ke belakang.
Namun gelombang getaran dari aliran udara di ujung jari tetap mengarah kencang ke jantung Bai Shuo. Meski kalah, tak boleh kalah terlalu mengenaskan.
Meski selalu kalah dengan cara compang-camping, setidaknya kali ini Bai Shuo harus mendapatkan luka.
Ini bukan perseteruan dendam atau emosi semata, melainkan semangat juang Sun Wukong yang ditempa di jalan Wushu!
Sayangnya, saat Dodonpa muncul, tiba-tiba benang keemasan yang sangat padat terlihat di udara. Jaring anyamannya yang nyaris fisik membatasi gelombang getaran aliran udara di dalamnya. Upaya breakthrough yang kencang itu seperti menusuk karet, bergerak maju dengan susah payah. Saat akhirnya mencapai depan dada Bai Shuo, ternyata menemui penghalang tak terduga.
Sebuah tangan kanan yang terbentuk kembali dalam api, menunjukkan tekstur seperti giok, muncul menghadang di depan gelombang getaran yang terkonsentrasi sempurna.
Lalu, serangan yang dikerahkan Sun Wukong dengan seluruh kekuatannya... dihancurkan?
Seperti aliran udara yang terkonsentrasi menghantam penghalang baja, keterampilan beladiri yang mampu menembus logam pun tercerai-berai menjadi energi kacau di depan telapak tangan Bai Shuo, sirna dalam udara.
Terakhir Bai Shuo mengepalkan tangannya, mengurung sisa upaya breakthrough terakhir di telapak tangan. Saat jari-jari tenggelam, perintah "hancur!" pun terlontar.
"Tetap kalah juga." Bai Shuo mendekati Sun Wukong yang terbaring di tanah sambil memuntahkan darah bernoda.
"Tapi kau sudah cukup baik."
Senyum Bai Shuo membuat luka di wajahnya yang belum sembuh pecah kembali. Retakan berwarna darah menyelimuti wajahnya. Baru sekarang Sun Wukong menyadari kelemahan Qi dalam tubuh Bai Shuo, serta retakan merah seperti luka di kedua tangan telanjangnya yang mulai menyebar akibat gerakan tadi.
Tiba-tiba ia berputar, menebaskan telapak tangan secara horizontal ke arah leher Ottolia di kejauhan: "Semuanya ingin menyerang saat lemah?"
Ottolia yang menyamar di belakang Bai Shuo tertegun, lalu menyadari luka-luka di tubuhnya. Ia mundur selangkah, menarik kembali aura Qi yang baru saja dilepaskan, sambil menggeleng.
Ekspresi cantiknya menunjukkan keheranan dan kekecewaan: "Akan kudatangi lagi setelah perawatan Kapten selesai."
“Kalian ini……” Bai Shuo kembali berbalik, mengangkat Chen Jingmo yang bersiap menyergap dari balik bayangan, lalu menempatkannya di depan diri sembari berkata: “Semuanya ingin memberiku kejutan ya?”
“Ketahuan rupanya.” Chen Jingmo menghilangkan kabut merah darah di ujung jarinya, lalu mendapati retakan di wajah Bai Shuo. Dengan panik ia bertanya: “Apa yang terjadi dengan tubuhmu?”
Tiba-tiba ia menggenggam pergelangan tangan Bai Shuo, mengernyitkan alisnya: “Jangan-jangan kau pergi ke Gunung Api? Kondisimu seperti baru dipanggang, volume darahmu berkurang setidaknya 20%...”
“Haha.” Dengan gerakan lentur, Bai Shuo melepaskan diri dari genggaman Chen Jingmo. Secara tak terduga ia memeluk tubuh gadis itu, tak peduli perlawanannya. Setelah memutarnya satu lingkaran penuh, barulah ia menurunkannya—tapi tetap tak melepas pelukan.
Menghirup aroma yang dirindukannya lama, Bai Shuo tertawa lebar di telinganya: “Hampir saja aku tidak bisa kembali!”
Setelah jeda sebentar, ia menatap satu per satu anggota timnya, menarik napas dalam: “Semuanya, selamat datang kembali!”
“Hmm…” Sun Wukong berguling di tanah, suaranya terputus-putus. Gerakannya memicu luka di dadanya hingga ia muntahkan darah: “Selamat da…puuut…tang…”
“Selamat datang kembali.” Ottolia menunjukkan senyum polos yang langka, membalas senyuman Bai Shuo. Hanya saja tatapannya sengaja atau tidak sengaja mengamati posisi Chen Jingmo, lalu dengan ekspresi wajah memerah ia memalingkan pandangan.
“Sel...selamat datang kembali...” Chen Jingmo merebah di pelukan Bai Shuo, mencium aroma yang membuatnya sedikit pusing, sambil menunduk dengan pipi kemerahan.
Sementara Liang Gongzheng terus gelisah mencari sesuatu. Setelah mendengar suara mereka, baru mengangkat kepala dan menjawab: “Selamat...apa tadi? ...Selamat datang lagi?”
Kemudian ia kembali menunduk mencari, akhirnya bergumam bingung: “Lho? Kompor gasnya? Aku ingat tadi berjalan tanpa mematikannya...”
Hingga kini, petualangan Tim Harapan baru secara resmi dinyatakan sementara berakhir.
Karena semua terlihat sangat lelah, Bai Shuo memutuskan untuk beristirahat sehari. Semua hasil atau urusan akan dibicarakan besok.
Tak peduli lagi dengan anggota timnya, ia berteriak: “Dewa Utama, lakukan perbaikan untukku dan Sun Wukong. Poin hadiah aku yang tanggung.”
Ia memperkirakan latihan murni Sun Wukong kali ini takkan memberi kesempatan mendapatkan poin hadiah. Karena ini ulah tangannya sendiri, biaya pengobatan harus ia tanggung.
Di luar perkiraannya, Sun Wukong kali ini benar-benar menjebaknya. Total perbaikan tubuh menghabiskan lebih dari 700 poin hadiah, hampir sama dengan saat separuh tubuhnya terbakar sebelumnya. Ia menatap tatapan puas Sun Wukong dengan heran, bergumam kesal: "Apa yang kau lakukan? Menelan pecahan kaca?"
Kemudian ia meminta dewa utama menampilkan rekam jejak perbaikan tubuh Sun Wukong. Setelah melihatnya, ia menghela napas panjang lalu menatap ke bawah: "Astaga... 211 luka tersembunyi, 10 luka organ dalam. Kalau dijumlahkan, cukup untuk melumpuhkan seseorang. Kau masuk dojo atau kamp konsentrasi?"
"Sama saja." Sun Wukong mengangkat bahu sambil tersenyum, melambai: "Terima kasih untuk kapten yang royal~ Akan kubayar nanti."
Usai berkata demikian, ia menguap lebar dan kembali ke kamarnya. Satu bulan latihan keras berturut-turut membuatnya hampir hancur mental.
Bai Shuo masih melayang dalam cahaya, membiarkan dewa utama memperbaiki berbagai lukanya. Meski terlihat baik-baik saja, luka tersembunyi di tubuh mereka berdua hampir mencapai titik ledakan.
Selama proses penyembuhan, ia hampir bisa merasakan setiap sel mati yang kering di tubuhnya berderak dalam cahaya, terlahir kembali.
Suara halus dan rumit itu menyatu, menciptakan sensasi pendengaran yang aneh.
Di dalam cahaya, kulit yang pecah perlahan-lahan mengencang, otot-otot yang kehilangan kelembapan kembali mengembung. Urat darah merah yang merembes dari luka sirna dalam cahaya, tulang-tulang yang hampir berubah menjadi batu pun kembali hidup. Kelembapan yang menguap dalam kobaran api telah terisi kembali, sirkulasi darah pun mulai terbuka.
Kondisi buruk yang berlangsung selama dua jam hampir berakhir. Bai Shuo merasa setelah kali ini dirinya akan trauma dengan benda-benda berbentuk tungku.
Tapi setidaknya semuanya sudah selesai.
Tatapannya beralih, melihat Chen Jingmo yang masih menunggunya di bawah. Dengan senyum, tiba-tiba ia menyadari betapa indahnya perasaan ada seseorang yang mengkhawatirkan dirimu.
