"Apa hal terburuk di dunia ini?"
"Tiba-tiba ada tiga Hero datang menggelar Pesta Tiga Raja di rumahmu?"
"Tidak, tidak... Itu hanya syarat awal saja."
"Hal terburuk adalah ketika kau hampir berhasil mengusir ketiga tamu tak diundang ini, tiba-tiba seseorang..."
"Aku pulang!"
Sun Wukong menggigit rokoknya sambil masuk dari pintu, melihat Bai Shuo di seberang:
"Eh? Kapten, ekspresi wajahmu kenapa buruk sekali? Ada masalah apa?"
Bai Shuo menunduk, menutupi wajah dengan tangan sambil bergumam: "Tidak ada, cuma hampir hancur dihajar saja..."
Iskandar melihat Sun Wukong di pintu dan mengulurkan tangan: "Kak Sun Wukong! Mau ikut minum anggur?"
"Anak haram, pergilah." Gilgamesh memegang cangkir anggur, bahkan matanya tak sekilas menoleh ke sini.
Pertama-tama mengambil napas dalam, lalu Sun Wukong dengan wajah polos berkata: "Maaf, saya salah masuk kamar, mengganggu kalian."
Kemudian bergegas berjalan menuju pintu.
"Sudah tidak perlu." Di belakangnya, Bai Shuo mengelap gelas kaca dengan sapu tangan sambil menggeleng:
"Menyamar lagi saat ini hanya akan jadi penyamaran yang menggelikan. Sebagai sekutu Raja Penakluk, jika tak bisa menunjukkan sikap yang pantas, bukankah malah akan ditertawakan?"
"Oh, pelayan muda itu juga bukan orang biasa. Mau ikut minum?"
Iskandar mengangkat bahu dengan santai berkata: "Kak Sun Wukong adalah perwakilan ASSASSiN yang bersekutu denganku di turnamen ini..."
Aula yang sebelumnya beraura aneh tiba-tiba dipenuhi semangat pembunuh samar. Tatapan semua orang tertuju pada Sun Wukong, penuh pengamatan, rasa ingin tahu, permusuhan, dan kemarahan...
Boom...
Suara nyaring terdengar dari meja depan.
Bai Shuo meletakkan gelas kaca di tangannya lalu berjalan perlahan mendekati Sun Wukong, menepuk bahunya.
"Maaf, sepertinya aku mengacau?" Sun Wukong berbisik penuh penyesalan.
"Sudah sampai depan pintu rumah sendiri, malah mundur. Kapan Tim Harapan menjadi anjing terlunta seperti ini?"
"Serahkan di sini padaku, porosnya kuserahkan padamu."
Bai Shuo berpapasan dengannya, menyerahkan kendali poros barrier Taizang kepada Sun Wukong. Sementara dia sendiri menyeret bangku panjang, duduk sembarangan di sebelah meja bundar, membuka dasi lehernya, dan mengulurkan telapak tangan ke arah Raja Penakluk:
"Tuan Iskandar, salam perkenalan pertama. Namaku Bai Shuo."
Tiga Command Spell berbentuk lingkaran konsentris bersinar di pergelangan tangannya. Dengan senyum tak kenal takut, Bai Shuo menyatakan statusnya: "Aku adalah Baron ASSASSIN edisi ini, juga atasan Sun Wukong. Panggil saja Bai Shuo."
Iskandar menunjukkan ekspresi terkejut seketika setelah mendengar, lama kemudian baru meledakkan tawa kagum sambil memukul telapak tangannya sendiri, menunjuk Bai Shuo sambil tertawa lebar: "Lihatlah! Inilah Assassin sejati! Persembunyian terbaik di sekitar semua orang! Luar biasa! Sungguh luar biasa!"
Sebilah pedang panjang yang dingin muncul dari belakang garis Gilgamesh, membawa kilauan dingin pisau menyambar seperti kilat ke arah Bai Shuo yang hanya berjarak 30 cm.
Mata merah menyala yang indah memancarkan niat membunuh yang arogan: "Pergilah, anak haram! Siapa yang mengizinkanmu duduk di depanku?!"
Napas Sun Wukong terhenti sejenak. Di bawah tangannya, katak pembawa rezeki seperti giok hampir membalikkan situasi. Pada momen inilah ia melihat tatapan dari sudut mata Bai Shuo.
Tatapan yang seolah sedang tertawa membuat gerakan telapak tangannya terhenti, diam-diam menunggu kemunculan hasil.
Senjata tajam dalam koleksi Gudang Harta Hero King Gilgamesh tak ada yang tak memiliki reputasi gemilang dalam sejarah, bahkan banyak yang pernah membunuh naga dan dewa.
Desain pedang yang tak biasa tidak terikat pada bentuk senjata konvensional. Kedalaman warisan yang ditinggalkan waktu saja sudah membuat orang tak bisa menahan pujian dari hati, indahnya seperti karya seni...
Tapi di tangan Bai Shuo, semuanya rapuh seperti barang pecah belah.
Pedang yang hampir menembus tengkorak Bai Shuo terjepit di antara dua jari, lalu seperti dihancurkan batu raksasa, tak bisa maju satu inci pun.
Sesuai keinginan Bai Shuo, aliran cahaya deras menyatu ke tulang jari putih di bawah barrier tangan kanan. Tiba-tiba kekuatan dahsyat tak terduga memancar dari sela jari. Di bawah telapak tangan yang menguncup, pedang perlahan terdistorsi, retakan, akhirnya pecah menjadi lempengan besi beterbangan. Satu di antaranya menancap di meja.
Dalam bayangan di belakang Bai Shuo, gumpalan kegelapan kental perlahan merangkak naik. Setelah membentuk siluet manusia, di punggungnya tergantung aneh benda hitam panjang berat, seperti membawa peti panjang samar.
Hero yang muncul saat ini: Assassin mengangkat tengkoraknya. Di atasnya, topeng pucat tertawa dingin dengan kaku.
Salah satu Ilusi pembelahan diri yang sementara terkonsentrasi dari Liang Gongzheng - Texas Chainsaw Pembunuh, hadir!
"Wah, keterampilan bela diri yang luar biasa..."
Iskandar tak pelit pujian, bertepuk tangan ke Gilgamesh: "Pesta Penguasa Mutlak, kebetulan kurang penonton. Bagaimana kalau kita undang mereka sebagai juri?"
"Anak haram rendahan mana paham Tao Penguasa?" Gilgamesh meremehkan sambil menatak Assassin di belakang Bai Shuo, mata merah penuh amarah: "Dan reptil harus mati ini, benar-benar membuatku murka..."
"Raja Terkuno yang paling megah, ternyata terkontaminasi kewibawaannya oleh seorang Assassin yang hanya bersembunyi dalam kegelapan sambil menggigil... Tak termaafkan..."
"Ini adalah pesta anggur untuk membuktikan Tao sang Raja." Iskandar melemparkan cangkir ke Bai Shuo, berkata: "Akan terlalu membosankan tanpa kehadiran penonton!"
"Suara penguasa mutlak harus didengar oleh semua orang, bahkan musuh sekalipun harus memahami wibawamu."
Iskandar mengangkat gelasnya menghadap Bai Shuo: "Jangan sungkan, pendengar yang luar biasa, bersulang!"
Hero Assassin di belakang garis Bai Shuo perlahan menghilang, sementara Bai Shuo dengan 'kegilaan' mengangkat cangkirnya dan bersulang dengan Raja Penakluk.
"Ini pertanyaan terakhir: Apakah Tao Raja harus bersifat tunggal dan tinggi!?"
Saat Iskandar mengajukan pertanyaan terakhir, Pesta Tiga Raja secara resmi mendekati akhir.
Gilgamesh tersenyum dingin sambil diam-diam meminum anggur. Sebagai Raja Terkuno, tak ada yang lebih arogan darinya, juga tak ada yang berdiri lebih tinggi.
Dari atas kuda di Takhta yang memandang dari atas semua rakyat biasa, selain Enkidu, tak seorang pun memenuhi kualifikasi untuk berbagi Penghormatan bersamanya.
Iskandar menoleh melihat SABER: "Lalu, Raja Ksatria, tiran atau penguasa bijaksana, apa jawabanmu?"
"Kesendirian yang tinggi? Apakah Tao Raja hanya terletak pada standar monoton semacam itu?"
"Raja Ksatria membalas bertanya, 'Aku pernah memerintah negara bersama dua belas ksatria yang seperti saudara di meja bundar, semua memiliki status setara tanpa perbedaan tinggi-rendah; tapi aku juga pernah kedinginan dan tak berperasaan, duduk di Takhta memandang dari atas segala pujian atau kutukan rakyat. Bisakah kesendirian yang angkuh itu digunakan untuk menggambarkan seorang Raja?'"
"Tidak bisa! Ini sama saja tidak mengatakan apa-apa!" Raja Penakluk mengosongkan sisa anggur dalam guci, menenggaknya habis lalu berseru keras: "Biarkan kuberitahu kalian! Penguasa sejati itu..."
Boom!
Saat bibir Raja Penakluk mulai merekah, siulan tajam tiba-tiba menggema. Jendela yang paling dekat dengan semua orang langsung hancur berkeping-keping.
Waktu melompat mundur satu detik. Di gedung tinggi di luar Hongzhou Yansui Guan, seorang pria berwajah dingin berdiri di depan jendela kamar yang kosong dari energi, memeluk senjata hitam.
Di punggungnya terbaring Tuan rumah yang pingsan. Di kakinya tergeletak peti panjang coklat terbuka, semua komponen mekanis di dalamnya telah dirakit menjadi senjata hitam.
Emiya Kiritsugu menarik napas dalam, mendekatkan mata ke lensa bidik. Pandangannya menyapu istri dan Saber di restoran, lalu terpaku pada satu-satunya manusia lemah di sana.
Tanpa ragu-ragu, ia menarik pelatuk.
Dalam dentuman keras, sebutir peluru besar 12.7x99mm melesat dari moncong senjata hitam pekat, menembus hutan beton kedinginan, akhirnya menghancurkan kaca sekeras baja dengan sudut defleksi yang telah dihitung sebelumnya.
Saat itu, mata Weber seolah bisa melihat Tuhan Kematian turun.
Ekspresi wajah Raja Penakluk baru saja memerah oleh amarah, sementara wajah orang lain masih kebingungan, belum sempat bereaksi.
Pedang yang terhunus dari sarungnya mengayun horizontal, namun terlambat untuk membelah peluru yang telah menyimpang dari jalurnya - inci demi inci, peluru itu mendekati tengkorak Weber.
Tiba-tiba, punggung tangan asing muncul di depan mata Weber. Telapak tangan kanan itu menusuk udara dan menghadang di depan wajah Weber, lima jari terkembang, membiarkan peluru menusuk kulit telapak tangan inci demi inci.
Dalam waktu yang melambat, segala suara menjadi samar dan kacau, namun siulan peluru masih membawa kekuatan fisik yang mengerikan. Meski demikian, telapak tangan itu tak mundur selangkah pun dalam gemuruh itu.
Di telapak tangan Bai Shuo, barrier kecil berkedip lalu lenyap - dalam barrier raksasa, segala yang memasuki Hongzhou Yansui Guan harus mendapat izin Bai Shuo, bahkan sebutir peluru kecil sekalipun.
Arus kacau dan kekuatan mikro tak terhitung menggerus energi kinetik besar hingga tuntas. Akhirnya, hulu ledak yang membara jatuh ke telapak tangan Bai Shuo dengan bunyi "klik" ringan.
Di balik tatapan terkejut semua orang, Bai Shuo perlahan menggeser telapak tangan yang tergenggam erat ke depan gelas anggurnya sendiri, lalu melepaskan genggaman.
Hulu ledak berat dengan suhu ekstrem jatuh ke dalam sisa anggur, menyebabkan banyak alkohol menguap. Peluru yang tenggelam ke dasar gelas itu hampir membakar anggur mulia.
Dengan wajah tenang, ia menendang kursi Waver hingga roboh, lalu menekan kepalanya ke bawah meja: "Yang dibunuh harus punya kesadaran sebagai target. Jangan diam menunggu mati, sembunyilah."
Setelah berkata demikian, ia memiringkan kepala. Tatapannya mengikuti jejak peluru menembus ruang angkasa yang panjang, namun hanya melihat jendela kosong tanpa siapa pun.
Benar, seperti yang diduganya, sang penyerang telah melarikan diri.
Emiya Kiritsugu...
Senyum mengejek muncul di wajahnya. "Bagaimana mungkin aku membiarkanmu membunuh Waver dengan mudah?"
Energi sihir kacau menyembur dari tubuh Iskandar. Awan gelap bergulung-gulung muncul di langit, kilatan listrik bermunculan dari balik awan kelam.
Raja Penakluk yang murka mulai memanggil Noble Phantasm-nya 'Roda Kegagahan'.
Bai Shuo menghela napas, lalu menenangkan Sang Raja: "Penyerang telah kabur dari posisinya. Kemarahan saat ini sia-sia belaka. Saran saya, harap jangan melakukan Perang Piala Suci di tempat umum, bisa berakibat buruk."
Di luar jendela sudut mata, sosok bayangan hitam melintas sekejap. Kirei Kotomine yang telah menyamar memainkan peran sebagai pengamat. Ketika menyadari tidak memperoleh hasil memuaskan, ia segera meninggalkan kerumunan yang kacau balau.
Bai Shuo tersenyum dingin tanpa suara. "Jika membiarkanmu pergi begitu saja, bukankah itu berarti meremehkan Liang Gongzheng?"
Di belakangnya, Assassin menyatu menjadi gumpalan bayangan hitam pekat, membuntuti mangsanya secara diam-diam.
