Lengan patah, tulang rusuk retak, leher terpuntir, bahkan mata tercongkel - pertarungan mematikan sepenuhnya dekat ini jauh lebih bernodah darah dibanding sebelumnya, dan batas maksimal akhirnya tiba.
Bai Shuo bagai mengamuk, berteriak keras sambil meremukkan tenggorokan Gagak, mematahkan kedua kakinya.
Mengabaikan tulang selangkanya yang patah, ia mengangkat tubuh Gagak lalu menghantamkannya ke tanah.
Otot yang menegang membawa kekuatan fisik penuh amarah dan kegilaan, terus-menerus menghantamkan tubuh itu ke tanah sekeras baja.
Dalam suara retakan yang nyaring, tangan kiri Bai Shuo remuk total, tangan kanan yang terus membakar pun perlahan padam.
Kehilangan kekuatan fisik untuk mengangkat Gagak lagi, Bai Shuo menggigit gigi dan melemparkannya ke tanah.
Darah menyembur dari seluruh wajah Gagak, Bai Shuo membungkuk sambil memproyeksikan senyum mengerikan dalam pandangan kaburnya.
"Matilah!"
Dia mengangkat tangan kanannya, menghantam wajah Gagak dengan dahsyat bagai mengayunkan Palu Besi - terangkat, menghantam, terangkat, menghantam - dipenuhi murka membara dan sisa rasionalitas terakhir.
"Mati! Mati! Mati! Mati!……"
Dentuman berat terus bergema. Setiap pukulan menyemburkan darah segar - milik Bai Shuo dan Gagak - berbaur jadi satu.
Dua tubuh nyaris tak mampu berdiri itu mengerahkan seluruh kekuatan terakhir untuk terus menyerang. Bahkan kemampuan mengumpat pun sirna, berubah menjadi auman rendah yang parau dan liar.
Usai riuh tinggi terakhir, mereka serentak mengarahkan serangan mematikan ke titik vital lawan - titik vital jantung dan tengkorak.
Kedua tubuh itu kembali terjatuh, berkedut-kedut di tanah sambil meronta.
Akhirnya, Bai Shuo merangkak bangkit dengan kaki kiri patah, tertatih-tatih penuh kesakitan mendekati Gagak.
Memandang pupil mata Gagak yang melebar, ia mengeluarkan napas yang keruh, lalu mengangkat kepalan tangannya untuk terakhir kali.
Dalam auman parau yang nyaris tak terdengar, serangan mematikan terakhir menghantam dada Gagak.
Tusukan pamungkas yang menentukan.
Gagak, tamat riwayatnya.
Jari yang ia kerahkan sisa tenaga untuk angkat itu terhenti di tengah hampa, tiga sentimeter dari dada Bai Shuo.
Tiga sentimeter jurang pemisah antara hidup dan mati.
Bai Shuo menatap biji matanya yang perlahan kehilangan cahaya, wajah berkedutnya tersenyum dengan susah payah: "Aku... menang..."
Bibir Gagak bergerak-gerak seolah ingin mengatakan sesuatu. Tapi Bai Shuo hanya duduk dingin di samping tanpa keinginan untuk mendengarkan.
"Hehe..." Ekspresi terakhirnya adalah senyum sinis pada diri sendiri yang pasrah. Hingga detik terakhir menjelang kematian, ia masih ingin menyeret Bai Shuo bersamanya ke neraka.
Merasakan gelombang jiwa dalam cangkang itu kehilangan sumber asal, Bai Shuo menyalakan sepercik Api Naga Murka di ujung jarinya, membakar tubuh dan jiwa Gagak hingga menjadi abu.
Dalam kepulan abu yang beterbangan, Bai Shuo menyunggingkan senyum mengejek: "Hanya sampai segini kemampuanmu."
Di dunia tempat semua orang berjuang ini, si malang yang tak mau hidup seperti anjing dipermainkan dewa utama, yang menginjak nyawa orang lain untuk menaiki tangga, akhirnya mati.
Bai Shuo merasa ini patut dirayakan.
Di telinganya akhirnya bergema suara petunjuk dewa utama: "Membunuh Prajurit Samsara empat bintang, memperoleh 9000 poin hadiah, kartu alur cerita level B. Tingkat penyelesaian tugas 'Medan Pembantaian' mencapai 57%..."
Jari patah Bai Shuo mengambil jam tangan yang tersisa di antara abu Gagak. Meski tak tahu apa yang tersembunyi di dalamnya, setidaknya sebagai Prajurit Samsara enam bintang, koleksi Gagak pasti tak akan mengecewakannya.
Di tanah muncul tumpukan pecahan mekanis yang berantakan, masih bisa terlihat bahwa itu awalnya adalah bentuk sebuah ponsel.
Setelah kehilangan masa depan, Buku Harian Masa Depan pun tak lagi diperlukan.
Setelah kilasan pernyataan kematian terakhir untuk Gagak, semuanya hancur menjadi pecahan seiring kematian sang Gagak.
Yang tersisa di akhir hanyalah sebuah kartu rune.
Saat Bai Shuo membersihkan abu di permukaannya, ia hampir tak percaya pada matanya - kartu rune itu berwarna keemasan!
Benarkah ini Rune Emas lagi?!
Kartu rune dalam keadaan tertanam, sekali Inang mati, maka kartu rune akan hancur seiring sirnanya jiwa. Karena inilah, rune 'Duel' milik prajurit kemarahan tempur yang mampu menyeret Gilgamesh ke Ruang Kematian dan membuat Command Spell tak berlaku, tidak berhasil diperoleh Bai Shuo.
Inti kartu rune yang hancur bersama Inang akan diserap oleh kartu rune baru. Meski sebagian besar energinya sirna, aturan yang tak utuh namun paling berharga akan bergabung dengan kartu rune baru, menciptakan rune yang sama sekali segar.
Ia mengobservasi pola hitam pekat pada kartu rune itu, sebuah keinginan misterius memasuki pikirannya.
Rune Emas - Akhirat.
Mengubah dunia bahagia menjadi neraka akhirat.
Tumbuh dengan menyerap energi negatif, mampu membentuk Tanah Akhirat sesuai besarnya energi, mengubah makhluk di dalamnya menjadi siluman arwah.
Memungkinkan Inang mendapatkan bonus di dunia arwah, serta memberikan efek peningkatan terhadap reinkarnasi tipe arwah dan skill energi negatif.
……
"Benar, ini juga rune dengan kegunaan yang tidak jelas……"
Bai Shuo menggelengkan kepala, penjelasannya terlalu samar. Fungsi spesifik harus dipelajarinya perlahan-lahan.
Memikirkan hal ini, sambil menggigit botol merah, dia mengeluarkan rune yang didapat dari prajurit kemarahan tempur.
Rune Emas - Hantu Yin.
Bayangan balas dendam akan selalu menyertaimu.
Setelah dipasang, dapat mengunci jiwa satu musuh dan mengetahui posisi spesifik target setiap tiga menit, menjaga koneksi meski terpisah beberapa dimensi.
Saat menggunakan War Shackle pada jiwa terkunci, tingkatkan level pertarungan kelompok ke level 'pertarungan sampai mati'.
Dan setelah kematian Inang, akan menyerap jiwa Inang dan berubah menjadi 'Bayangan Balas Dendam' untuk menyerang pembunuhnya.
"Satu tipe hantu, satu khusus balas dendam……" Bai Shuo memijit titik antara alisnya, mengapa semua rune miliknya beraura hantu seram, aneh-aneh, atau tipe membunuh seribu musuh tapi merusak delapan ratus diri sendiri?
Tidak bisakah dapat yang normal sedikit?
Merasakan sakit tajam di seluruh tubuhnya, dia perlahan menggerakkan lengan kiri yang baru diperbaiki, sepertinya sudah bisa bergerak dasar.
Bagaimanapun, rencana kali ini akhirnya berhasil sempurna dengan banyak panen.
"Yang terpenting, menangani Gagak yang baru saja berubah menjadi abu, mati tanpa mayat utuh."
"Makhluk menjijikkan seperti ini, benar lebih baik mati saja."
Setelah menangani lukanya sendiri, ketika hendak membubarkan seluruh barrier, tiba-tiba terdengar suara asing dan berat dari belakang.
"Gagak sudah mati? Malang benar, tinggal sedikit lagi bisa menyelesaikan tugas setengah dewa..."
Tubuh Bai Shuo seketika menjadi kaku, sejak kapan ada orang lain di dalam barrier ini?
Di barrier yang menyerupai dunia paralel ini, tak seorang pun bisa masuk atau keluar tanpa izin Bai Shuo.
Siapa yang bisa memasuki barrier ini tanpa suara dan bersuara di saat seperti ini?
Dari nada bicaranya, sepertinya dia sudah mengawasi sejak awal?
Perlahan ia berbalik, melihat abu yang perlahan naik dari tanah.
Abu Gagak seperti kertas yang terbakar perlahan di atas api, melayang di udara membentuk siluet samar.
Mirip wajah, atau sosok yang bersembunyi dalam kegelapan...
Tatapan yang telah menembus banyak dunia muncul dari sosok bayangan hitam itu, memandang Bai Shuo yang waspada.
"Pertemuan pertama, Prajurit Samsara tak dikenal."
Sosok bayangan itu mengangguk pada Bai Shuo tanpa niat membunuh atau serangan, suaranya lembut namun berat.
"Yang muncul di hadapanmu hanyalah proyeksi, tak perlu terlalu tegang."
Bai Shuo menarik napas panjang, menenangkan emosinya sebelum bertanya: "Tidak berniat menyebutkan namamu?"
Wajah yang terbentuk dari abu itu seolah tersenyum: "Kau menerima ujian 'Medan Pembantaian', dan membunuh rasulku. Menurutmu... siapakah aku ini?"
Burung gagak yang mati itu adalah rasulnya?
Bai Shuo teringat kembali pada perkataan yang pernah diucapkan Sang Gagak.
"...Dewa yang kusembah adalah Wakil Komandan dari【Maha Tahu】, salah satu dari Tiga Batalyon Mistis, Prajurit Samsara tingkat dewa. Namanya tak boleh disebut sepenuhnya, kami memuja gelar ilahinya: Penguasa Konspirasi dan Kekacauan..."
Prajurit Samsara yang telah mencapai bintang sembilan, bahkan dewa utama pun tak bisa memaksakan batasan padanya...
Wakil Komandan dari【Maha Tahu】，salah satu dari Tiga Batalyon Mistis?
Seketika itu, Bai Shuo nyaris kehilangan kesadaran bertempur, untuk pertama kalinya muncul keinginan melarikan diri.
Prajurit Samsara yang telah melewati gerbang kedewaan pasti tak bisa dilawan Bai Shuo. Bahkan sekadar proyeksinya pun cukup untuk membunuhnya dengan mudah.
Ia pernah menyaksikan wujud asli dewa: raksasa hitam yang membakar di atas Menara Babel.
Wakil Komandan【Salib】, Sang Raja Penghancur: Aaron.
Saat berdialog langsung dengannya, Bai Shuo merasakan sepenuhnya kekuatan tingkat dewa: seolah seluruh dunia di tangan Aaron hanyalah seikat kayu kering yang bisa dibakar kapan saja. Berubah menjadi abu dalam apinya...
"Jangan bicara tentang Bentuk Sejati, bahkan sebuah proyeksi pun bisa dengan mudah membunuh Bai Shuo, meskipun lawannya bukan dewa materi atau tipe pertempuran."
"Tak perlu khawatir, tak perlu panik, aku bukan datang untuk membunuhmu."
Sosok bayangan hitam itu menunjukkan senyum samar: "Aku hanya ingin melihat siapa yang bisa membunuhnya."
Bai Shuo tak bisa menahan tawa, menatap sosok bayangan: "Aku membunuh muridmu, kau mencariku bukan untuk balas dendam, apa untuk minum teh?"
"Bohong pun pakai alasan yang meyakinkan! Pemilik Konspirasi dan Kekacauan!"
"Ck, reputasiku sangat buruk ya?" Sosok bayangan itu mengusap dagunya: "Pemilik Konspirasi dan Kekacauan hanyalah posisi dewaku. Lagipula untuk balas dendam pun, harus menunggu Gagak menjadi dewa bawahanku dulu sebelum aku punya alasan meluncurkan pertarungan kelompok ke【Salib】."
"Aku tidak kehilangan sifat ketuhananku, hubunganku dengan Gagak sendiri hanya transaksi, mengapa harus bertarung denganmu?"
Sosok bayangan itu berkata dengan suara tulus dan lembut: "Kau yang terlalu banyak berpikir."
Bai Shuo memutuskan untuk tidak bertele-tele lagi, meski takut memancing kemarahan, tapi dia jijik dengan perasaan dimanfaatkan ini: "Sudah dilihat, bisakah kau pergi sekarang?"
"Haha, anak muda yang benar-benar menarik." Bayangan kabur itu tertawa lagi: "Karena kau sudah mengalahkan Gagak, maukah meneruskan progres tugasnya? Pemula berpotensi sepertimu, mau jadi dewa bawahanku?"
“Maaf, aku sudah punya majikan.” Bai Shuo mengeluarkan kristal hitam berapi salib yang tersegel dari ruang angkasa-nya: “Merekrut orang secara terang-terangan seperti ini, tidak masalah?”
“Apakah kau anggota inti?” Sosok bayangan hitam bertanya santai: “Jika memang anggota inti, anggap saja aku tidak bicara.”
Bai Shuo menggeleng: “Meski bukan, tapi sebentar lagi akan menjadi.”
“Lalu mengapa tidak memilih [Maha Tahu]?
Di [Salib] ada 16 Batalyon inti, tapi yang bisa menjadi dewa bawahan-ku hanya satu. Mana yang lebih penting, pasti kau bisa membedakan?”
