Tubuh Hanabi lunglai bersandar di tanah. Dengan luka parah dan kehilangan darah parah, sepertinya dia harus menukar banyak poin hadiah dengan Kapten untuk mendapatkan Batu Sage penyembuh.
Sayangnya, dalam serangan kekuatan fisik sehebat itu, kartu rune musuh mungkin sudah tercincang. Tapi setidaknya ada dua gelang ruang angkasa yang bisa disita sebagai kompensasi.
Suara gemerisik sesuatu terdengar, seperti bunyi batu yang terkikis dari balik kabut.
"Haha..."
Dari balik kepulan asap, tawa serak Bai Shuo bergema, diselingi nafas tersengal.
"Luar biasa kuat... Hampir saja..."
Bai Shuo menunduk, tangan menggenggam gadis yang 'dirusaknya'. Ia melangkah keluar dari asap dengan pakaian compang-camping, tapi tak ada luka di tubuhnya.
Saat wajahnya perlahan terangkat, senyuman mengerikan yang membuat bulu kuduk Hanabi merinding terpancar. Suaranya parau: "...Hampir mati."
Di bawah kakinya, barrier berbentuk lingkaran yang terbentuk dari cahaya keemasan berputar perlahan di atas bumi, melingkupinya sambil melakukan perbaikan dengan cepat.
Pada cincin keemasan itu, tulisan suci seperti duri melingkar dan tumbuh. Kini permukaannya telah dipenuhi retakan halus, hampir hancur total jika tidak sedang diperbaiki.
Di bagian luarnya, seharusnya masih ada dua barrier lainnya.
Barrier yang sejak pembentukannya selalu disimpan di dalam tubuh Bai Shuo, tak pernah dicabut.
Masing-masing bernama 'Tidak Takut', 'Emas Vajra', dan yang pertahanannya terkuat 'Penampakan Raja'.
Kini, di bawah serangan kekuatan itu, kedua barrier telah hancur; Untungnya barrier terakhir masih berfungsi. Dengan inti 'Jalan Dunia Fana' yang belum hancur, hanya perlu semalam untuk membangun kembali barrier.
Hanya saja, Bai Shuo baru saja merasakan bahwa ia hampir benar-benar mati.
Pembakaran jiwa ribuan orang cukup mengancam nyawa Prajurit Samsara empat bintang.
Bai Shuo menggigit giginya, menyeret gadis setengah sadar itu, melangkah maju ke tanah hangus: "Kukatakan, apakah Yang Muliamu tidak mengajarimu untuk tidak bermain dengan benda berbahaya ini?"
Otot wajak Huo Hua berkedut-kedut, terus mundur. Biji mata melebar seolah mau pecah, tenggorokannya mengeluarkan suara panik tak jelas. Akhirnya dengan sisa tenaga ia berteriak: "Monster! Kau ini monster!"
"Haha... Aku takkan membiarkanmu berhasil..."
Wajahnya tersenyum kosong, telapak tangan gemetar mengeluarkan granat hitam dari gelang, jari telunjuk tangan kanannya bergetar mencoba memasukkan pin granat namun gagal beberapa kali.
Akhirnya, sebuah telapak tangan lembut memegang jarinya, perlahan memasukkan ke dalam pin granat. Bai Shuo dengan penuh perhatian membantu menyelesaikan tindakan ini sambil melihat wajahnya yang berkedut, bertanya lembut: "Tidak bisa menggunakannya?"
Ia tersenyum: "Aku ajari kamu."
Telapak tangannya menggenggam tangan dingin Hanabi, perlahan mencabut pengaman pin. Bunyi klik pegas penusuk dan komponen pengapian terdengar nyaring.
Hanabi merasakan getaran halus di telapak tangan, berasal dari pelepasan pelat pengaman yang diikuti pukulan penusuk ke tutup api.
Selanjutnya tutup api akan menyalakan sumbu ledak yang terhubung ke sumbu tunda... Tiga detik kemudian, segalanya lenyap dengan ledakan "Boom!".
"Jangan!"
Teror kematian membuatnya menjerit histeris, berusaha melepaskan diri dari genggaman Bai Shuo: "Apa yang kau lakukan?!"
Genggaman Bai Shuo kokoh seperti besi, mengunci tangan dan granat di telapak tangan Hanabi.
Ia tersenyum lembut: "Anak baik, jangan bergerak."
Pergumulan Hanabi dibelenggu, hitung mundur kejam dimulai: "Tiga... dua... satu..."
“Boom！” Bai Shuo membuka mulut, mengeluarkan suara seperti ledakan, membuat Hanabi yang telah kehilangan rasionalitas kembali menjerit.
Tidak ada yang terjadi, hanya alarm palsu?
Hanabi terengah-engah melihat telapak tangannya, tiba-tiba melihat kilau cahaya samar-samar di dalam granat. Saat dia akhirnya menyadari apa ini, sudah terlambat.
Barrier yang membentuk struktur kendali di bawah keinginan Bai Shuo mulai runtuh, memungkinkan reaksi kimia yang lama terpendam akhirnya dimulai.
Ledakan yang terbelenggu di antara telapak tangan tidak menyebar sepenuhnya, hanya berkilat sesaat di genggaman Bai Shuo sebelum menghancurkan tangan yang menguncinya menjadi serpihan.
Bai Shuo perlahan melepaskan pegangan. Barrier lingkaran yang terpasang di telapak Hanabi menghilang tanpa suara. Memandangi ekspresi menyakitkan yang terdistorsi di wajah Hanabi, senyum lembutnya tetap tak surut:
"Lihat, betapa berbahayanya."
Dia menepuk-nepuk pipi pucat dan dingin Hanabi, lalu berdiri perlahan sambil berbisik lembut: "Anak kecil yang tidak patuh, pantas mendapat hukuman di telapak tangan."
Dua menit telah berlalu sejak pertempuran ketiganya dimulai.
Bai Shuo melihat jam tangannya, memutuskan untuk pindah arena sebelum melanjutkan urusan berdarah berikutnya.
Lagipula seperti kata pepatah, situasi mencurigakan yang mungkin timbul...
Persis di saat itu, desir angin samar dari belakangnya membuat raut wajahnya tiba-tiba berubah dramatis.
“Suka sekali... menyergap ya!”
Seperti serpihan salju perak yang tiba-tiba muncul dari udara, membentuk kilatan pedang penuh niat membunuh. Cahaya besi dingin bergelombang dari ujung pedang yang membara, membuat punggung Bai Shuo merinding.
Seketika, barrier lantai empat melesat ke atas menyelubunginya. Bunyi gesekan baja yang menusuk telinga langsung terdengar dari barrier di belakangnya.
Hanya sekejap, barrier yang terbentang di udara dan Bumi langsung tertembus satu lapisan!
Saat itu juga, wajah penyerang akhirnya terlihat jelas oleh Bai Shuo.
Dalam pertempuran sengit tadi, kabel di kedalaman Bumi mungkin putus akibat guncangan. Di bawah selubung awan kelam, hanya cahaya samar menyinari sekitar. Dalam remang-remang yang menyulitkan penglihatan ini, rambut panjang perak musuh tetap berkilau seperti perak murni.
Pria muda berambut perak itu wajahnya penuh amarah. Pedang aneh di tangannya mencabik barrier terluar. Matanya memantulkan bayangan Rachel yang tak bernyawa dan menyedihkan, tak bisa menahan kesedihan.
Di depan barrier yang dibangun Bai Shuo, pedang tajam itu seperti pisau buah yang menembus karet. Meski mampu menembus seluruh barrier, gerakannya terasa sangat berat.
Hanya ini saja, sudah cukup menunjukkan Pencapaian besar lawan dalam ilmu pedang. Dengan cara tersembunyi yang tak terdeteksi Bai Shuo, mendekati belakangnya, mengandalkan kekuatan terkonsentrasi seketika yang terkumpul menjadi satu garis; menembus titik lemah barrier. Jika bukan karena tiga lapis pertahanan barrier, mungkin Bai Shuo juga akan terluka oleh tusukan pedang tiba-tiba itu.
"Bersih!" Bai Shuo tiba-tiba mengeluarkan mantra terpendek dari mulutnya, lebih mirip dentuman keras yang menusuk telinga musuh daripada mantra sesungguhnya.
Pada saat bersamaan, tangan kiri Bai Shuo yang bebas meraih ke depan, tiba-tiba menggenggam erat seolah meremukkan semua udara di depannya.
Dalam rentetan suara retakan berderak, tubuh pendekar berambut Perak nyaris bersentuhan dengan udara yang hancur saat menghindar. Hanya ujung jas panjangnya yang terkoyak di udara saling berdesakan, dari tubuhnya memancar kekuatan tak dikenal Bai Shuo - mirip aliran udara, lebih seperti sesuatu yang lahir dari dalam tubuh, kekuatan seperti sumsum tulang memproduksi darah.
Kekuatan alir yang terlahir dalam tubuh lawan itu memenuhi kedua kakinya, membawa tubuhnya melesat cepat meninggalkan gelombang panjang di udara.
Itulah kekuatan bernama 'Getsuryuu', menggunakan(カツケイ) untuk penguatan kaki, mencapai kecepatan superhuman. Kekuatan bela diri dari《Goukaku no Regios》.
Hanya saja sekarang Bai Shuo mungkin tidak berminat untuk memperhatikan ini. Pedang panjang musuh tidak tercabut bersama tubuhnya, malah tersangkut di barrier pertahanan, dan merobek retakan besar seiring gerakan tubuh musuh.
Pendekar yang berputar cepat mengelilingi barrier mengeluarkan teriakan rendah. Dalam gesekan tajam baja, barrier itu ternyata terkoyak paksa membentuk retakan besar.
Tiba-tiba, pendekar berambut perak menghentikan gerakannya sambil berucap: "Bentuk Tiga!"
Seketika, baja alkimia komposit di tangannya yang berubah berdasarkan gelombang suara menerima perintah baru. Ukuran pedang yang semula panjang tiba-tiba memanjang ke depan.
Seperti pegas terkompresi yang dilepaskan.
Panjang pedang tiba-tiba bertambah dua kali lipat. Jika sebelumnya masih bisa disebut 'pedang panjang aneh', sekarang berubah menjadi 'pedang super panjang aneh'.
Pedang super setinggi manusia biasa itu menusuk masuk lewat retakan barrier bagai ular berbisa. Aliran energi penyepuhan yang berubah tiba-tiba menyala dengan cahaya api.
Cahaya terkonsentrasi di mata pisau itu menembus rintangan berikutnya seperti menusuk bambu, tapi terkikis lapis demi lapis oleh kekuatan 'Jalan Dunia Fana'. Akhirnya, nyaris menyentuh barrier terakhir.
Meski begitu, Bai Shuo tetap harus mengerahkan seluruh energi mentalnya untuk menghadapi lawan ini. Kali ini, mungkin yang dia hadapi adalah Prajurit Samsara setingkat dengannya.
“Hanya saja, pihak lawan jelas memiliki kekuatan yang sangat besar, mengapa tidak menggunakannya?”
“Segera, jawaban atas pertanyaan itu muncul.”
Suara ramping dan gemetar terdengar dari tangan Bai Shuo, pupil mata Rachel bergetar, menyadari kilatan perak yang sangat familiar. Meski terluka parah, masih bisa berbicara, tapi lebih mirip gumaman kacau tanpa kesadaran:
“Yosua……”
“Oh, kalian saling kenal?” Bai Shuo mengangkat Rachel dan bertanya: “Kebetulan, mau ngobrol?”
Dalam sekejap, dua lapis barrier yang menghalangi mata pedang disingkirkan Bai Shuo, digantikan oleh sosok gadis tak utuh yang berdiri menghalang di depannya.
Saat barrier menghilang, pedang yang terbebas dari belenggu langsung menusuk, api yang terpancar membentuk tirai suhu tinggi yang membakar habis segalanya.
Tepat ketika tirai merah api hendak menutupi seluruh pandangan Bai Shuo, mata pisau dingin menembus nyala api di hadapannya, menyambar tengkoraknya.
Teknik Potongan Api Pedang Sahadi!
Jurus pedang dari aliran pertarungan Kota Rampas Senjata Gulian yang legendaris, cukup kuat untuk melawan monster terkontaminasi penghancur kota. Kekuatan keras dan ganas kini terkonsentrasi di mata pedang, menusuk lurus ke kepala Bai Shuo.
Aliran _Gii_ yang tajam membuat kulit Bai Shuo yang terbuka terasa perih. Meski demikian, tak ada secuil pun langkah mundur darinya.
Bai Shuo tidak mundur, tapi mata pisau mundur.
Karena yang menghalangi di depan Bai Shuo adalah gadis yang hampir mati.
"Sejujurnya, aku merasa sangat rendah seperti ini, sungguh." Bai Shuo menggenggam leher Rachel, menatap pendekar yang menarik kembali pisaunya di detik terakhir, ekspresi wajahnya tulus dengan desahan pasrah.
Tapi kalau tidak bertindak rendah, benar-benar tidak ada cara lain.
Karena sebelumnya sudah mengalami pertempuran, jika harus langsung menghadapi musuh yang setara, meski Bai Shuo bisa lolos akhirnya, dia pasti akan terluka parah. Bisa-bisa gagal total malah membeberkan rahasianya.
Dia menggoyang-goyangkan tubuh gadis yang tak utuh itu sambil tetap mencengkeram leher Rachel: "Tapi tiba-tiba kusadari, memiliki sandera ternyata cukup efektif ya."
