Kekuatan spiritual liar yang kacau dan tidak teratur menyebar dari tubuh induk, seolah ribuan orang menjerit meratap. Ia tak tahan lagi dengan godaan yang begitu dekat.
Begitu menguasai tubuh itu, 'Stempel Dewa Nomor Tiga Belas' yang telah membunuh prajurit kemarahan tempur asli dan menguasai mayat membusuk akan memperoleh kehidupan baru!
Kekuatan berbau busuk yang mampu membuat daging dan darah tumbuh subur meledak dari cangkangnya. Anggota tubuh yang menggeliat dan pembuluh darah terdistorsi meletus dari tubuh aslinya.
Setelah menampakkan kekuatan sepenuhnya, ia berubah menjadi gumpalan daging bergerak yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.
Di lengan Bai Shuo, tiga Command Spell berpijar seperti api yang membakar. Kristal sihir ini hancur menjadi energi murni, terus-menerus muncul seperti aliran deras dalam tubuh kosongnya.
Bai Shuo tak tahu seberapa lemah kondisinya sekarang. Ia juga tak mau memikirkannya. Yang ia inginkan hanyalah bertahan hidup.
Tak ada yang ingin mati, tetapi hal paling mengerikan di dunia ini seringkali bukanlah kematian itu sendiri.
Efek samping kehabisan darah membuat pandangannya gelap. Dalam penglihatan yang kabur ini, bentuk monster yang berlarian mulai buram.
Dalam pikiran yang limbung, suara-suara lamunan terus bergema. Berbagai suara dari ingatan yang terasa déjà vu, namun tak bisa dipahami maknanya.
Dia kembali teringat wajahnya yang berjuang dalam kegelapan. Di dunia tanpa sinar matahari, segala sesuatu hanya berupa siluet kacau dan tak jelas.
Apakah ini kilas balik ingatan sebelum mati? Tapi terlalu singkat, bukan?
Dia tak ingin mati di sini. Lebih dari siapapun, dia ingin bertahan hidup lebih baik. Tapi harapan yang sudah tergenggam justru membawanya kembali ke jurang kematian pasti.
Kondisi lemah yang bisa tumbang dengan satu serangan ini sungguh buruk, membuatnya hampir gila.
Dunia seolah berputar-putar, dalam ilusi kelemahan justru situasi kesehatan tubuhnya begitu jelas hingga bisa merasakan barrier perlahan hancur dalam vakum.
Ada rasa sakit yang datang dari telapak tangan, seolah menggenggam besi membara - harapan terakhirnya.
Dia menatap teratai yang memuat semua energi sihir dan amarah terakhir - harapan untuk tusukan pamungkas.
Meski sosok bayangan hitam kekacauan hampir menusuk tubuhnya, dorongan untuk tertawa lebar tak bisa ditahan.
Di hatinya penuh sukacita dan antisipasi, adakah yang lebih indah daripada menggenggam harapan di dunia ini?
Bahkan kematian yang mengintip pun layak dirayakan.
Dengan harapan di genggaman, kematian tak lagi menakutkan.
Bayangan hitam berbau busuk telah di depan mata, puluhan tulang tajam siap menusuk tubuhnya.
Dengan susah payah mengangkat telapak tangan, ia mendorong bunga teratai berwarna darah yang hampir terbakar ke arah mayat membusuk di hadapannya.
Matanya terbuka lebar menatap sesuatu yang bisa disebut mata pada wajah monster itu, senyum tanpa sedikitpun ejekan tersirat, hanya tulus dan penuh harapan.
Ini adalah harapan terakhirku, jika yang disebut takdir bisa melakukan sesuatu, hancurkanlah ini!
Harapan pamungkas, pergulatan antara hidup dan mati, juga milikku...
Bai Shuo membuka bibirnya sekuat tenaga, mengeluarkan suara parau: "Nirwana!"
Seketika, aliran cahaya merah darah melesat ke langit, teratai api merah darah bermekaran dari telapak tangan Bai Shuo, berlapis-lapis menyala di dunia yang membusuk.
Tak ada lagi yang lebih indah dari ini di seluruh dunia.
Aliran cahaya menelan siluet kedua orang itu, menembus barrier hingga ke langit, membawa gemuruh mantra suci.
Bukan sosok ganas seperti dulu, hanya sikap penuh kedamaian.
Bagai teratai yang mekar sunyi, mati dalam hening, hidup dalam sunyi.
Saat aliran cahaya hancur, dunia raksasa mulai runtuh, dunia mental yang menggerogoti realitas hancur berantakan, Bai Shuo yang babak belur terguling keluar.
"Membunuh Hero BERSERKER, membunuh Prajurit Samsara musuh: Isaac Clarke, mendapatkan 7000 poin hadiah, plot level B..."
"Dengan dua kartu rune jatuh ke telapak tangan Bai Shuo, suara petunjuk dewa utama berbunyi. Tapi Bai Shuo sudah tidak memperhatikan apa-apa lagi."
"Ia berbaring di antara reruntuhan, memandang langit berbintang yang terlihat dari celah awan hitam pekat di atasnya. Megah dan indah."
"Bintang-bintang berputar, tak pernah berhenti."
"Harapan terakhir masih tergenggam di tangan Bai Shuo, belum terkikis oleh takdir maupun kematian."
"Setelah lama, ia tertawa gembira dan perlahan mengangkat lengannya yang hampir patah: 'ASSASSIN, datanglah!'"
"Sebuah Command Spell menghilang diam-diam. Liang Gongzheng muncul di hadapannya sambil memegang Batu Bijak."
"'Kapten, apa kau dirusak orang?' Ia menggaruk kepala dan memandangi Bai Shuo penasaran, sembari menyodorkan Batu Bijak ke tangannya: 'Ini, pakai dulu. Habis pakai kembalikan ya.'"
"'Aku yakin sekarang...' Bai Shuo tersenyum getir sambil menyerap kekuatan murni dari Batu Bijak dengan rakus: 'Kau bukan cuma gila, tapi juga pelit!'"
"'Cari aku ada urusan?' Liang Gongzheng memicingkan mata: 'Si kera besar dan super kera plus pria pirang itu sedang keroyokan CASTER, baru mau mulai klimaks...'"
"'Iya, tentu ada urusan.' Bai Shuo bersandar di tembok yang patah, mengulurkan tangan dan memperlihatkan tiga Command Spell tersisa di pergelangan tangannya."
"'Perintah pertama: Liang Gongzheng, pulihkan semua kekuatanmu dan hadapi aku dalam kondisi puncak!'"
Sebuah Command Spell berbentuk lingkaran memancarkan cahaya terang, lalu menghilang. Tubuh Liang Gongzheng yang hampir sirna mulai diperbaiki dengan cepat, hanya saja tangan kanan dan kaki kiri yang hilang tetap tidak kembali.
"Benar tidak bisa pulih ya." Bai Shuo menghela napas sambil menepuk tangan, "Dengar, perintah kedua."
Command Spell lainnya mulai berpendar, Bai Shuo membuka bibirnya mengeluarkan perintah di tengah energi sihir yang tiba-tiba berkumpul:
"Tak perlu urusi hal-hal ini lagi, kau bebas melakukan apa saja yang kau suka!"
Energi sihir pekat kembali melesat ke seluruh tubuh Liang Gongzheng, jiwa yang tak utuh diperbaiki hingga sepenuhnya pulih.
Hanya saja dia sedang memandangi Bai Shuo dengan penuh rasa ingin tahu: "Aku ingat tidak pernah melihatmu di Rumah Sakit Jiwa Qing Shan. Jangan-jangan kau juga teman sepasienku?"
"Ha, siapa yang tahu." Bai Shuo melihat ekspresi terkagum-kagum langka darinya, menunjukkan wajah gembira sambil tertawa lebar: "Pergilah, lakukan apa saja yang kau mau, tak perlu pedulikan yang lain, berbuat sesukamu! Bahkan mengacau pun boleh, cari ilusi pembelahan diri main kartu juga boleh. Kali ini, aku tak akan mengendalikanmu lagi!"
Liang Gongzheng mengangkat kepala dengan bingung, mencoba menganalisis perilaku Bai Shuo dengan logikanya yang tidak bisa diandalkan, hingga sampai pada kesimpulan yang sepenuhnya salah.
Apa menjadi Hero juga ada cuti resmi? Hmm, berarti aku sedang libur tugas? Fasilitas ini lumayan bagus ya...
“Oh, selamat tinggal!” Liang Gongzheng mundur dua langkah, tubuhnya bergemuruh, sosok-sosok bayangan hitam tak terhitung melompat keluar dari tubuhnya dan berlari ke segala arah.
Hingga tersisa tiga ilusi pembelahan diri assassin yang menemani tubuh asli Liang Gongzheng mendirikan meja mahjong di samping Bai Shuo, mulai bermain mahjong.
Bai Shuo terbaring di reruntuhan, dengan gila mengisap kekuatan fisik dari Batu Bijak, memandang Liang Gongzheng yang tak jauh darinya.
※※※
Jangan mengecewakanku... Masa depan Tim Harapan ada di tanganmu sekarang.
Perilaku tak masuk akal ini berasal dari insting Bai Shuo, insting yang sangat tidak bisa diandalkan.
Mengapa saat menyerang Gagak, aku malah dihadang prajurit kemarahan tempur? Dan mengapa begitu kebetulan mereka muncul di jalan yang dipilih secara mendadak oleh Bai Shuo? Tepat di saat ini...
Kebetulan? Tiga kebetulan berturut-turut, ini terlalu aneh...
Aneh sampai seperti ada yang sudah tahu kapan Bai Shuo akan melancarkan serangan, kapan dan dari mana akan melewati...
Ditambah perkataan dan kondisi Gagak yang sengaja memancingku untuk datang membunuhnya...
Bagaimana jika dia menguasai metode untuk meramal masa depan?
Maka semuanya masuk akal, dia menggunakan masa depan yang telah diketahui untuk menjebakku dalam perangkap ini, hanya saja aku tidak mati seperti yang dia perkirakan.
Ini hanya kemungkinan kecil, tapi Bai Shuo tidak berani membiarkan kemungkinan itu tetap ada.
“Kalau bisa memprediksi masa depan, biarkan orang yang paling tak terprediksi yang mengacaukan!”
Bahkan Liang Gongzheng sendiri tak tahu apa yang akan dilakukannya detik berikutnya. Jika membiarkannya bertindak tanpa aturan, akankah Gagak mendeteksinya?
Sekalipun bisa menguasai masa depan melalui firasat, informasi dari ratusan Liang Gongzheng, tindakan tak beraturan, dan hasil kekacauan murni sudah cukup untuk membuatnya kewalahan.
Meski hanya dua variabel tambahan, itu cukup memberi Bai Shuo keunggulan minimal.
Lagipula, bahkan orang gila pun bisa memahami situasi sekarang, bukan?
Kupercayakan semua kejutan padamu, Liang Gongzheng... Pergilah membuat kekacauan...
Mari kulihat seberapa besar kekacauan yang bisa kau timbulkan.
※※※
Sekitar pukul delapan malam, Assassin Berpakaian Hitam muncul di hadapan Emiya Kiritsugu.
Menyamar dalam bayangan, Emiya Kiritsugu mengintip perang antara tiga Hero dengan teropong, sambil memegang senapan runduk berat.
Dengan topeng wajah muram, Assassin menjatuhkan secarik kertas kecil sebelum menghilang dalam dentuman senjata Emiya Kiritsugu.
Setelah membuka kertas hati-hati dengan alat serba guna, Emiya Kiritsugu baru menyadari gambar di atasnya adalah peta mini. Di pusat gravitasi peta, ada tulisan cakar ayam:
“MASTER prajurit kemarahan tempur ada di sini～”
Seperti perangkap yang telah dipersiapkan, Emiya Kiritsugu justru tidak menemukan tanda-tanda konspirasi; Melalui lensa teropong dan pengintaian Iblis Pengintai, ia bisa melihat Matou Kariya yang energi sihirnya telah terkuras bersandar di tembok reruntuhan, hampir tak memiliki pertahanan sama sekali, rapuh hingga titik ekstrem...
Cukup dengan menarik pelatuk, musuh yang memiliki Hero prajurit kemarahan tempur ini akan mati seperti anjing liar, godaan yang tak mungkin ditolak...
Dengan persiapan matang bahkan kesiapan memanggil SABER untuk perlindungan darurat, Emiya Kiritsugu sengaja mengabaikan aturan baru tentang larangan pertempuran antar Baron saat memburu CASTER.
Aturan memang dibuat untuk dilanggar, lagipula, jika Matou Kariya mati sekarang, siapa yang tahu ini ulahnya?
Rendah? Hal seperti ini sama sekali bukan penghalang bagi Emiya Kiritsugu.
Maka, ia melakukan tembakan uji coba.
Sayangnya, akibat perubahan arah angin mendadak, peluru asal tidak menancap di jantungnya, hanya menghancurkan kaki kanannya.
Matou Kariya yang menyadari bahaya segera bersembunyi di blind spot yang tak terjangkau bidikan Emiya Kiritsugu.
Dua menit kemudian, melalui lensa bidik, Emiya Kiritsugu menemukan kaki kanan yang hancur itu ternyata tumbuh kembali!
Atau lebih tepatnya, daging dan darah yang bergerak-gerak merayap kembali ke tubuh Matou Kariya.
Emiya Kiritsugu tak pernah menyangka bahwa Matou Kariya telah berubah menjadi monster seperti ini...
