Malam itu, stasiun kereta Kota Fuyuki menyambut tamu pembawa malapetaka - Emiya Kiritsugu, pembunuh penyihir yang mewakili keluarga Einzbern resmi memasuki medan perang Perang Piala Suci.
Genius ilmu sihir dari Departemen Evokasi di "Menara Jam" yang dijuluki "Profesor Jenius" - Kayneth El-Melloi Archibald, putra tertua keluarga bangsawan Archibald dengan sembilan generasi darah magis, bersama tunangannya Sola-Ui menguasai hotel terbesar di Kota Fuyuki dan mengubahnya menjadi benteng pertahanan berlapis sihir, bengkel sihir yang kokoh.
Sambil bersumpah memenangkan Perang Piala Suci, dia akan menghancurkan hingga berkeping-keping pencuri yang berani mencuri peninggalan sucinya!
Heroic Spirit dengan kelas Lancer berjaga di sisinya, mencari musuh-musuhnya.
Penyihir sampah yang mencuri peninggalan terakhir milik Kayneth—Waver Velvet—justru berhasil memanggil RIDER yang bisa dibilang sebagai salah satu Heroic Spirit terkuat dalam Perang Piala Suci kali ini, sang raja legendaris Alexander Agung, Sang Penakluk Iskandar.
Waver yang bersumpah membuktikan kemampuannya bersembunyi di perumahan biasa, sedang berusaha berkomunikasi dengan Heroic Spirit-nya yang kurang waras untuk mencegah keinginannya mencuri jet tempur.
Raja Terkuno pemilik segala kekayaan dunia, Gilgamesh sang Penguasa Keemasan, dipanggil dari bengkel sihir keluarga Tohsaka saat fajar. Tokiomi Tohsaka melayaninya dengan penuh hormat, sementara sang Raja mulai tertarik pada 'permainan' Perang Piala Suci ini.
Menghadapi penguasa sejati, Tokiomi Tohsaka tak segan merendahkan diri menjadi bawahan Heroic Spirit-nya. Yang ia inginkan hanyalah kemenangan dan Piala Suci.
Empat jam kemudian, homunculus buatan keluarga Einzbern—wadah hidup bagi arwah dan Piala Suci—seorang wanita berambut perak bernama Irisviel naik pesawat menuju Kota Fuyuki bersama Heroic Spirit suaminya.
Identitas asli Heroic Spirit pedang (SABER) adalah raja legendaris Inggris—seorang ksatria gadis berdarah naga merah: Altria Pendragon.
"Kali ini, demi meraih kemenangan, dia akan menggunakan Cawan Suci untuk merevisi takdir aib yang telah terukir dalam sejarah."
※※※
Assassin, Kemarahan Tempur, Magus, Prajurit Pistol, Pemanah, Ksatria, Pendekar Pedang...
Tujuh Heroic Spirit berbeda dipanggil dari Takhta Pahlawan melalui ritual megah yang diciptakan oleh penyihir dengan keteguhan dan nafsu serakah sebagai umpan. Mereka datang dengan keinginan yang beragam namun sama-sama tak tergoyahkan untuk meraih kemenangan.
Perang Cawan Suci keempat yang sudah sangat rumit menjadi semakin kacau setelah intervensi tiga Tim Reinkarnasi.
Dalam Perang Cawan Suci keempat, tujuh Heroic Spirit akan segera terkumpul lengkap, dan saat dimulainya perang pun semakin mendekat.
"Perang Cawan Suci ya..." Sun Wukong menyipitkan mata, bergumam sendiri: "Bukankah seharusnya ini pertarungan epik pahlawan di bawah sinar bulan, tubrukan antara darah panas dan intrik, plus adegan pengisian energi magis ala anime?"
"Tapi kenapa aku merasa... ada yang tidak beres..."
Ia menatap sinar matahari yang menyelinap dari jendela, duduk di kursi sambil merenungkan dengan seksama letak kesalahannya.
"Kita sudah punya anak perempuan, tak perlu lagi memikirkan urusan pengisian energi ala anak muda itu."
Suara Bai Shuo terdengar dari sampingnya, dan tanpa basa-basi setumpuk piring berminyak diletakkan di tangannya: "Sekarang, yang paling penting adalah mencuci piring... Jika tak ada urusan lain, bantulah di depan. Jingmo dan Ottolia sudah sangat lelah."
Sun Wukong menunduk melihat tumpukan piring yang tiba-tiba muncul di tangannya, lalu menoleh ke Bai Shuo dengan serius: "Kapten, apakah kau yakin dunia yang kita masuki ini bukan《Working!!》atau《Pafe Rose no Bōken》semacam itu?"
"Bukan." Bai Shuo mengangguk: "Sekarang, pergilah cuci piring."
Sun Wukong terpaku melihat tumpukan piring di pelukannya, akhirnya menghela napas pasrah. Dia mengangkat celemek bernoda minyak yang ditemukannya di pinggang, lalu berbalik menuju wastafel.
Di balik dinding sebelah, sinar matahari cerah menyinari ruangan tempat para tamu duduk di kursi sambil menunggu pesanan atau sedang menyantap makan siang.
"Hari ini di Negeri Fantasi, kembali hari yang damai..."
Tiba-tiba ia merasa harus memegang cangkir teh, duduk di bawah atap sambil menyaksikan bunga mekar dan gugur, mengucapkan renungan seperti itu.
"Hei Xiao Wu! Kau bicara aneh-aneh lagi!" Koki berusia empat puluh tahun itu menoleh menghardiknya: "Cepat kerja! Jangan malas! Atau ku-laporkan ke bos..."
"Ya, ya..." Ekspresi Sun Wukong seperti orang yang hampir hancur mentalnya. Ia membuka keran dan mulai mencuci piring...
Bai Shuo mendengar suara cucian dari dapur di belakangnya, mengangkat bahu pasrah. Setelah membersihkan noda di tangannya di wastafel, dengan percaya diri ia melewati pintu dapur menggunakan seragam koki menuju ruang tamu yang sedang ramai.
“Di atas meja depan, Chen Jingmo yang sedang berperan sebagai kasir dadakan sibuk berjuang melawan tumpukan pembukuan, sementara gadis rambut emas Ottolia...
...sedang mengenakan seragam pelayan, berusaha tetap tenang dengan kaku melayani tamu yang datang.”
“Sungguh waktu senggang yang langka...” Bai Shuo duduk di belakang meja depan, bersandar di kursi sambil berkata santai: “Tak kusangka suatu hari kita bisa membuka restoran...”
“Bajingan! Bantuin aku!” Chen Jingmo menggigit gigi, mengangkatnya dari kursi dan menyodorkan tumpukan tagihan: “Bantu aku menghitung!”
Ia menatap Bai Shuo yang masih santai, geram: “Aduh! Cucu tertua jadi pencuci piring, aku kasir, Ottolia pelayan, kenapa kamu enggak ngapa-ngapain?!”
“Statusku sekarang adalah keponakan jauh bos, calon bos masa depan. Wajar kalau enggak perlu kerja...” Bai Shuo tersenyum menggigit yang membuat Chen Jingmo mengertakkan gigi, menempel di konter sambil mengamati postur kaku Ottolia yang tak terbiasa menjawab pertanyaan tamu bahkan pertanyaan di luar jobdesc...
“Biasanya tak kusadari, ternyata pesona Ottolia memang luar biasa.” Alis Bai Shuo berkedut, terkekeh “Sejak siang tadi sudah empat orang minta informasi kontak.”
“Itu cuma karena selera burukmu saja!” Chen Jingmo di sebelahnya melotot padanya: “Ngapain kita main sandiwara membuka restoran membosankan di sini!”
“Tidakkah kau merasa ini menarik?” Bai Shuo membalas tanpa rasa malu: “Lagipula semalam sudah dijelaskan, semua setuju tidak masalah. Lihat, betapa harmonis.”
“Mati saja kau boleh tidak...” Chen Jingmo di balik konter memberikan sikut keras padanya: “Hipnotis bos dan staf pakai kekuatan spiritual, mau merampas harta orang, jahat banget kau!”
“Baiklah, aku memang jahat.” Bai Shuo mengangkat bahu pasrah: “Teman sekelas Chen Jingmo, kerjakan tugasmu baik-baik~ Kalau tidak, potong gajimu...”
“Aku tidak mau lanjut... Gaji terserah mau dipotong habis.” Chen Jingmo memalingkan kepala, tidak menghiraukannya lagi.
“Belum selesai bicara...” Bai Shuo mendekatkan mulut ke telinganya: “Masih ada hukuman... Kau pasti suka hukuman itu...”
Ekspresi wajah Chen Jingmo memerah sampai ke pangkal telinga, merasakan hembusan nafas Bai Shuo, ia bertahan sambil memutar badan: “Kumohon...”
“... Mati saja kau!”
Sesaat setelah ucapan itu, telapak kaki Chen Jingmo menginjak punggung kaki Bai Shuo, lalu perlahan memutar dan menggilas.
‘Setelah akhirnya berhasil lolos dari bawah kaki Chen Jingmo, Bai Shuo menghela napas lega dan tak bisa menahan diri untuk berkomentar: Tsundere-nya cewek benar-benar menakutkan, padahal jelas-jelas sangat menyukai...’
Ia perlahan melintasi aula, sambil menyempatkan diri membimbing Ottolia yang tidak profesional, akhirnya mendorong pintu keluar dan memandangi pejalan kaki yang lalu-lalang di jalanan.
Sinar matahari cerah menyinari dari langit, sama sekali tidak terlihat bahwa ini adalah Kota Fuyuki yang akan menghadapi Perang Piala Suci.
Ia perlahan menoleh dan melihat papan tanda merah di belakang restoran, dengan aksara Tionghoa tradisional yang menandai nama tokonya.
‘Hongzhou Yansuiguan—Gunung Tai’
Ini adalah distrik komersil di Miyama-cho, kedalaman gunung Kota Fuyuki. Satu-satunya restoran Tionghoa di Kota Fuyuki berada tepat di belakang Bai Shuo.
Pemilik aslinya adalah seorang pria pincang. Di bawah ‘bimbingan’ kekuatan spiritual Bai Shuo, mereka dengan mudah diterima oleh sang pemilik.
Identitas Bai Shuo adalah keponakan yang sudah lama hilang, Chen Jingmo sebagai kasir, Ottolia sebagai pelayan, sementara Sun Wukong menjadi pencuci piring sekaligus satpam—khusus bertugas melayani mereka yang ingin makan gratis.
Keunikan utama restoran ini adalah tidak adanya hidangan penutup. Semua menu menggunakan cabai sebagai hiasan. Rasa super pedas menyebabkan jumlah pengunjung tidak pernah tinggi, sehingga anggota baru Tim Harapan yang masih pemula menjadi lebih santai.
Inilah pos sementara Tim Harapan. Tempat untuk menyembunyikan status mereka.
Alasan memilih lokasi ini adalah karena Liang Gongzheng, sebagai Master dari Heroic Spirit Assassin Kirei Kotomine, merupakan pelanggan tetap di sini. Dengan memilih tempat ini, lebih mudah untuk mengobservasi pergerakan Kirei Kotomine - putra Risei Kotomine (pengawas Perang Piala Suci) yang juga salah satu peserta perang kali ini.
Setelah dimasukkan ke dalam kelas Assassin, Liang Gongzheng menjadi lebih sadar. Meski tidak bisa dikatakan sepenuhnya normal, kebanyakan Heroic Spirit memang memiliki keanehan: seperti paman berotot yang ingin menyatukan dunia dan sekarang kecanduan game strategi; Archer Gilgamesh yang menganggap Perang Piala Suci sebagai permainan, dll. Jadi sedikit keanehan saraf Liang Gongzheng terlihat wajar saja.
Heroic Spirit Assassin asli dalam Perang Piala Suci ini bertindak sebagai mata-telinga Kirei Kotomine. Dengan karakteristik Ilusi pembelahan dirinya, bisa dibilang ada di mana-mana - mengintip, memotret diam-diam, menyadap, hampir saja terjun ke dunia fotografi.
Ditambah dengan perangkat sihir Gereja bernama Spiritualron yang digunakan Kirei Kotomine untuk memantau Perang Piala Suci, bisa dikatakan sebagian besar intelijen berada di bawah pengawasan Tim Harapan.
"Namun sejak tadi malam, dua tim yang tiba-tiba muncul itu tidak menunjukkan jejak atau kelemahan sama sekali. Sama seperti Tim Harapan, mereka memilih bersembunyi dalam bayang-bayang, diam-diam menunggu plot kembali ke jalurnya."
"Dari sudut penjaga tatanan, sekarang ada dua tim yang setara kekuatannya sedang memburu mereka. Di saat seperti ini, hanya orang bodoh yang akan berkeliaran dengan sombong untuk menarik perhatian."
"Sementara dari perspektif Tim Harapan dan 'Api Permulaan', mangsa masih bersembunyi dalam kegelapan, ditambah adanya pesaing yang saling memandang seperti duri dalam daging."
"Di saat seperti ini, tak satu pun pihak akan menampakkan diri. Semuanya saling mencari jejak dalam kegelapan, menanti perkembangan alur cerita."
"Yang membuat Bai Shuo pusing adalah tidak tahunya kelas jabatan apa yang didapat kedua tim lawan tersebut."
"Tampaknya... kita masih harus menunggu..."
"Dia berhenti memikirkan hal-hal yang semakin mengacaukan pikirannya ini, lalu kembali melanjutkan pekerjaan yang telah dikerjakannya sejak tadi malam."
"Mengubah seluruh 'Gedung Jamuan Musim Merah' menjadi benteng pertahanannya - sebuah 'Bengkel Ilmu Sihir'!"
