"Saat cahaya api menghujam dari langit menghancurkan dinding dan atap seketika, ekspresi wajah Sun Wukong memucat. Untuk pertama kalinya dia merasakan kematian begitu dekat, dekat hingga jelas terdengar."
"Bersamaan, dia merasakan aliran udara dari tubuh yang berlari kencang, Assassin yang menyangganya tiba-tiba melemparkannya dan melangkah menghadang di sebelah kanan."
"Kemudian seketika hancur lebur dalam cahaya, bahkan tidak menyisakan sebutir abu pun."
"Lalu disusul ilusi pembelahan diri berikutnya yang menghadang di depan cahaya."
Dalam seketika, empat puluh dua ilusi pembelahan diri sepenuhnya terurai menjadi partikel paling dasar dalam cahaya, kehancuran mereka memberi Sun Wukong waktu yang bahkan lebih singkat dari sekejap.
Sementara tubuh Sun Wukong masih berputar di tengah hampa, seketika berikutnya cahaya akan menebas pinggangnya, mengubahnya menjadi dua potong bangkai-bangkai bisu.
Seolah waktu berbalik, ia melihat Assassin terdekat menunjukkan senyum aneh, sinar matahari yang cemerlang dipenuhi keanehan dan kesurupan.
Tanpa disadari, langkah sang pembunuh telah terangkat, detik terakhir hanyalah sehelaan waktu saat telapak kaki itu menendang.
Kali ini tak ada yang berteriak serempak: I CAN FLY! Tapi untuk pertama kalinya Sun Wukong merasakan sensasi terbang dari tendangan orang lain.
Tubuh beratnya terpental seperti peluru, sementara satu kaki itu lenyap ditelan cahaya tanpa suara.
Terbang di udara, dunia Sun Wukong berputar-putar, melayang keluar lorong, menerobos pintu, meninggalkan gedung runtuh.
Kemudian jatuh berat, berguling-guling, meninggalkan jejak darah segar di jalan raya, akhirnya berhenti di sebelah pria yang tersenyum bodoh.
Pria ini tersenyum bodoh sepanjang tahun, mengenakan pakaian hitam pekat, tapi lebih mirip orang gila penggemar COSPLAY ketimbang pembunuh bayaran.
Orang gila yang kehilangan kedua kaki dan tangan kanan ini tak lain adalah Liang Gongzheng.
Api berkobar dari reruntuhan, kebocoran kompor gas menyulut seluruh jalanan. Dunia seakan dikepung warna merah menyala, asap hitam melayang-layang. Dunia dalam gemerlap api yang bergoyang menjadi samar-samar dan tak nyata.
Satu-satunya yang tak berubah adalah senyum bego Liang Gongzheng. Dengan penasaran ia mencolek bagian lengan patah Sun Wukong, tak peduli dengan ekspresi wajah kesakitan yang hampir membuatnya pingsan:
"Kera Besar, lenganmu hilang."
Gara-gara ulahnya, kesadaran Sun Wukong yang hampir lenyap justru kembali pulih. Terengah-engah kesakitan, ia bersandar di tembok sambil tetap keras kepala: "Selagi bor ini ada, kehilangan lengan bukan masalah. Yang penting semangat!"
"Oh." Liang Gongzheng mengorek hidung, menatap reruntuhan yang terbakar di kejauhan. Tiba-tiba ia berkata: "Kayaknya... aku sebentar lagi mati."
Tangan kanan Sun Wukong bergetar. Ia menatap wajah Liang Gongzheng: "Kau kan gila, aku sudah biasa dengar omong kosongmu. Urusan pulang kampung nikah, cari Liu Xue-mu dulu baru bicara!"
"Kera Besar... aku takut nggak ketemu."
Ekspresi wajah Liang Gongzheng pucat bagai tak berdarah. Suaranya tersedu: "Aku... sebentar lagi mati."
Sun Wukong terdiam. Mengabaikan nyeri di bahu, ia sadar - mungkin Liang Gongzheng memang benar-benar akan mati.
Si gila yang pandai nyanyi, menari, dan bertingkah manja itu menangis takut mati. Tapi nyatanya, ia tetap akan mati.
“Kalau mati nanti, bagaimana kalau tidak bisa nonton Siaran Berita jam 7 malam besok?”
“Sejak masuk Ruang Dewa Utama, kapan kamu pernah nonton acara itu...”
Setelah mengkritik dalam hati secara refleks, ekspresi wajah Sun Wukong menjadi muram. Ia menunduk dan mengeluarkan kotak rokok dari saku celana, baru menyadari benda itu sudah terbelah dua oleh Qi Pedang Yosua, tembakau berserakan memenuhi saku.
Tanpa alasan yang jelas, Sun Wukong merasa sangat kesal.
Seperti orang gila, ia melempar kotak rokok hancur itu ke tanah sambil berteriak: "Bangsat! Bangsat! Bangsat! Bangsat!"
Ia tak tahu harus memaki siapa, tapi tiba-tiba ia merasa teman satu timnya yang aneh ini akan mati.
Hatinya remuk redam.
Liang Gongzheng menatap kotak rokok yang terpantul-pantul di tanah, tiba-tiba terkekeh. Sebuah inspirasi baru muncul di benaknya.
Dengan susah payah ia merangkak mendekat, menggeser badannya ke samping Sun Wukong. Dengan jari satu-satunya yang tersisa, ia mencolek luka yang patah itu sambil tertawa bodoh:
“Kasih hadiah bagus nih...”
※※※
Di atas jalan tol yang macet total, sebuah mobil biasa telah berhenti lama di pinggir jalan. Mengabaikan kerumunan orang yang panik, juga tak terpengaruh medan energi spiritual gila yang menyelimuti kota.
Diam membatu di aspal, hanya suara merdu dari radio mobil yang sesekali terdengar sayup-sayup.
“Pagi hari bangun tidur gosok gigi cuci muka, dalam sekejap mata sudah jam sepuluh malam……”
Tidak terpengaruh oleh gemuruh seluruh kota, pria yang bersandar di kursi pengemudi seolah sedang berpura-pura tidur, bersenandung sesuai irama lagu.
Di kursi belakang, dua gadis yang duduk diam berdampingan melihat keluar jendela dengan gelisah, dalam gemuruh Boom Kota Fuyuki mereka tak bisa menahan rasa takut dan gemetar.
Tak tahu berapa lama waktu berlalu, Liang Gongzheng di depan membuka matanya, menatap dua gadis cemas di kaca spion seolah bergumam: "Rin, Sakura."
Di kaca spion muncul dua pandangan bingung dan cemas, wajah Liang Gongzheng tersenyum lesu sambil perlahan mengeluarkan kantong besar menggembung dari pelukannya, meletakkannya di bagian tengah kursi: "Di dalam ada makanan, uang, dan beberapa barang yang mungkin kurang berguna. Sebentar lagi akan datang paman yang mirip kera besar menjemput kalian, dia akan mengatur hidup kalian. Kalau tidak datang, ada kartu bank di dalam, passwordnya..."
Gadis berambut hitam mengangkat wajah cemas, mengumpulkan keberanian menatap matanya: "Kau juga akan meninggalkan kami?"
"Anak nakal, dengarkan dulu." Liang Gongzheng tak sabar menatapnya, tapi akhirnya justru kalah dan menarik kembali pandangannya: "Bukan pergi, hanya berpisah sementara."
Seperti mengantuk, ia kembali berbaring di kursi pengemudi, menyipitkan mata sambil menyimak nyanyian lembut gadis dari radio.
"Tutup kelopak mata, semuanya dirimu, bersinar gemilang..."
“Dia tiba-tiba tertawa, ingatan yang kacau jarang begitu jernih. Dia teringat wanita yang terus menghantui dalam mimpi, namun tak bisa mengingat wajahnya.”
“Dia tersenyum, acuh tak acuh, begini saja, yang penting masih ingat...”
“Besok bisa, bertemu lagi, selamat malam...”
“Rasa kantuk datang dari relung jiwa terdalam, membuat kesadarannya mengabur. Dalam kekaburan, dia teringat senyum seorang wanita, sudut mulut yang beku akhirnya menyunggingkan senyuman lemah.”
“Suara manis dan kekanakan terus bernyanyi, bergema di telinganya: ‘Segera bisa, bertemu dalam mimpi, selamat malam...’”
“Selamat malam, dunia. Selamat malam, Liu Xue.”
“Dengan senyuman, Liang Gongzheng tertidur lelap.”
※※※
“Ada yang mati, ada yang masih bertempur, takkan berhenti sampai ajal menjemput.”
“Di udara yang mulai diselubungi bayangan malam, bagai bintang-bintang berjatuhan, Noble Phantasm bagai meteor terus melesat, menusuk udara dengan suara ledakan.”
“Noble Phantasm tak terbatas Gilgamesh terus menghujani dari langit, namun hancur di bawah pedang Iskandar.”
“Mengendarai Roda Kegagahan, mandi cahaya Noble Phantasm yang berjatuhan, senyum gembira Iskandar tak pernah pudar. Kilatan listrik ungu mengikuti kendali tali kekangnya di langit, mengatasi rintangan demi rintangan, jarak Iskandar dengan Gilgamesh semakin dekat.”
“Seperti orang gila yang menantang dewa, dia dengan gembira mengangkat pedangnya yang sudah penuh takik ke arah Gilgamesh, tak pernah kehilangan semangat, tak pernah ragu-ragu, tak pernah mundur. Segala penghalang hancur berkeping-keping di bawah pedangnya, semangat heroik yang tak tertandingi menyebar di langit bersama tawa.”
“Penguasa seperti ini akan menjelajah wilayah tak terbatas saat berdiri di Bumi, dan menaklukkan bintang-bintang saat terbang di angkasa.”
“Langit dan bawah tanah, segalanya adalah tanah yang menunggu untuk ditaklukkannya. Inilah Raja Penakluk, Iskandar Sang Penakluk!”
“Sungguh mengejutkan jumlahnya, cahaya keemasan! Inikah koleksimu? Sungguh menyenangkan!”
“Anak haram, apakah kematian begitu kau nantikan?”
“Tidak, tidak! Yang layak kusenangi hanyalah penaklukan. Setelah membunuhmu, aku akan merebut semua harta karunmu—Noble Phantasm yang jumlahnya hampir tak terbatas. Ini akan menjadi panen yang luar biasa dalam pencapaianku!”
“Berani-beraninya mengincar harta karunku. Kegilaanmu membuatku tertawa.” Ratu di atas Vimana berkata dengan senyum dingin sambil melambaikan tangan, melontarkan Noble Phantasm tak terhitung seperti hujan deras.
Bermandikan cahaya Noble Phantasm bagai hujan, Iskandar tertawa terbahak-bahak sambil mengayunkan pedang panjang. Cahaya-cahaya itu hancur di ujung pedangnya, bahkan yang langsung mengenai tubuhnya pun terpental dari kulit sawo matangnya.
Seperti Achilles yang dimandikan air Sungai Styx, di bawah pasokan energi sihir, bahkan proyeksi Noble Phantasm Gilgamesh pun tak bisa menembusnya. Proyeksi dengan seluruh kekuatan hanya bisa menggores luka-luka halus yang nyaris tak terdeteksi.
Justru luka-luka kecil inilah yang membuat senyum Iskandar semakin mengamuk: "Masih kurang! Masih kurang! Cahaya keemasan! Hanya seginikah kekuatanmu? Kekuatan seperti ini sama sekali tak bisa menghalangi jalanku!"
Darah Dewa langit membakar dalam tubuhnya. Mengendarai kereta perang, Raja Penakluk yang melesat di angkasa benar-benar tak terbendung.
Bagai meteor yang menghancurkan cakrawala, kilat ungu menyambar dengan dahsyat!
"Sombong dan dangkal." Menghadapi pemandangan mengerikan seakan langit runtuh, Gilgamesh duduk tenang di atas kapal terbang 'Vimana'. Mata merahnya memantulkan kilatan listrik ungu, sang ratu yang dingin dan berwibawa kini menunjukkan senyum mengejek.
"Akulah Raja Terkuno, pemilik dunia. Langit dan bumi, badai dan banjir, segala yang ada di dunia ini milikku." Tangannya menopang dagu yang anggun: "Apakah serangan frontal sembrono ini akan membuatku mundur?"
"Minggir ke lumpur sana, cacing tanah!"
Noble Phantasm yang tak terhingga tiba-tiba muncul, cahaya dingin berkumpul bersama, bagai galaksi yang berputar di langit menyatu, aliran Bima Sakti miring keluar dari Gudang Harta Babilonia, tak ada habisnya, menjelma menjadi aliran deras!
Cahaya kematian dan logam menerjang datang, kilatan listrik ungu bagai pedang raksasa yang membelah aliran deras, bergerak perlahan tak terbendung dalam arus balik.
Pantulan kilau bintang-bintang di setiap Noble Phantasm memproyeksikan ketajaman dingin, Iskandar yang tertelan dalam lautan mata pisau ini tetap tak goyah memegang pedang, bahkan luka-luka panjang bermunculan di tengah hujan proyeksi tak henti.
Tiba-tiba, teriakan Raja Penakluk menggema dalam aliran deras yang ganas, suaranya menjelma menjadi baja dalam teriakan heroik nan lantang, membawa ledakan semangat juang tak terhingga.
Badai energi sihir meledak dahsyat, di bawah tebasan pedang penuh takik Raja Penakluk, aliran deras hancur, bintang-bintang berjatuhan.
※※※
Lagu di dalam mobil adalah ED1 sehari-hari, aku sangat menyukainya.
