"Kamu tanya aku, aku tanya siapa?" Bai Shuo bersandar di Sofa, cahaya terus berkedip-kedip di bawah kulitnya.
Kepedihan yang mendalam dari luka yang terkoyak kembali datang, setiap kedipan cahaya adalah rangsangan baru untuk lukanya, kesakitan seakan terukir hingga ke sumsum tulang.
Ia menahan harga yang harus dibayar untuk perbaikan luka yang dipercepat, sambil tetap melatih keterampilan menyusun barrier kecil di tangannya.
"Kapten, tenang seperti ini tidak masalah?" Sun Wukong menyandarkan diri ke tembok: "Ini skala besar lho, Perang Piala Suci diperkirakan akan segera terungkap, tidak tahu apa yang dilakukan Menara Jam dan Gereja saat ini."
"Tiga menit lalu, ada pesan dikirim ke Gereja Kirei." Siluet Liang Gongzheng muncul dari bayangan: "Perkiraan aksi besar ini membuat mereka mulai marah. Konon pasukan magus besar dan unit Pelaksana mulai bergerak, dua anggota Lembaga Pemakaman siaga di bandara."
"Kali ini, hal-hal yang tak pernah terbayangkan sebelumnya mungkin akan ikut campur."
Setelah mendengar kabar dari Liang Gongzheng, Sun Wukong tak bisa menahan diri untuk bertepuk tangan: "Benar-benar skala besar."
Dengan penasaran ia bertanya: "Ada Senpai Youxi tidak? Ada pastor muda shota atau karakter level 27 Ancestor?"
"Jangan banyak tanya." Bai Shuo berkata dengan mata terpejam: "Piala Suci ini di mata Gereja hanyalah pseudo, pengaruhnya terbatas, tingkat bahayanya belum cukup."
"Disebut siaga, itu hanya omong kosong untuk menipu bahan bakar meriam yang bertaruh nyawa, seolah ada dukungan di belakang yang siap datang. Pokoknya jangan takut... ya begitulah."
"Tapi bisa memicu kewaspadaaan kedua belah pihak, apakah ini pengaruh kekuatan penekan dan Araya? Kumpulan alam bawah sadar seluruh manusia memang luar biasa."
"Hei kapten, kau terlalu tenang ya?"
Sun Wukong duduk bersila di tanah: "Tak ada rencana sama sekali?"
"Rencana?" Bai Shuo membuka mata, pupil mata yang membara menyembul dari celah seketika lalu menghilang: "Ada, tapi di medan perang sesungguhnya, kapan ada waktu untuk menggunakan rencana?"
"Aku putus asa dengan dunia kacau ini." Sun Wukong menghela napas: "Lalu bagaimana?"
"Semua orang menunggu malam tiba. Begitu gelap, perkiraanku semuanya akan dimulai."
Bai Shuo memutar-mutar barrier bulat kecil di tangannya: "Ada peringatan aneh, perang ini sudah terlalu lama. Malam ini akan berakhir..."
"Akhir dari Perang Piala Suci."
Barrier bulat di tangan Bai Shuo hancur saat genggamannya mengerat: "Nanti musuh, badut, konspirator akan muncul semua. Saat itu tak ada lagi tipu muslihat."
Ia menutup mata lagi, melakukan persiapan paling detail sambil mengucapkan kata-kata yang membuat Sun Wukong merinding:
"Setelah kartu terbuka, yang tersisa hanyalah pertarungan sampai mati."
※※※
Pada pukul tiga sore, awan hitam pekat sepenuhnya menutupi langit. Angin kencang penuh kejahatan bertiup di jalan-jalan kosong, seolah-olah monster tak terhitung jumlahnya akan turun dari mimpi buruk seketika.
Kota Fuyuki diliputi atmosfer seperti kiamat akan segera tiba. Semua orang gelisah karena cuaca abnormal ini.
Di layar TV, pembawa acara prakiraan cuaca yang ditarik paksa dari rumah dengan kemeja berantakan menjelaskan fenomena cuaca aneh ini kepada publik. Dengan mengutip berbagai istilah profesional dan menganalisis banyak data, ia menyebutkan segala penyimpangan ini sebagai kombinasi angin topan dan gempa bumi yang tidak normal.
Sebagai kota pesisir, Kota Fuyuki memang pernah mengalami cuaca abnormal siang berubah menjadi malam saat dilanda topan. Namun situasi saat ini terlalu mengkhawatirkan. Meski ada berbagai data rekayasa untuk menenangkan warga, tak ada yang percaya dengan situasi di sini.
Beberapa warga telah mulai mengemudikan kendaraan meninggalkan kota. Kemacetan besar terjadi di jalan tol, sampai akhirnya pasukan bela diri dikerahkan untuk menjaga ketertiban.
Lebih banyak orang memilih bersembunyi di rumah, menggigil ketakutan di balik selimut.
Di bawah langit muram yang bisa membuat orang mengamuk, Bai Shuo berdiri di atap gedung membiarkan angin busuk penuh kejahatan menerpa tubuhnya. Jas barunya yang baru diganti berkibar-kibar tak menentu diterpa angin.
Ia mengangkat kepala memandang kekuatan kegelapan yang terkonsentrasi dari segala arah di langit, cahaya yang tersembunyi dalam tubuhnya seolah ingin menerobos keluar untuk melubangi awan hitam pekat itu seperti bertemu musuh alami.
Ia menekan ilusi yang hampir seperti terbakar, menyipitkan mata, menyatukan persepsi dengan gedung tinggi melalui indera penglihatan yang terhubung dengan barrier tipis sementara di atas gedung.
Gedung menjulang itu seolah berubah menjadi probe yang menancap ke aliran energi bumi, mencari sumber asal di tengah riak-riak energi sihir yang tidak normal.
Langkah Bai Shuo berjalan santai di atas atap, di bawah langit muram, bola barrier keemasan muncul di tangannya, membentuk penunjuk arah dari cahaya murni di dalamnya.
Dalam arus kacau energi sihir, penunjuk arah itu berputar gila-gilaan sebelum akhirnya seperti mencium jejak aura darah segar, menunjuk satu arah lalu diam.
"Liang Gongzheng, di barat daya kota, tempat apa itu?" Bai Shuo mengerutkan alis, suaranya mengalir melalui sirkuit sihir.
Beberapa keit kemudian, Sun Wukong membalik peta tebal sesuai petunjuk Liang Gongzheng, akhirnya melaporkan dari data kota: "Kawasan tua, pembangunan wilayah baru membuatnya terbengkalai. Bangunan konkret ada gudang dua perusahaan, dermaga transportasi He Nei, lebih jauh lagi..."
Suara di komunikasi terhenti sejenak, Sun Wukong menelan ludah: "Sungai Mion, Gereja Kotomine!"
Saat Bai Shuo akhirnya memahami rencana CASTER, dia memberikan perintah pada Hero-nya:
"Liang Gongzheng, suruh ilusi pembelahan dirimu membawa kedua Nak itu meninggalkan gereja dalam 6 menit! Turun melalui jalan gunung berliku Sungai Mion, jangan kembali ke kota! Langsung menuju jalan tol..."
Tampaknya... CASTER kali ini mengincar ley line terbesar kedua di Kota Fuyuki!
Dalam kegelapan, kilatan petir mendekat dari kejauhan. Roda Kegagahan berhenti mendadak di samping Bai Shuo. Raja Penakluk yang berada di atas kendaraan itu memandang dari atas: "Kakak, mau ikut ke medan perang?"
Di dalam kereta, Waver yang sudah beku tak lagi berlagak manja seperti biasa. Dia menutup mata pasrah, tak peduli apapun.
Bai Shuo tersenyum tipis, mengangguk ringan: "Masih ada urusan kecil yang harus ditangani. Sayangnya saya tak bisa menemani Tuan ke pesta."
Iskandar memegang dagu sambil mengangguk: "Sungguh disayangkan. Setelah Holy Grail ada di tanganku, aku akan menunggu kalian datang memberi penghormatan."
Bai Shuo tersenyum samar: "Posisi spesifik mungkin sudah diberitahu ASSASSIN pada Tuan. Tapi harap waspada terhadap gereja di arah Sungai Mion. Aku punya peringatan aneh."
"Oh? Peringatanmu akan kuingat." Raja Penakluk menoleh ke arah tersebut: "Kalau begitu, sampai jumpa di medan perang."
"Sampai jumpa di medan perang." Bai Shuo mengangguk, menyaksikan Raja Penakluk yang mengendarai kereta kilatan listrik menjauh dari langit.
“Sama sekali tidak tahu cara menyembunyikan gerakan yang terlihat kaku, atau mungkin, sebenarnya meremehkan untuk melakukannya. Seorang penguasa mutlak ditakdirkan untuk dipandang tinggi oleh semua orang. Keberadaannya sendiri merupakan penanda lokasi terbaik, menuntun semua Hero berkumpul di sana.”
Berdiri di atap kosong yang diterpa angin kencang, Bai Shuo menyalakan beberapa batang rokok terakhirnya di bawah langit kelam. Setelah menghisap dalam keheningan, akhirnya tersenyum:
“Kali ini, mungkin akan menjadi pertempuran besar.”
“Seluruh anggota Tim Harapan dengarkan...” Bai Shuo memberikan perintah melalui saluran komunikasi: “Kali ini, tidak perlu belas kasihan atau keraguan yang tak berdasar. Habisi semua musuh. Setelah Perang Piala Suci berakhir, yang akan keluar dari dunia ini adalah kita!”
Ia menatap gulungan awan kelam di udara, berhenti sejenak lalu berkata: “Dan HANYA kita!”
※※※
Di neraka tempat daging dan darah mendidih, Ling Ke memegang buku sihir berikat kulit manusia, terus-menerus melantunkan suara-suara tak terbaca ke lumpur darah yang mendidih.
Bukan suara, melainkan desisan tak berarti yang dipenuhi kejahatan - bisikan yang takkan sanggup ditahan manusia bahkan sedetik pun.
Seiring mantra-nya, sesuatu yang menjijikkan dalam kolam darah mulai bergolak. Seolah ada benda raksasa menggeliat di bawahnya, ribuan bentuk memanjang seperti ular menyusuri aliran darah.
Kolam darah yang mendidih mengeluarkan bau busuk yang tak terbayangkan oleh manusia, bisikan suara tertentu terdengar dari langit, membuat senyuman Ling Ke semakin cerah, polos dan gembira seperti bunga putih kecil yang tumbuh di lumpur daging-darah.
Batu raksasa hitam di hadapannya mulai gemetar.
Gemetar? Benar, pseudo-dewa dalam batu raksasa itu yang bisa berdiri di bagian tengah-atas piramida di Ruang Dewa Utama sedang gemetar, diliputi rasa takut.
Membuang semua martabat yang tak berarti, ia terus menjanjikan berbagai syarat pada Ling Ke, bahkan bersedia meninggalkan Fu Dewa-nya menjadi boneka Ling Ke.
Ia sangat paham dari dimensi tak terhitung sumber tatapan yang mengawasinya...
Justru karena itulah, ia tahu betapa mengerikannya konsekuensi jatuh ke tangan "apa" itu!
Ling Ke seolah tak mendengar, terus membacakan mantra dengan khusyuk, mengabaikan janji-janji menggoda dan permohonan di tengkuknya.
Pembunuh berantai Uryū Ryūnosuke di belakangnya memandang pseudo-dewa dalam batu hitam dengan kecewa: "Bagaimana bisa kau takut pada seni indah! Bahkan sebagai salah satu Raja Iblis, takkah kau pahami betapa berharganya keindahan ini? Menjadi makhluk secantik ini adalah kehormatan langka! Sungguh mengecewakan!"
"Selama ini, penghormatannya terhadap Dewa Pseudo dalam batu musnah bagai ideal yang hancur. Ia berteriak: 'Bagaimana bisa kau seperti ini! Bahkan kau pun tak memahami seni agung ini!'"
Tak peduli apa kata Ryūnosuke, Dormin yang tersegel dalam batu terus mengeluarkan erangan permohonan dan keputusasaan.
Saat mantra bacaan akhirnya selesai, Ling Ke berbalik menepuk bahu Ryūnosuke: "Sudahlah, Ryūnosuke, hanya segelintir orang yang memahami keindahan seni. Mayorasi takut akan turunnya kesempurnaan, sungguh dunia ini begitu busuk!"
"Yang Mulia Raja Iblis, syukur Anda bisa memahaminya."
Ryūnosuke Uryū yang terputus-putus oleh isak tangis menggenggam tangannya: "Tolong perlihatkan seni yang lebih tinggi padaku!"
Ling Ke memberi semangat penuh perasaan pada Ryūnosuke dengan suara mengharukan: "Jangan menyerah, Ryūnosuke! Jalan seni agung dipenuhi ujian, kita harus bertahan!"
Seiring dialog menjijikkan antara mereka dua, awan hitam pekat yang selama ini menyelubungi langit tiba-tiba terdistorsi.
Tangan tak kasat mata menghancur berkeping-keping awan hitam penutup langit, berubah menjadi pola-pola aneh dan tak utuh, akhirnya menjadi pusaran angin yang menembus langit dan bumi.
Pusaran hitam menghujam dari langit, merobek atap gudang, dan menghantam kolam darah. Angin kencang dan kabut tebal yang menyatu dengan lumpur darah berubah menjadi pusaran konflik yang terus berdistorsi.
Di kedalaman pusaran hitam pekat, suara bisikan tak terhitung orang bergema.
Ryūnosuke Uryū mengikuti instruksi Ling Ke, menutup mata dan pergi.
Sementara Ling Ke berseru gembira: "Wahai Raja Berjubah Kuno! Penguasa Samudra Bintang Dalam, kupersembahkan segalanya untuk-Mu di sini!"
